"Langit itu agak aneh."
Semua mata langsung tertuju pada Davin. Adalah Sagara yang pertama kali bertanya setelah menelan makanan yang ia kunyah. "Maksud kamu apa, Vin?"
Davin membalas tatapan kakak-kakaknya satu per satu; Sagara, Galang, dan Devan. "Langit... suka ngomong sendiri. Waktu pindahan ke sini, dia kayak lagi ngobrol sama orang di kamarnya. Aku pikir dia lagi telponan sama temen, ternyata waktu aku sapa, gak sama sekali. Terus... tadi pagi ketemu di lorong lantai dua, dia ngomong sendirian lagi." jelas Davin.
Galang mendengkus geli. Mungkin meledek adik sambungnya. "Gak kaget. Dari awal gue ketemu sama dia aja penampilannya udah aneh. Anaknya kayak gak ada semangat hidup. Gue gak suka." balas Galang dengan raut tidak suka yang terang-terangan.
"Galang," Sagara mengingatkan. Ia membuang napasnya pelan lalu berdiri sambil memegang piring kosongnya. "Gue tau lo gak suka sama Abi-Langit. Tapi, tolong, berdamai sama kenyataan. Mereka adik-adik lo sekarang."
"Ck. Ogah."
Devan tertawa kecil. "Paling juga ujung-ujungnya mereka porotin duit Papa. Kayak gak tau aja cewek-cewek yang suka deketin Papa." ketus Devan di akhir kalimat. Pahit mengingat beberapa wanita yang dekat dan hampir jadi calon Ibu mereka ternyata hanya ingin hartanya saja. Namun untuk Raina, Bunda baru mereka, entah kenapa mereka tidak bisa menolak permintaan Papanya yang ini.
"Masa sih?" Davin mengerutkan dahinya. "Bunda aja 'kan kerja jadi designer, masih tergolong berkecukupan kok. Lo jangan mikir yang aneh-aneh deh, Van."
"Lo jangan polos gini, Vin. Ada kok yang udah kaya tapi masih belum cukup. Kebetulan aja Bunda dapetin Papa yang kaya raya gini. Perusahaan di mana-mana, jadi model lagi."
"Kalau Bunda denger, pasti dia sedih. Jangan ngomongin gitu. Kasar banget lo, Vin."
Devan merotasi matanya dengan jengah. Adik kembarnya ini naif, mirip dengan si kembar bungsu. Malas menanggapi lebih jauh.
"Apa yang Devan bilang emang bener kok, Vin. Lo-nya aja yang baperan. Bunda lagi gak ada di rumah." Galang yang menanggapi debat kecil antara si kembar.
Baru Davin ingin protes, Sagara lebih dulu bicara. "Udah, stop sampai di sini! Sejauh yang kita tahu, tante Raina alias Bunda itu baik sama kita. Kesananya gimana, ya, gimana nanti. Terus sekarang, di mana Abi sama Langit? Di luar udah hujan gede," Sagara berbalik melihat ke jendela, dengan piring kotor masih di tangannya.
Hujan besar turun disertai angin, langitnya abu-abu dan sedikit seram. Tidak ada guntur, tapi tetap saja, orang yang berkendara atau pejalan kaki pun pasti akan kesulitan menembus hujan—kecuali pengendara mobil.
Mendengar tidak ada respon dari adik-adiknya, lantas Sagara bertanya, "Van, Vin, kalian berdua ikut jemput Langit gak?" ia berbalik lagi, kali ini melihat ekspresi si kembar yang terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candramawa Sang Langit
FanfictionLangit punya banyak kakak-adik sambung. Harusnya ia senang dan bahagia, namun ternyata kehadirannya dan Abimanyu, sang kakak, tidak diterima oleh beberapa saudara sambungnya. Akankah kisah keluarga Baskara-Raina akan berakhir baik? Atau memburuk? D...