Three

5 7 1
                                    

Keanehan









Waktu terus berjalan. Tak sedikit pun memberi Rin kesempatan untuk menolak tawaran dari Yamato. Dan keputusan akhirnya adalah Rin dan semua orang di sana setuju untuk mengikuti Yamato dan pergi ke tempat penginapan itu. Tapi ada satu masalah lain yang belum terselesaikan. Ketidaksetujuan Ryuzaki.

"Ini sudah hampir menuju malam Ryu, kita tidak punya pilihan lain selain setuju dengan tawaran Yamato." Rin mencoba menjelaskan semuanya kepada Ryuzaki. Laki-laki itu sangat tidak setuju dengan usulan yang Yamato buat.

"Tapi, Rin, kau tidak merasakan hal aneh? Dia mengetahui tempat ini dengan jelas. Penginapan murah di tempat seperti ini? Sudah jelas kan? Kau belum tahu jika rumah-rumah yang dijual murah di Tokyo atau apartemen-apartemen yang disewakan murah itu selalu ada kasus di dalamnya. Aku tetap menolak! Kau juga jangan ikut dengannya!" Ryuzaki tetap kukuh dengan pendiriannya.

"Ryu, ayolah, semua itu tidak ada hubungannya dengan tempat ini. Kita juga hanya menginap di sini selama beberapa hari saja. Setelahnya kita akan kembali pulang." Rin masih berusaha membujuk Ryuzaki agar setuju. "Ini sudah hampir gelap. Lihat, anak-anak yang lain pun menunggumu. Hanya keputusanmu yang menjadi penentu." Ia terus mencoba meyakinkan temannya itu. Ia merasa tidak enak kepada yg lain karena Ryuzaki yang terus keras kepala.

Ryuzaki mengusak wajahnya dengan tangan, lalu mendesah tidak sabaran. "Ok, aku setuju! Tapi itu bukan berarti aku percaya pada si bajingan itu. Tapi karena aku menghormati kau dan yang lainnya."

Keputusan akhir Ryuzaki membuat Rin tersenyum senang. "Terima kasih, Ryu," gumamnya sambil menepuk pelan pundak Ryuzaki. Kemudian Rin mengajak temannya itu untuk berkumpul lagi bersama Ryo, Mizaki, Yamato dan Kentaro. Mereka semua akan menuju tempat penginapannya.

"Tempat penginapannya itu ada di kaki gunung Hagurosan. Kita hanya tinggal mengikuti jalan ini, terus... Sampai ke arah gunung itu," kata Yamato sambil menunjuk gunung tinggi yang ada di depan mereka.

"Apa jaraknya jauh?" tanya Mizaki sambil melihat gunung itu.

"Ya, lumayan jauh, tapi tidak sejauh yang kalian kira," jawab Yamato.

Sejak tadi, Ryuzaki merasa tidak nyaman dengan tempat ini. Ia memang penakut, tapi ia merasa aura mistis di tempat ini begitu besar. Seperti banyak mata memandang yang menatap ke arahnya tanpa tahu siapa pelakunya. Jika itu ulah orang-orang desa, kenapa mereka tidak keluar saja dari tempat persembunyiannya dan melarang mereka untuk berkunjung?

Tiga puluh menit berlalu. Akhirnya mereka sampai di tempat penginapan itu. Setelah melewati hutan, pesawahan yang panjang dan sekarang berakhir di tempat dengan bangunan kayu gaya Jepang yang besar dan luas.

"Kita sudah sampai," ucap Yamato, ia tersenyum setelah berbalik dan memperlihatkan bangunan luas di depannya.

"Kenapa penginapan ini sangat jauh dari desa?" tanya Mizaki heran. Ketika ia menoleh ke samping, ia melihat ada tangga yang menuju ke atas gunung. "Hei, bukankah tangga itu, tangga pendakian gunung, ya?"

Mereka semua melihat tangga yang tepat di sebelah bangunan itu, tangga yang mendaki gunung sampai ke puncak.

"Ayo masuk ke dalam dan menanyakan apakah ada kamar yang kosong atau tidak," ajak Yamato kepada mereka.

Bangunan besar dan panjang itu diperkirakan luasnya mencapai kurang lebih 50 meter. Dengan lampion berwarna merah sebagai penerangnya. Mereka semua melepas sepatu sebelum masuk ke dalam bangunan itu.

Saat memasuki salah satu ruangan di bangunan itu, bau semerbak bunga memenuhi seisinya. Rin tidak tahu wangi bunga apa ini, tapi baunya sangat menyengat dan menyiksa penciumannya.

Tak lama setelah itu, terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Bau bunga itu semakin kuat saat seorang wanita dengan pakaian Kimono dan gaya rambut Geisha-nya muncul dari lorong gelap.

Dia sangat cantik dengan balutan pakaian berwarna merah itu. "Ada yang bisa saya bantu?" Dia bertanya dengan suara yang sangat lembut.

"Kami ingin memesan tempat. Apa masih ada?" Ucapan Yamato membuat yang lain terlonjak kaget, karena mereka masih dalam suasana terpana oleh kecantikan wanita itu.

"Tentu saja, tuan," jawab wanita itu. "Tapi kami hanya punya dua kamar tersisa." Dia terdiam sejenak, lalu menambahkan, "Kamar yang lain sudah penuh."

"Nah bagaimana? Hanya ada dua kamar yang tersisa?" tanya Yamato sambil melihat satu per satu ke arah Mizaki, Ryo, Kentaro dan Rin.

"Bagaimana Rin? Kita terima saja, ya? Lagipula di luar sudah gelap dan tidak ada tempat lain selain di sini," ujar Ryo dan disetujui oleh Mizaki dan Kentaro.

Tanpa menimbang lebih lama, Rin setuju dan mengangguk. "Iya, kita tidak punya pilihan lain," katanya, lalu cepat-cepat menambahkan, "Ryuzaki akan sekamar denganku karena dia tidak akan mau tanpa aku. Lalu, ada lagi yang mau sekamar denganku? Kita akan dibagi menjadi dua kelompok."

"Aku! Aku!" Ryo menyalonkan diri sendirian sambil mengangkat tangannya. "Aku ingin sekamar denganmu Rin!" tambahnya.

"Ok baiklah, sudah diputuskan. Aku, Ryuzaki dan Ryo akan sekamar. Yamato, Mizaki dan Kentaro yang akan bersama di kamar satunya. Kalian setuju?" tanya Rin sambil menoleh ke kanan dan kiri.

Mereka mengangguk setuju dan setelah itu Yamato melanjutkan memesan kamarnya sampai dia mendapatkan kunci kamar untuk mereka. Satu kunci diberikan kepada Rin dan satunya dipegang oleh Yamato.

Rin, Ryuzaki dan Ryo menuju kamar mereka yang sudah diberi tahu arahnya oleh wanita tadi. Mereka masuk ke kamar itu dan mulai menyimpan barang-barang mereka di tempatnya masing-masing.

Kamar yang diisi satu lemari berukuran sedang, meja bundar di pojok kamar dan dua buah Futon untuk alas tidur. Tidak ada jendela, hanya ada ventilasi udara di atas pintu maauk.

"Hanya ada dua Futon, bagaimana ini?" tanya Ryo sambil menatap Rin dan Ryuzaki.

"Kita rangkap saja supaya bisa digunakan untuk tiga orang," jawab Rin.

"Ok!" sahut Ryo. Mereka semua bekerja sama menyusun tempat untuk tidur dan saat sedang berkemas, Ryo tiba-tiba berkata dengan suara bisik-bisik pada Rin. "Oi, kau mencium bau itu tidak?" tanyanya.

Alis Rin terangkat. "Bau apa?"

"Bau bunga yang menyengat. Tapi aku tidak tahu bau bunga apa itu," ucap Ryo, lalu dia terlihat berpikir. "Kau tahu kira-kira bunga apa itu?"

"Baunya aneh. Itu sangat menusuk ke dalam hidung, sampai-sampai kau bisa merasakan hawa terbakar di hidungmu."

Ryo terlompat kaget ketika Ryuzaki tiba-tiba bersuara. Ia sampai mengelus dadanya karena jantungnya berdetak sangat cepat.

"Ryu benar. Aku juga merasakan hawa terbakar di dalam hidungku," gumam Ryo.

"Sudahlah, lebih baik kita istirahat saja. Kita akan membahasnya saat sudah pagi, ok?" ujar Rin. "Ini sudah malam juga."

Mereka berdua mengangguk menanggapi ucapan Rin, kemudian mereka bertiga masuk ke dalam Futon, menyamankan diri dan tertidur.

Higanbana TerrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang