Setelah pulang, aku mencoba melakukan segala hal yang bisa kulakukan. Mencari kesibukan dengan membuat masakan dengan mencoba resep baru. Resepnya terlihat mudah dibuat sehingga aku mencoba untuk membuatnya, namun hasilnya berantakan. Dapur terlihat berantakan, membuatku semakin kesal.
"Hah... "
Kekacauan yang telah terjadi, membuat perasaanku makin berantakan. Aku meninggalkannya kekacauan dengan bermain game dan berniat untuk membersihkannya nanti.
*30 menit kemudian*
Seolah usahaku tidak membuahkan hasil. Aku menyerah dan berbaring di kamar.
"Aku benar-benar saat ini sangat merindukannya" Ucapku sambil melihat foto yang terletak disamping tempat tidur.
''Tidak, mana mungkin. Ini hanya karena aku sedang kesal."
"Benar, pengangguran sepertiku membuatku memikirkan banyak hal."
Jadi aku bangun dan bersiap-siap ke kantor suamiku. Kantornya cukup jauh sekitar 20 menit dari rumah.
"Aku akan mengawasinya, bukankah dia sedang bersama seseorang wanita cantik setiap hari bahkan dia dulu menyukainya" ucapku kecil.
Kuputuskan untuk tidak meneleponnya sebelum datang ke kantornya. Mengenai pegawai di sana, sebagai info identitasku tidak diketahui. Selain itu, hanya sedikit pegawai yang mengetahui bahwa bos mereka sudah menikah.
Dipikir-pikir lagi kok, waktu itu aku tidak mau menyebarkan beritanya. Bagaimanapun keputusan itu telah diputuskan oleh keluargaku sendiri. Selain itu, suamiku juga jarang pulang malam sehingga aku tidak ke kantornya untuk sekedar mencari perhatian dan mengganggunya.
Saat ingin berangkat tiba-tiba sebuah pesan datang.
"Sepertinya aku akan terlambat pulang, jadi kamu tidak perlu menungguku dan tidurlah dengan nyenyak."
Aku berpikir sejenak, ini masih sore jadi ku putuskan untuk tetap menuju kantornya dan singgah untuk membeli beberapa makanan.
Sesampainya di kantor, aku langsung menuju ruangannya sambil berjalan dengan santai. Terlihat di depan ruangan terlihat Yuriana sahabat suamiku yang sedang sibuk, aku mencoba bersikap santai seperti biasa namun kuputuskan untuk langsung menerobos masuk ke dalam tapi sepertinya aku terlambat.
"Nyonya, selamat datang. Saya senang melihat nyonya, apakah nyonya ingin masuk ke dalam? Mohon maaf sekali, tapi saya harap anda bisa menunggu sebentar saja karena bos sedang bertemu dengan seseorang"
Huh, entah bagaimana kok aku merasa kesal. Tapi sepertinya suamiku memang sedang sangat sibuk, karena dia bahkan tidak bisa pulang cepat. Jadi aku memutuskan untuk menunggu sebentar. Aku mencoba bersikap dingin, entah kenapa aku makin tidak nyaman dengan Yuriana bahkan perkataan sekecil apapun yang menimbulkan kesalahpahaman aku merasa akan membuatnya besar. Mungkin ini karena rasa kecemburuanku yang tidak dapat kututup-tutupi.
"Baik, siapa yang ada di dalam?"
"Ma-maaf? Itu Sean sedang bertemu klien." Ucapnya pelan.
Hah, kupikir jika dia bicara satu hal lagi akan kutarik rambutnya. Wanita itu benar-benar, tidak habis pikir beraninya dia memanggil suamiku dengan namanya dengan nyaman di kantor. Tanganku gemetar akibat kemarahan yang semakin memuncak, kucoba menenangkan diri dengan meminum teh yang tersedia. Sepertinya dia cukup peka dengan suasana hatiku sehingga dia lebih memilih melanjutkan pekerjaan yang sedang dilakukannya.
Pintu terbuka, Sean terlihat masih berbicara singkat dengan klien yang bersamanya, setelah dia pergi. Suamiku berbalik kembali masuk ke dalam ruangannya, aku menatapnya tanpa mencoba mengganggunya. Saat meraih gagang pintu, dia tiba-tiba berbalik.
"Istriku?" Terlihat mukanya yang kebingungan
Aku hanya tersenyum, dan mencoba meraih tangannya dan menggandengnya masuk mencoba memamerkan kemesraan di depan sekretarisnya.
"Sayang, ada apa?" Ucapnya khawatir sambil memegang tanganku.
Mungkin suamiku berpikir aku sedikit aneh karena baru kali ini aku jarang datang ke kantor tanpa pemberitahuan dan perubahan sikap yang aku lakukan akhir-akhir ini.
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin merindukanmu" Ucapku tersenyum sambil mengalihkan perhatian dengan meminum teh yang telah disediakan.
"Terima kasih" Ucapku kepada sekretarisnya.
Sekretarisnya bersikap sopan, dingin, cuek dan tidak peduli dengan hal-hal yang tidak menarik menurutnya. Sean pernah memperkenalkannya sebagai Vera. Vera terlihat menunduk sebelum kembali ke luar melanjutkan tugasnya.
"Apakah benar-benar tidak ada yang terjadi? Kamu butuh sesuatu?"
"Tidak apa-apa, aku hanya ingin tinggal di sini menunggumu" Ucapku sambil mendorongnya kembali ke meja kerjanya.
"Maaf, tapi sepertinya aku harus terlambat pulang dan akan membuatmu menunggu lama"
"Aku hanya punya waktu untuk dihabiskan jadi tidak masalah. Aku hanya akan bermain di sini dan berusaha untuk tidak mengganggumu"
"Kalau begitu, kamu harus memberitahuku kalau sudah lelah, mengerti?"
"Oke"
Ku lihat dia sudah melanjutkan pekerjaannya, jadi aku menyibukkan diri dengan mengatur makanan yang telah dibeli. Aku keluar untuk mengambil beberapa piring di pantry. Di depan terlihat Vera dan Yuriana yang terlihat sibuk.
"Permisi, aku ingin mengambil beberapa piring. Untuk menuju ruang pantry ke arah mana ?"
"Ya, tidak perlu saya akan mengambilkannya." Ucap Vera dengan sopan.
"Tidak, tidak perlu. Aku akan mengambilnya sendiri, karena sepertinya kalian terlihat sangat sibuk."
Yuriana terlihat berdiri dan ingin membantu.
"Anda tidak perlu pergi ke sana, saya akan mengambilkannya" Ucapnya sambil tersenyum.
Sebenarnya aku bersyukur dengan bantuan yang ditawarkan tapi entah mengapa aku merasa dia memiliki pikiran negatif seperti dia tidak ingin agar aku dapat berbaur dengan karyawan lain. Tapi karena itu merupakan pikiran tanpa dasar dan bukti, aku hanya mengabaikannya.
"Terima kasih, kalau begitu mohon bantuannya"
Selang beberapa menit terdengar ketukan pintu dan Yuriana masuk.
"Terima kasih"
Yuriana terlihat tersenyum dan menuju ke meja Sean.
"Sean, mengenai hasil rapat dengan pemegang saham lainnya haruskah saya mengubah format awal yang telah disiapkan."
"Aku akan memberitahukanmu nanti, hal-hal yang perlu di ubah nanti."
"Baik, kalau begitu permisi" Ucapnya sebelum keluar.
Ku tatap suamiku dengan sinis, pantas saja akan beredar rumor mengenai Sean dan Yuriana jika mereka memanggil dengan nama satu sama lain. Karena ditatap dia menoleh menatapku dengan mata heran.
"Kamu pasti senang berada di kantor" Ucapku ketus sambil memakan kue di depanku.
"Aku lebih senang berada di rumah" Ucapnya dengan suara lembut dan senyum tipis.
"Huh" Ucapku ketus.
Sekitar jam 9 malam aku merasa lapar dan suamiku bahkan terlihat tidak terganggu sama sekali serta tidak bergerak sedikit pun dari meja kerjanya.
"Sayang, apakah kamu tidak lapar?" Ucapku merengek
"Haruskah kita memesan makanan?" Ucapnya sambil melihat jam tangannya.
Sean yang terlihat memerintahkan sekretarisnya memesan makanan lewat telepon kepada sekretarisnya. Setelah beberapa menit makanan datang dan disiapkan, tapi Sean bahkan tidak berpindah dari mejanya.
"Apakah kamu tidak akan makan?"
"Tentu, aku akan makan. Sebaiknya kamu makan lebih dulu."
Aku memasang wajah cemberut, dan terdengar tawa kecil Sean yang sedang menghentikan segala aktivitasnya.
"Haha, aku akan makan sekarang"
Kami makan dengan lahap, aku mulai berbaring di sofa dan suamiku mulai kembali bekerja. Setelah beberapa waktu, aku mulai terlelap dan tak tak dapat menahan kantuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband is second male lead
RomancePernahkah kalian membayangkan bahwa suami kalian menjadi pemeran utama pria kedua dalam novel? "Novel sialan!!" teriakku dengan tangan yang gemetar kubuang novel itu. "Tidak, tidak mungkin" pikirku. Aku menuju ruangan kerja suamiku, mencari baran...