Bab 2

607 37 0
                                    

Cahaya matahari yang menembus, seolah mencoba membangunkanku dan memberitahukan bahwa pagi telah datang.

Aku membuka mata perlahan, melihat pemandangan indah yang terpampang langsung di sampingku. Pemandangan yang membuatku setiap pagi merasa bahagia bahkan setelah 2 tahun berlalu.

Aku mendekat memerhatikan wajahnya yang masih tertidur, sepertinya Sean kelelahan setelah perjalanan panjang. Bulu matanya yang panjang dan lentik membuatku ingin menyentuhnya, hidungnya yang tinggi dan bibirnya yang tipis seolah dipasangkan dengan baik serta rahangnya yang tajam seolah menunjukkan pesonanya yang luar biasa. Rambutnya yang tipis dan ringan dengan dahinya yang pas membuatnya cocok dengan gaya rambut apa pun. Sehingga, mau tidak mau aku menghargai keindahan suamiku sendiri.

Saat aku meraba wajahnya sepertinya membuatnya sedikit terganggu. Sehingga, kuputuskan berhenti mengganggunya dan bangun untuk menyiapkan sarapan ringan untuknya sebelum dia berangkat bekerja.

Aku membuat sandwich sederhana dan membuat kopi serta jus untukku sendiri.

Saat sedang membuat makanan, aku sedikit berdebar.

"Sayang, apakah kamu membutuhkan bantuan?" Ucapnya dengan suara berat sambil melihat ke arahku.

Aku termenung, bukannya kami tidak pernah berpelukan. Tapi, biasanya aku yang akan memulai mendekat dan bermanja dengan suamiku. Tapi, karena novel yang telah kubaca membuatku sulit bersikap seperti biasanya.

"Tidak, aku tidak perlu. Aku hanya membuat sandwich. Kamu sebaiknya membasuh badanmu dan bersiap pergi kerja."

"Haruskah aku pergi? Kamu tidak ingin aku libur dan istirahat, aku sudah lama tidak melihatmu." Ucapnya mencoba membujukku dan bersikap manis.

Rasanya masih canggung untuk bersama membuatku tidak ingin dia mengetahui keanehanku sehingga aku membujuknya untuk tetap bekerja saja.

"Bukankah saat ini kamu sedang sibuk, kamu harus mengurus berkas penting yang terhambat sebelumnya saat kamu pergi."

Dia yang tidak menjawabku dan semakin mengeratkan pelukannya membuatku heran.

"Kamu marah?" Ucapnya sambil menutup wajahnya balik punggungku.

Pertanyaannya membuatku gugup dan sedih. Aku mencoba mengatur ekspresi dan bersikap tenang menjawabnya dengan tenang.

"Hmm, tidak.. tidak apa-apa. Aku mungkin sedang lelah, sebaiknya kamu bersiap-siap dulu"

Setelah beberapa saat, dia melepas pelukannya dan mencium pipiku kemudian berbalik menuju kamar tidur. Aku termenung, air mata yang telah kutahan mengalir perlahan membuatku menyekanya dengan cepat kemudian sku setelan rapi, secara perlahan mendekat ke kursi di sampingku.

"Terima kasih makanannya"

Membuatku tersenyum tipis.

Kami makan dengan tenang hingga sarapan kami habis. Selama sarapan, aku mulai memutuskan apakah harus mengantarnya pergi atau tidak seperti hari-hari biasa kami.

Tapi seolah kebiasaan yang sulit berubah, aku secara natural mengikutinya dan menuju ke depan rumah untuk mengantarnya keluar. Tapi, rasanya sangat canggung, hal yang biasa ketika aku lakukan seperti memeluknya dan bersikap manja terasa sangat sulit dilakukan kali ini. Sehingga saat di depan pintu rumah aku hanya menatapnya dan tersenyum.

Tapi saat aku melihatnya, dia hanya terdiam dan mulai berbalik menatapku. Kami saling menatap membuat udara di sekitar kami terasa aneh. Dia kemudian berjalan mendekat ke arahku, memelukku dengan erat seolah pelukannya mencoba mengungkapkan rasa rindunya. Membuatku merasa sedih dan kasihan, sehingga aku mulai menepuk punggungnya.

Kami berpelukan cukup lama, hingga suhu badannya seolah mengalir kepadaku. Suamiku tidak bersalah atas masa lalunya, dia tidak perlu memberitahukan masa lalunya juga sehingga kuputuskan untuk melupakannya dan mencoba memperbaiki suasana hatiku dan kami.

"Aku merindukanmu." Ucapku lembut sambil menatapnya.

"Aku juga, aku sangat merindukanmu sayang." Ucapnya mencium keningku.

Dia memelukku sekali lagi kemudian pergi menjauh dan berangkat menuju tempat kerjanya.

____________________

Di rumah, yang kosong membuatku merasa hampa sehingga kuputuskan untuk berbelanja. Tentu saja, seorang wanita yang merasa moodnya sedang jelek akan senang ketika sedang berbelanja begitu juga dengan aku. Aku yang merupakan seorang pengangguran membuatku memiliki banyak waktu luang.

Berbelanja baju yang menarik perhatianku juga bukan merupakan masalah bagiku selain karena suamiku yang merupakan CEO perusahaan, aku juga merupakan putri dari keluarga kaya sehingga aku tidak diharuskan untuk bekerja. Yelena Windsor merupakan namaku, Windsor sebuah keluarga terpandang yang menjadi keuntungan bagiku sendiri. Menjadi satu-satunya putri membuatku terlalu dimanja dan disayangi oleh keluargaku.

Suamiku tidak pernah mengungkapkan pendapatnya mengenai apa yang kulakukan, membuatku bertanya-bertanya apakah dia tidak tertarik denganku? Dia juga tidak pernah bertanya-tanya mengenai pertemanan dan apa yang ingin kulakukan, biasanya dia akan membiarkanku melakukan apa pun selama aku tidak pulang terlalu malam.

Berbelanja membuatku cukup lelah, sehingga aku memutuskan untuk makan sebelum kembali ke rumah. Setelah memesan makanan, aku melihat seseorang yang cukup familiar. Sahabat suamiku Lavan terakhir kali aku melihatnya ketika acara pernikahanku. Dia terlihat bersama seorang wanita namun terlihat itu bukan Yuriana. Saat mereka, lewat di sampingku menuju meja mereka yang jaraknya dekat denganku membuatku secara refleks bersembunyi.

Saat makananku sampai, mereka terlihat baru selesai memesan makanan mereka.

"Lavan, ada masalah apalagi kamu sama Yuri? Kalian bertengkar lagi?" tanya wanita itu.

"Hah, ini tidak seperti aku juga ingin bertengkar. Tapi, dia masih ingin bekerja di tempatnya Sean."

"Bukankah, itu tidak masalah. Lagi pula, Yuri menyukainya sebaiknya kamu mengalah saja."

"Hubungan kami mulai renggang, aku hanya ingin kami seperti dulu lagi. Ku pikir lebih baik jika dia bekerja di perusahaanku saja."

"Apa? Jadi kamu hanya memaksa Yuri tanpa memikirkan perasaannya?" Ucapnya marah dan berdiri

"Bukan seperti, maaf. Tapi sepertinya aku tidak lagi menyukainya." Ucapnya sambil memegang tangan wanita tersebut.

Bajingan itu benar-benar tidak tahu malu, umpatku dalam hati sambil menonton mereka diam-diam.

"Apa maksudmu, hah!"

"Maaf lili, tapi sepertinya aku mulai menyukaimu." Ucapnya sendu.

Aku terperangah menonton kejadian di depanku secara langsung. Lili atau Lilija merupakan wanita yang pernah mengejarnya kalau itu sesuai dengan novel yang kubaca itu.

"Kamu gila!" Ucapnya marah, kemudian menghempaskan tangannya dan keluar dengan cepat

"Hah!" Ucapnya bersamaan dengan makanan mereka sampai.

Aku yang masih di restoran harus menunggu Lavan keluar sebelum keluar agar tidak ketahuan, membuatku menunggu lama.

"Bajingan itu! Apakah dia gila?" Ucapku sambil mengumpat sambil memandangi bekas pemandangan tadi.

"Bagaimana bisa seseorang tidak tahu malu seperti itu, dia bahkan sudah beristri tapi masih menggoda orang lain."

Malam menunjukkan jam 09.20 malam, ini sudah melewati jam malam yang biasa kami sepakati. Kami biasanya akan mengabari satu sama lain jika kami akan pulang lewat dari jam malam, membuatku sedikit khawatir. Suamiku pasti menungguku sehingga aku mempercepat perjalanan pulangku agar sampai lebih cepat.

My husband is second male leadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang