Chapter 8 ; Sakit

24 5 0
                                    

Assalamualaikum...

Tinggalkan jejak dengan vote dan comment, follow jika berkenan!

Happy reading!

"Raka?!" panggil Linara dengan suara yang agak keras. Sebab ia terkejut dengan apa yang ia lihat, Raka yang sudah tersungkur seraya memegangi kepalanya. Raut wajah Linara terlihat cemas, ia menghampiri Raka, tangannya terulur membantunya kembali berbaring di kasur.

"Kamu kenapa?" ujar sang bunda dengan gemetar. Raka memejamkan matanya sekilas, lalu melihat Linara yang sudah berkaca-kaca.

"Cuma kepentok meja, bunda." akunya. "Beneran?" Raka mengangguk. Tangan Linara terulur mengelus belakang kepala putranya seraya memeluknya. Nyaman rasanya, ia terus menerus ingin seperti ini.

Tak lama, bunyi bell menjadi pengusik kenyamanan saat ini, Linara mengurai pelukannya, Raka sedikit tersentak saat pelukan hangat itu mulai lepas. Padahal, mungkin 1 detik lagi ia bisa kembali ke alam mimpi.

"Bentar ya. Kak, tolong tempelin plester penurun panas aja ya keningnya," pesannya, kemudian ia beranjak keluar dari kamar Raka. Karna kesal, Raka mengerucutkan bibirnya seraya bersedekap dada. "Padahal satu detik lagi mungkin gue udah bisa mimpi." katanya. "Siapa sih? pagi-pagi bell udah bunyi aja! Ganggu." sambung Raka.

"Itu bibir lo pengen banget rasanya gue potong," sarkas Laras. Raka langsung ciut dibuatnya. 

Laras menuruti perintah Bundanya untuk menempelkan plester penurun panas di kening Raka. Saat ia ingin menempelkan, Raka malah menghindar, seakan tidak mau dipasangkan benda itu. "Harus banget pake ginian kak? Kaya bayi."

Laras menghela napas pelan, "Kalo gak pake ini gak akan sembuh. Panas lo gak akan turun." ujar Laras, dirinya mulai menempelkan plester itu di kening adiknya, mengelusnya sekilas mencoba untuk bersikap lembut. "Lo diem, jangan ke mana-mana, oke? Plesternya jangan dilepas, kalau dilepas lo gue ceburin ke selokan!" Raka mengangguk.

Giliran Laras beranjak, ia pergi menyusul Linara yang sedari tadi di lantai bawah. Tak tahu sedang apa, dan siapa yang tadi memencet bell. Saat tiba, ia melihat Linara bersama seorang gadis muda di sana. Dengan gerak lumayan cepat, Laras menuruni tangga yang tersisa sedikit. 

"Siapa, Bunda?" tanya Laras, sang empu yang ditanya otomatis menoleh, tersenyum kecil seraya menitahnya menghampiri dengan gerak tangan.

"Eh April." senyum Laras mengembang sempurna saat melihat April tepat di hadapannya.

"Kak Laras," April langsung menghampiri Laras lalu mencium punggung tangannya.

"April ada apa tiba-tiba ke sini?" tanya Laras dengan lembut. "Aku disuruh mama bawain makanan, kak," jawab April. Laras mengangguk pelan. 

"Aku juga mau kembaliin jaketnya kak Raka." 

"Ohhh, yaudah sana ke kamarnya." April terdiam, ia mau, tapi malu, juga tak tahu kamar Raka di sebelah mana.

"Kakak antar," April mengangguk, lalu ia mengikuti langkah Laras.

Ceklek...

"Raka?" 

Hening. Ruangan itu kembali minim cahaya, Laras yakini jika adiknya itu kembali tertidur. Setelah ia panggil tidak ada jawaban, Laras menggiring April menghampiri Raka. Diusapnya surai lembut nan lebat itu, tangan Laras menepuk-nepuk kecil pipi adiknya agar segera terbangun.

"Kak, gak usah." ucap April. Laras menggeleng seraya tersenyum, seolah mengatakan 'Tidak apa-apa'.

Netranya mulai terbuka sedikit demi sedikit namun kembali memejam saat pantulan cahaya menusuk bola matanya. 

Promise (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang