Setelah terbangun dari tidur siang, aku menunggu suamiku pulang namun sampai jam 8 malam dia terlihat belum kembali. Aku membuat makan malam dan berencana makan malam bersama-sama.
"Apakah dia masih sibuk? Haruskah aku menghubunginya?" Ucapku kecil
"Padahal sekarang hari libur tapi dia masih sibuk, bukankah dia akan sakit jika tidak menjaga tubuhnya."
Terdengar bunyi handphone, aku sedang menghubunginya sekarang.
"Halo"
"Ya, sayang?"
"Mmm, kamu masih sibuk?"
Tanyaku saat mendengarkan suara keributan dari suara yang terdengar di seberang.
"Sean!" Ucap seorang wanita dari suara handphone Sean
"Ya, maaf aku akan segera pulang. Sebenarnya aku berencana pulang tapi Yuriana terlibat kecelakaan. Maaf sayang."
Jadi suara yang terdengar itu dari Yuriana, suara itu benar-benar menghancurkan hari liburku.
"Hah, apakah kamu juga harus mengurusnya bahkan di hari libur. Aku benar-benar tidak mengerti, bagaimana dia bisa menghubungi bosnya."
"Tidak, tidak seperti itu."
"Jangan membelanya! Apakah karena dia temanmu, dia bisa menghubungimu kapan saja. Dia juga sudah punya suami kenapa kamu harus mengurusnya" Ucapku teriak dan mematikan telepon , aku tidak peduli bahkan jika Yuriana mendengarkannya.
Karena sangat kesal aku merasa sangat marah pada Yuriana dan Sean, aku menangis saking frustrasinya aku. Aku seperti istri yang cemburuan karena itu, aku juga kesal sama diriku. Sean yang bahkan sangat pasif padaku dan masih memerhatikan mantan pujaan hatinya membuatku marah.
Aku menangis di tempat tidur dan melupakan makan malam yang sudah kusiapkan. Apakah mereka berdua benar-benar hanya teman atau tidak membuatku selalu bertanya-tanya, padahal baru saja kupikirkan bahwa aku akan menerima suamiku dan melupakan novel yang telah kubaca serta menerimanya apa adanya. Tapi, hubungan mereka berdua sangat menggangguku. Aku cemburu kepada Yuriana yang menghabiskan masa muda bersama suamiku.
Setelah menangis banyak, aku merasa sangat lelah dan badanku juga ikut merasa lelah sehingga aku mulai tertidur.
____________
Setelah istriku menelepon dan berteriak marah membuatku cemas, baru kali ini dia terlihat sangat marah bahkan berteriak seperti itu. Aku mulai khawatir bagaimana aku harus menghiburnya nanti.
"Maaf Sean, aku seharusnya tidak menghubungimu." Ucap Yuriana cukup sedih.
"Hah sudahlah" ucapku sambil menghela napas.
"Sebenarnya, apa yang terjadi? Dimana Lavan, kamu tidak menghubunginya?"
"Aku bertengkar lagi dengan Lavan, mungkin karena itu aku tidak memerhatikan jalan dan berakhir kecelakaan."
"HAH, aku tidak ingin membebanimu lagi dengan kecelakaan yang kamu alami tapi istriku saat ini sangat sensitif jadi aku harap kamu tidak menghubungiku dulu untuk hubungan yang pribadi"
"Begitukah? Maafkan aku." Ucap Yuriana kecil
"Kalian benar-benar sama-sama berpendirian teguh dan keras kepala. Jika salah satu kalian tidak mengalah itu mungkin akan berakhir buruk."
"Aku tahu, aku bahkan mencoba mengalah tapi dia hanya memikirkan dirinya sendiri"
"Kalian tidak kenal hanya beberapa bulan saja, dan kalian sudah menikah bukankah lebih baik membicarakannya lebih lanjut dengan jelas."
"Iya, aku pernah membicarakannya tapi itu tidak berakhir baik bahkan dia mulai menuntut agar aku hanya mengurus dan melahirkan anak meskipun itu merupakan bujukan dari orang tuanya tetap saja yang akan menjalaninya itu aku"
"Walau aku mengatakan hal lain, itu tak akan berarti selain kalian mengeluarkan permasalahan kalian berdua dan menyelesaikannya bersama"
"Aku tahu, tapi sekarang aku hanya ingin dia lebih berusaha dan memulai percakapan yang perlu dilakukan karena hubungan kami mulai menjadi dingin."
Aku hanya diam, dan melanjutkan perjalanan menuju rumah sakit, walaupun kecelakaannya tidak parah sepertinya kakinya terkilir. Aku mengantarnya sampai ke rumah sakit dan menunggu perawatannya.
Sesampainya di rumah, jam hampir menunjukkan 10 malam. Sebelum masuk, aku berhenti sebentar dan memikirkan hal-hal yang perlu kuperhatikan dan cara membujuknya. Aku khawatir dia mungkin akan menangis saat melihatku. Aku berencana mengatakan peristiwa yang terjadi sebagaimana mestinya.
Aku masuk namun tidak terlihat adanya istriku di dalam rumah yang ada hanya terlihat makanan yang tersaji di meja. Aku menengok ke kamar tidur dan melihatnya sudah tertidur. Ku makan makanan yang tersaji sebagai bentuk permintaan maafku dan mencoba menghabiskannya. Setelah membersihkan makanan, aku mandi dan mencoba beristirahat.
Kutarik selimut dari samping tempat tidur serena, aku tidur mencoba mendekat dengannya. Karena istriku itu, punya kebiasaan tidur menghadap keluar membuatku sulit melihat wajahnya. Sehingga aku membangun kebiasaan memeluknya dari belakang saat dia sedang tidur.
Bersama serena membuatku nyaman dan lelah yang menumpuk seolah hilang. Aku menghirup bagian belakang kepalanya itu membuatku sendiri tergelitik dan terasa angin aneh. Aku khawatir, jik aku melakukan hal-hal yang aneh, aku tidak akan bisa tidur.
"Sayang, selamat tidur."
Ucapku rendah sebelum menutup mata dan mencoba tidur. Namun saat masih berusaha tidur, tiba-tiba kasur terasa bergoyang ringan.
"Dasar, aku benar-benar membencimu."
Ku dengar serena berbicara kemudian berbalik sambil memelukku. Aku membeku tanpa suara. Serena, akhir-akhir terlihat kesal, aku ingin bertanya masalahnya tapi dia terlihat berpura-pura baik-baik saja sehingga akan sulit berbicara dengannya.
"Apakah aku melakukan kesalahan? Sehingga Selena yang cuek dapat marah seperti itu?" Ucapku dalam batin.
Aku tahu pasti aku melakukan kesalahan, sehingga istriku marah. Serena yang memelukku semakin mendekapku mencoba menutup jarak di antara kami. Wajahnya di dekatkan seolah ingin jarak di antara kami tidak pernah ada. Namun aku masih mencoba tenang hingga dia tertidur.
Setelah dia bernapas dengan baik dan teratur, aku memperbaiki posisi tidurnya mencoba membuatnya nyaman. Rambutnya terlihat mengangggu, sehingga kurapikan rambutnya kemudian tidur menghadapnya dengan menopang tanganku sebagai bantal tidurnya. Aku memeluknya dan mencoba tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband is second male lead
RomancePernahkah kalian membayangkan bahwa suami kalian menjadi pemeran utama pria kedua dalam novel? "Novel sialan!!" teriakku dengan tangan yang gemetar kubuang novel itu. "Tidak, tidak mungkin" pikirku. Aku menuju ruangan kerja suamiku, mencari baran...