3. Summer & Aisyah

590 54 5
                                    

Seperti biasa -setiap paginya- Nata selalu datang dengan heboh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seperti biasa -setiap paginya- Nata selalu datang dengan heboh. Menggedor pintu kamar kos Aisyah berulang-ulang. Sudah tak acuh dengan penghuni sekitar kos yang selalu protes akan tingkahnya. Hari ini, dia datang karena harus mengikuti bimbingan di pagi hari karena dosen pembimbingnya akan segera pergi umroh tepat sorenya. Janji awal jam sembilan di mundurkan satu jam, Nata sudah guling-guling tak jelas di atas kasur Aisyah sambil sesekali iris coklatnya menatap jam dinding yang bergerak-gerak dengan kening mengerut. Dia malas untuk hadir, tapi mengingat jika dosen pembimbingnya akan pergi ke luar negri nyaris sepuluh hari lamanya, membuat Nata berkeharusan hadir -karena dia ingin cepat lepas dari bangku perkuliahan.

Pintu kamar mandi terbuka, Aisyah keluar dengan satu set pajama katun bermotif pola abstrak. Handuk berwarna hijau mentereng membungkus rambutnya yang basah.

"Lho, masih di sini kamu? Kirain udah pergi ke kampus."

Nata mencebik, ogah-ogahan dia berusaha bangkit dari posisi berbaringnya. Sekali lagi kepalanya melongok ke arah jam dinding, lalu menghela napas pelan. Sudah jam tujuh lewat lima belas, Nata harus segera mandi dan bersiap jika ingin wisuda tepat waktu.

"Aku perlu gamis Aisyah -kamu tahu kan dospem aku tuh dari ketat banget peraturannya- pinjam satu dong." Tangan Nata terulur malas-malasan, detik berikutnya dia kembali menjatuhkan tubuh ke atas ranjang lalu berguling-guling tak jelas sampai sprei yang tadinya rapi jadi kusut tak terkira.

Aisyah terkikik geli, langkahnya berayun menuju lemari kayu kecil tepat di depan kasur. Membukanya lalu mengeluarkan gamis yang paling panjang dari yang lain. Tinggi badan Nata dan Aisyah cukup jauh beda. Nata memiliki badan berisi namun tidak sampai di kategorikan gemuk, dan lebih tinggi sejengkal dari Aisyah. Setelah mendapatkan gamis berwarna biru gelap, Aisyah segera memberikannya pada Nata yang kini sudah kembali duduk dengan tampang lesu.

"Mau pinjam jilbabnya sekalian?"

"Nanti dulu, aku belum siap jadi ukhti," jawab Nata cepat sambil jari telunjuknya teracung lalu bergerak ke kiri dan kanan tiga kali.

Memang di antara mereka bertiga -Rahma, Aisyah dan Nata- hanya gadis asal bandung ini saja yang belum sepenuhnya berpenampilan syar'i -terlepas dia berkuliah di universitas Islam. Nata masih suka melepas untaian kain penutup kepala. Saat bekerja dia lebih nyaman memakai seragam kemeja coklat lengan pendek dengan jeans ketat, rambutnya akan dia ikat ponytail atau jika tak ingin repot dengan helai rambut yang menampar pipi, maka Nata akan menggelungnya tinggi-tinggi. Membiarkan lehernya terekspos sempurna.

Bukan tidak pernah Aisyah dan Rahma menegurnya -mereka bahkan menegur kebiasaan Nata itu hampir tiap hari- tapi Nata hanya menanggapinya dengan senyum. Dan sebagai bentuk apresiasi dari usaha kedua sahabatnya itu, Nata akan selalu memakai jilbab jika di sekitar mereka berdua. Baik di kampus, tempat kerja, atau bahkan di saat mereka jalan-jalan bersama.

"Gamis yang kemarin di belikan Rahma kemana memangnya?" tanya Aisyah sambil duduk di sebelah Nata yang masih menampilkan raut lesu.

"Entahlah, kalau gak salah ingat ... aku tinggal di rumah," jawab Nata asal. Gadis dengan rambut tergerai kusut itu berdiri, masih dengan memasang raut lesu dia berjalan menuju pintu kamar kos Aisyah dan membukanya seukuran tubuh. Kepalanya melongok keluar lalu kembali melihat Aisyah. "Kayaknya aku bakalan lebih sering pakai jilbab deh, sekarang. Soalnya ada bapak-bapak di tikungan biasa kita ke kafe, yang suka liatin ... ini." Kornea coklat matanya turun ke bawah -nyaris juling- melihat dadanya.

Aisyah [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang