Bab 15

150 11 0
                                    

Sean menatapku dan tersenyum lembut. Menyibakkan rambutku ke belakang telinga, perlakuan lembutnya merupakan salah satu hal yang membuatku tidak bisa berpaling dari suamiku sendiri.

Aku menggenggam tangannya tanpa menjelaskan hal yang suamiku ingin tanyakan tapi aku tidak ingin menjelaskannya karena aku menganggap hal tersebut sangat memalukan membuatku tertunduk malu.

"Sayang, haruskah kita pulang lebih dulu? Kamu sudah menyapa temanmu yang ingin kamu temui"

Sebelum aku menjawabnya, ada seseorang yang memegang bahuku membuatku terkejut.

"Selena"

Aku mengenal suara tersebut, suara yang paling tidak ingin kudengar dari semua orang. Pria itu menatapku saat aku sedang mengandeng suamiku.

Salah satu alasan aku ingin kesini untuk melihat bajingan itu. Aku berbalik dan bersikap biasa saja. Aku tersenyum dan memamerkan suamiku yang berada di dekatku.

"Siapa?" Sean bertanya.

"Ah, halo nama saya Rohen Voss"

Sean terlihat terkejut kemudian tersenyum bisnis dan mengulurkan tangannya. Terlihat Rohen yang bingung tapi membalas uluran tangan tersebut. Mereka cukup lama seperti itu hingga aku merasa ada listrik diantara tatapan mereka, mungkinkah Rohen memiliki masalah dengan suamiku.

"Bajingan itu, apakah dia menganggu suamiku" pikirku.

"Selena, lama tidak bertemu"

Aku tidak menjawabnya dan menatapnya jijik, kenapa ada seseorang yang sangat tidak tahu malu terebut. Apakah seseorang tidak bisa berubah sedikit menjadi lebih baik? Orang-orang mulai menatap kami lagi, membuatku ingin pergi.

"Sayang, haruskah kita pergi"

Namun, Rohen langsung menahan pergelangan tanganku yang langsung ku hempaskan.

"Selena, tunggu dulu bisakah kita bicara dan siapa dia? Kudengar kamu sudah menikah, itu tidak mungkin bukan?"

"Seseorang memang akan sulit berubah" pikirku.

Sean langung berada di depanku dan menatap Rohen sinis.

"Sikap menjijikan apa ini. Jika kamu bertanya apakah kami sudah menikah. Ya, kami sudah menikah tapi apa hubungannya denganmu."

"Apa yang kamu ketahui tentang selenaku? Selena tolong jawab aku"

Vernon yang mendengar keributan langsung menarik Rohen yang masih berbicara hingga dia teersungkur jatuh. Sean yang semakin terlihat kesal membuatku menahan pergelangan tangannya. Aku menenangkan diriku dan ketakutan yang menghantuiku. Aku mengambil segelas anggur dan menatapnya denga tajam.

"Aku sudah menikah dan dia adalah suamiku yang kucintai. Tapi sepertinya kamu masih tidak tahu malu hanya karena dulu aku bersikap sedikit baik kepadamu membuatmu merasa berharga bagiku. Kamu tidak berharga sama sekali, bahkan semut lebih berharga bagiku dari padamu"

Aku menuangkan anggur ke badannya dan tersenyum tipis.

"Ini merupakan jawabanku atas sikapmu selama ini, sepertinya tiga tahun terlalu sebentar untukmu merenungkannya di luar negeri. Ayahmu memohon kepadaku sehingga aku membiarkanmu pergi tapi beraninya kamu kembali dengan sikap tidak tahu malu itu"

"Selena, aku tahu aku salah saat itu tapi itu tidak di sengaja"

"Tidak, aku tahu bahwa kamu lebih buruk dari pada itu. Aku akan menghubungi Tuan Voss atas sikap kasarmu saat ini"

Aku menggandeng tangan Sean sambil bersandar untuk menenangkan diriku. Dalam perjalanan pulang, aku tidak menyadarinya hingga kami sampai. Saat aku ingin keluar, Sean lebih dulu membukakanku pintu dan menggendongku seperti tuan putri. Aku tidak memiliki kekuatan dan memilih untuk diam.

Sean menidurkanku dan melepas sepatuku dengan lembut. Aku yang sangat lelah membuatku tidak ingin beranjak untuk membersihkan tubuhku dan make up yang masih menempel. Namun aku sulit tertidur, Sean yang datang kembali dengan air ditangannya membasuh tangan dan kakiku dengan lembut kemudian membersihkan makeup yang masih ada.

"Entah sejak kapan dia mengetahui bagaimana cara membersihkan makeup hingga bersih seperti itu" pikirku.

Aku menerima perlakuan lembutnya hingga tanpa sadar aku mulai tertidur.

__________

Sean menatap istrinya yang mulai tertidur membuatnya melakukan pergerakan selembut mungkin. Mengingat kejadian di reuni tersebut membuatnya sangat marah. Bagamana bisa istrinya yang dia perlakukan dengan lembut menghadapi hal tesebut.

Rohen dia mengetahui nama tersebut dari mertuanya, mereka telah menyebutkan nama tersebut sebelumnya sebelum aku menikahi Selena. Pria bajingan yang pernah menyakiti istriku.

Tapi bahkan teman-temannya yang pernah menganggu istriku membuatku ingin menyakiti mereka dengan cara yang lebih buruk. Aku memeluk selena yang mulai tertidur pulas, membenamkan wajahku di rambutnya yang halus.

"Aku akan membalas perbuatan mereka"

Sean memeluk Selena yang tertidur dengan nyenyak. Sean bangun dan menelepon seseorang untuk mencari tahu segala sesuatu yang berhubungan dengan Rohen Voss. Tidak mungkin dia akan membiarkan pria yang menyakiti istrinya hidup dengan tenang. Dia telah berjanji bahwa dia akan memperlakukan istrinya seperti mutiara yang harus dia jaga sebelum mereka menikah.

Kedua teman lainnya yang bertengkar dengan Selena dulu sepertinya pernah ia lihat sebelumnya. Sean mengingat kembali kenangan pertemuan pertemanya dengan Selena yang saat itu sedang menangis tengkurap di sebuah hotel saat sedang berlibur di Inggris. 

"Benar mereka sedang bersama saat itu"

Sean mengingatnya, sepertinya Selena saat itu sedang berlibut bersama teman-temannya. Mengingatnya kembali membuatku tertawa sepertinya Selena tidak tahu saat itu kami pernah bertemu. Istrinya yang dulu seorang yang baru saja dewasa sedang bersenang-senang di Pantai seorang diri.  Selena dengan rambut diguncir yang tertiup angin berjalan menyisiri pantai dengan berjalan tenang sambil tersenyum tipis.

"Kupikir sejak itu aku mulai tertarik"

Sean tersenyum sambil menatap istrinya yang masih tidur sambil mengingat pertemuan kami yang tidak terduga setelahnya. Kami bertemu di sebuah kafe karena sebuah perjodohan yang di atur. Perjodohan yang selalu kutolak hingga karena paksaan bibiku hari itu aku mengikutinya, namun hingga 30 menit tidak datang seorangpun. Hingga akhirnya setelah 30 menit, seorang wanita dengan sengaja terlambat 30 menit datang ke depanku dengan santai tanpa kata maaf dan duduk. Mengingatnya kembali membuatku bersyukur karena tanpa sengaja hari itu seolah takdir aku menunggunya di meja tersebut. Entah mengapa, rapat yang dijadwalkan dibatalkan hari itu dan membuatku tetap diam disitu hanya untuk menghabiskan segelas minuman di mejaku.

My husband is second male leadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang