1. Summer & Aisyah

721 55 2
                                    

Satu bulan kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Satu bulan kemudian.

"Astaghfirullah hal'adzim." Aisyah mengelus dada saat mendapati pintu kamar kosnya digedor tanpa kesan lembut sama sekali. Matanya melirik jarum jam yang menempel pada dinding, masih pukul enam lewat lima belas pagi dan dia baru saja selesai menunaikan ibadah sholat subuh yang sedikit terlambat. Tangannya hendak menyentuh mushaf namun terhenti karena, Nata, teman satu kampusnya yang tinggal di kamar sebelah membuat keributan.

Cepat gadis yang masih dalam balutan mukenah putih itu beranjak dari sajadah, membuka pintu kamar sambil berseru meminta seseorang di luar sana untuk tidak lagi membuat keributan pagi-pagi buta. Kasihan tetangga mereka.

"Kenapa sih, ribut-ribut?" Tanya Aisyah sambil menggeleng pelan saat Nata segera menerobos masuk tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Gadis yang hanya mengenakan kaos lengan panjang juga celana training tanpa hijab membaringkan tubuh telentang di atas ranjang Aisyah. Kelopak matanya menutup, sambil deru napas menggebu berusaha ia atur sedemikian rupa.

Menggelengkan kepala pelan, Aisyah bergerak menuju sajadah yang masih tergelar di lantai. Tanpa membuka mukenah, gadis itu berjongkok dan melipat alas sholatnya.

"Kenapa lagi hari ini? Ada tikus di kamarmu?"

Bukan sekali dua kali Nata berulah seperti ini, malah selama Aisyah resmi menjadi anak kosan di gedung ini Nata suka sekali menggedor pintu kamarnya tak tentu waktu. Mau itu pagi, siang, sore, malam, kapan dia merasa butuh waktu mengganggu Aisyah maka akan dia lakukan. Karena jujur saja, di gedung kosan ini Nata hanya akrab dengan Aisyah. Menurutnya, Aisyah adalah cerminan dari makna bunga melati yang suka di tanam ibunya, anggun, sederhana, dan yang terpenting Aisyah itu sopan dan tutur katanya lembut, enak di dengar. Tidak seperti anak kos lainnya, yang selalu saja mengajak Nata adu debat tiap ada kesempatan.

Menyimpan sajadah di atas rak, Aisyah lanjut menanggalkan mukenahnya, membiarkan surai sehitam arang miliknya terlihat dalam pandang mata sosok yang sekarang memonopoli ranjangnya.

Kedua mata Nata terbuka, gadis itu mengubah posisi menjadi berbaring telungkup sedang matanya memperhatikan kegiatan Aisyah lekat. "Hari ini aku masuk kerja dari shift pagi, ci Leni bilang ada satu anggota yang minta cuti jadi aku di suruh buat bantu." Bibirnya mencebik, teringat kembali kejadian lima belas menit lalu. Nata masih asik bergelung di alam mimpi saat itu, tapi terpaksa bangun karena terusik dengan dering ponsel yang tak kunjung berhenti.

Saat itu dia tak terlalu berpikir untuk melihat siapa yang melakukan panggilan telpon ke nomornya di pagi buta, sampai suara khas perempuan berdarah Tionghoa-Indonesia membuat kantuknya sontak hilang. Apalagi fakta jika ci Leni -owner kafe tempat dia dan Aisyah bekerja paruh waktu- memintanya untuk masuk full time hari ini karena salah satu karyawan minta cuti. Dia tetap dapat bonus tambahan sih, tapi tetap saja dia terpaksa memangkas waktu tidurnya hanya demi masuk kerja lebih awal. Memang, selama Nata bekerja di kafe itu dia selalu membenci shift pagi.

Aisyah [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang