0. Summer & Aisyah

1.1K 57 1
                                    

"Assalamu'alaikum Ibu, Aisyah pulang!" Seruan dari gadis berwajah lembut memasuki rumah dengan nuansa kayu hampir di tiap sudut, bahkan perabotannya juga kebanyakan berbahan kayu dan rotan yang di pelitur mengilap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Assalamu'alaikum Ibu, Aisyah pulang!" Seruan dari gadis berwajah lembut memasuki rumah dengan nuansa kayu hampir di tiap sudut, bahkan perabotannya juga kebanyakan berbahan kayu dan rotan yang di pelitur mengilap.

Sudah dua tahun dia tak pulang, menjadi mahasiswi di salah satu Universitas Islam terkenal di ibukota memaksa Aisyah untuk bekerja lebih keras. Sebagai mahasiswi penerima beasiswa kampus, membuat Aisyah harus mempertahankan nilai agar tidak turun demi mempertahankan beasiswanya. Kegiatan ekstra kampus juga harus ia ikuti sebagai syarat wajib bagi penerima beasiswa seperti dirinya. Belum lagi, dia harus kerja paruh waktu untuk meringankan beban kedua orang tuanya di kampung. Walau di bebaskan dari uang kuliah, tapi Aisyah tetap perlu uang untuk tempat tinggal, makanan, juga serba-serbi dana tak terduga keperluan lainnya.

Aisyah masuk ke dalam rumah yang tidak terkunci, pintunya hanya dirapatkan saja. Aroma khas rumah yang dia rindukan memenuhi indra penciuman, hati Aisyah menghangat. Dia rindu bapak dan ibu, tapi sepertinya dua manusia kesayangannya tidak ada di rumah.

Mungkin mereka di kebun, pikirnya.

Meletakkan tas sandang kecil di samping lemari TV, Aisyah duduk di kursi rotan tunggal. Pikirannya menerawang pada masa-masa saat dirinya tidak bisa pulang di hari lebaran, bahkan saat Mas Ridho -abangnya- menikah, ia juga tak bisa berhadir.

Enam bulan lalu Mbak Inggit -kakak iparnya- lahiran anak pertama, perempuan. Saat itu, Aisyah hanya bisa melihat keponakannya dari balik layar handphone. Sekarang, dia tak sabar untuk bertemu secara langsung. Dia penasaran, seimut apa anak pertama abangnya itu.

Derit lantai kayu memasuki rungu, Aisyah segera beranjak dari duduknya dan menghampiri pintu. Dia sudah bisa mendengar suara Ibunya berpamitan dengan seseorang di luar sana. Ah, Aisyah lupa rutinitas rutin Ibunya. Sekarang hari Jum'at, sudah pasti ibunya pergi ke pengajian.

"Lho, kok pintunya kebuka? Bapak udah pulang, kah?"

"Aisyah yang pulang, Ibu." Pertanyaan monolong sang Ibu Aisyah jawab. Gadis dalam balutan abaya hitam itu merentangkan tangan, meminta Ibunya masuk ke pelukan. "Peluk," rengeknya manja.

Mardiyah -ibunya- tersenyum haru, cepat dia berjalan ke arah anak perempuannya, peluk penuh haru ia berikan. Hangat, pelukan dari seorang ibu akan selalu hangat. Aisyah merindukan ini.

"Kapan sampainya, Nak? Kok gak bilang kalo pulang? Dan, Ya Allah, kamu gak makan Aisyah? Kok kurus begini. Nih, masa ibu ngerasa kayak meluk tulang."

Melepaskan tautan peluk, Aisyah mencebik. Bibir bawahnya maju satu centi ke depan. "Masa anaknya di samain tulang sih, Ibu. Tengkorak dong Aisyah," rajuknya.

Aisyah [Discontinue]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang