BC | 8

322 66 3
                                    

BAB 8

***

Setelah berdiskusi cukup panjang, akhirnya Melody dan Elang berhasil membuat kesepakatan. Hari ini Melody akan ikut ke Sukabumi tapi keberangkatan mereka ke Klaten diundur sampai tiga hari ke depan.

Seperti yang Elang katakan, mereka harus mempersiapkan beberapa hal. Terlebih Elang baru bergabung ke dalam rencana Melody dan belum memiliki persiapan apapun sebelumnya. Berbeda dari wanita itu yang sudah mempersiapkan segalanya dari jauh-jauh hari. Termasuk Bi Eti yang sudah dikirim ke Klaten dari seminggu yang lalu. Soal pekerjaan, kebetulan Melody sudah menyerahkan semuanya pada sekertaris pribadi yang sudah dirinya percaya tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya.

Segera bertandang ke Sukabumi yang merupakan kota kelahiran Elang, Melody dibuat kesal lantaran pria itu menolak pergi menggunakan mobil miliknya. Beralasan harus mengembalikan motor milik seorang teman yang dipinjam untuk pergi ke Jakarta, Melody terpaksa membonceng Elang dari Jakarta menuju Sukabumi.

Bayangkan!

Melody menghabiskan waktu dua jam lebih berada di atas motor dan hanya melakukan pemberhentian sekali di pom bensin. Ini adalah pengalaman pertamanya menaiki motor selama itu. Dulu pernah, tapi hanya sekadar dari rumah menuju minimarket yang hanya membutuhkan waktu kurang dari lima menit.

Andai Elang tidak memandang dirinya sebelah mata, mana mungkin seorang Melody Agsaina Lavani sudi dikerjai seperti ini.

"Kalau nggak sanggup naik motor ya udah, jangan ikut. Simple 'kan?"

"Ck! Kamu pasti berpikir aku akan menyerah dan membiarkan kamu pulang ke Sukabumi sendirian 'kan? Ohh, jangan harap Elang. Aku akan tetap ikut."

"Kamu yakin? Perjalanan yang kita tempuh bukan satu atau dua menit, melainkan berjam-jam."

"Siapa takut?!" Tantang Melody sambil mengangkat dagu.

"Oke. Aku nggak masalah selama kamu nggak bikin repot." Elang menyahuti cuek seraya naik ke atas motor.

"Kita mampir beli helm dulu buat kamu."

Yang Melody balas dengan deheman pelan.

Jadi kira-kira begitu lah mengapa Melody kekeuh ikut ke Sukabumi meskipun harus naik motor yang membuat pinggangnya sakit. Selain ingin memastikan Elang tidak kabur, Melody tidak pernah suka dipandang remeh oleh orang lain. Meski sebenarnya cukup menyesal karena memutuskan ikut bersama Elang.

Demi apapun, pinggangnya terasa remuk redam.

"ELANG AKU LAPARRRRRRRR!!" Teriaknya tepat di samping telinga Elang yang tertutup helm murah namun sudah berstandar nasional.

"Aku nggak tuli!" Omel pria itu seraya menolehkan kepalanya sedikit.

"Kita berhenti dulu di resto, cafe, atau tempat makan apapun yang penting perutku kenyang."

Elang hanya mengangguk singkat tanpa bersuara apapun.

"Kamu denger aku ngomong nggak sih?!" Melody kembali berseru kencang dengan ekspresi jengkelnya.

Seharian ini dia baru makan satu kali dan itu pun sewaktu sarapan bersama anggota keluarganya. Di cafe dia hanya sempat minum kopi sebelum berlari mengejar Elang yang kabur duluan. Setibanya di kosan pria itu juga sama saja. Bak ibu tiri, si kejam Elang tidak memesankan makanan apapun untuknya dengan beralasan sibuk karena harus menyiapkan barang yang akan dibawa ke Sukabumi. Padahal pria itu hanya pergi dengan membawa tas ransel kecil yang isinya saja mungkin hanya dompet dan satu set baju.

Sudah lebih dari dua jam mereka menempuh perjalanan dan sekarang perutnya sudah tidak tertolong lagi. Bunyi kruyuk-kruyuk sudah dirinya dengar berkali-kali sebagai bentuk protes lantaran perutnya belum terisi makanan lagi setelah berjam-jam berlalu.

Business CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang