Maru lari tergesa, mengabaikan tubuh lelahnya yang sudah hampir 2 minggu ini ia pakai untuk mengikuti prof. Aiden. Belum lagi proker yang ia paksa ikut lantaran tak bisa ditinggal, maklum rentetan acara fakultas hanya tinggal hitungan minggu lagi. Sebagian memang ia percayakan pada pengurus inti, namun detailnya tetap ia yang mengurusi.
Sebenarnya, Maru berpikir dengan cara ini ia bisa mengalihkan pikirannya yang brutal menghakimi kisah satu malamnya. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, Maru tetaplah seorang manusia yang jika dipaksa bekerja dan berpikir terlalu banyak akan mengalami konsleting otak, atau sederhananya kelelahan. Lalu malam ini, setelah semua kegiatan gilanya 2 minggu belakangan, Maru bebas sesaat, niatnya ingin menghirup udara segar. Menanggalkan semua stresnya, baik lahir maupun batin.
Namun, notifikasi dari seseorang yang coba ia abaikan 2 minggu ini masuk begitu saja. Tidak hanya menggetarkan ponsel pintarnya tetapi sampai ke sanubarinya. Tangannya gemetar saat sebuah gambar ikut dikirim si pengirim pesan. Belum lagi rentetan pesan panjang, yang entah mengapa bisa ia dengar, berisi umpatan dan kalimat kasar yang sudah menjadi ciri khas nya.
Lalu di akhir pesan membuat bola mata Maru hampir keluar dari sangkarnya. Membuat si pemuda tak sempat membalas pesan, langsung meraih jaketnya yang beberapa saat lalu ia lepas. Maru mengendarai mobilnya cepat, untung sudah cukup malam jadi jalanan lumayan sepi. Ia masih berdebar, takut dan banyak lagi pikiran buruk menghampirinya. Apakah, akankah, bagaimana, mungkinkah... dan rentetan pertanyaan yang tidak pasti terjadi itu menghantuinya.
Hingga setelah sampai ia langsung bergegas turun dari mobil dan berlari memasuki gerbang kos-kosan yang untungnya belum dikunci. Kian berdegup jantungnya kala tepat berdiri di pintu kamar berangka 23. Maru mencoba menenangkan diri, ia ingin mengetuk pintu dan mengetahui keadaan penghuninya. Namun, dirinya juga takut akan banyaknya kemungkinan yang terjadi.
Maru memberanikan diri, ia ketuk pintu kamar itu sebanyak tiga kali. Menunggu harap cemas si pemilik keluar dari dalam. Lengang cukup lama, membuat Maru kembali berpikiran negatif.
Hingga ia berani mengetuk kembali, menguatkan tekatnya yang akan mendobrak pintu jikalau tak ada yang membuka di ketukan selanjutnya. Hingga ia mendengar suara gerutuan dari dalam, diikuti bunyi putaran kunci tanda si pemilik ada di dalam.
Pintu terbuka, menampilkan sosok pemuda yang seperti zombi, lengkap dengan rambut sebahunya yang kusut.
"Anjing banget lo ya, malam-malam ngetuk pintu kosan orang. Kaga ada sopannya lo Bangsat?! Mau ngapain lo? Kebiasaan ganggu tidur orang, besok senin Anjingg, gue ada kelas pagi!"
Maru menelan air liurnya, sepertinya pemuda di depannya ini belum sadar sepenuhnya.
"Malah diem, lo mau apa, Babik? Ga penting gue mau lanjut tidur nih." Matanya hampir terpejam sebelum Maru mengeluarkan suara mencicitnya.
"Kamu tidak melakukan aborsi kan?"
Dari banyaknya kalimat yang ia pelajari sedari kecil, entah hagaimana prosesnya malah kalimat laknat itu yang keluar dari belah bibir tipisnya. Benar-benar tidak ada perhitungan sama sekali terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cara Jatuh Cinta - Markno Fanficton
Fiksi PenggemarCara jatuh cinta setiap orang itu berbeda, bisa karena pandangan pertama atau karena sebuah ketidak sengajaan atau sebab sudah menabung duluan. Apapun itu, Janu mungkin terlalu denial dan Maru tidak mengerti apa itu jatuh cinta. MARKNO FANFICTION MP...