Saat ini Fara tengah mengekor cowo yang sudah dari kecil bersamanya dan berstatus sebagai pacarnya sejak 3 tahun yang lalu, tepatnya sast mereka duduk di bangku SMP. Fara pasti sudah menolak untuk melakukan aktivitas di luar ruangan hanya untuk latihan basket, namun jika yang menyuruh adalah pacarnya, mana berani dia melawan.
“Panas banget, masa mau latihan sih mending scroll TikTok di kamar gak sih bro?” Fara mengawali percakapan setelah beberapa menit terjadi keheningan. Mereka berdua memang rutin melakukan latihan berdua di rumah Rafa yang terdapat lapangan di samping rumahnya. Dari kecil mereka suka bermain bersama, baru saat SMP mereka mengikuti ekstrakurikuker basket dan mulai lebih dekat, berakhir dengan status taken. Saat ini di SMA, mereka mengikuti kembali ekstrakurikuler tersebut dan sering andil bersama tim memenangkan pertandingan.
“What did u call me with?” Cowo itu membalikkan badannya sempurna ke arah cewe yang berada di belakangnya sejak tadi, wajahnya datar seperti biasanya. “Bro? There’s something wrong?” Fara menjawab dengan wajah tidak berdosa, ia berpikir tidak ada yang salah dengan apa yang telah dikatakannya.
“Im not ur brother bby, manggil yang bener” Cowo itu mulai terang-terangan menunjukkan ketidaksukaannya terhadap kata yang telah diucapkan gadisnya itu.
“Iya, maaf ya sayangku yang ganteng, baik, pinter. Gak usah latian ya. Panas, cape, ok?” Fara mulai mengerti apa yang salah, bahkan dipanggil bro saja sudah mampu membangkitkan emosi cowo itu. Memang ia perlu hati-hati jika ia tak mau berakhir dengan keadaan yang buruk.
“Latiannya sore, kita makan dulu” Putus Rafa setelah mendengar keluhan cewe yang dari tadi tidak terlihat mempunyai semangat untuk hidup. Tanpa diingatkan pun, cowo itu sudah memutuskan latian sore nanti, tujuan ia mengajak gadis itu kesini sekaarang untuk hal yang lain.
Cowo yang mengenakan kaos hitam polos ber merk crocodile itu menarik tangan gadisnya untuk memasuki rumahnya dan berhenti saat mereka sampai di ruang makan yang mejanya sudah terdapat makanan. Benar, Rafa mengajak Fara untuk makan siang.
Mata gadis itu menangkap makanan yang sudah disiapkan pacarnya di atas meja itu. Gadis itu memutar ulang ingatannya beberapa hari ini untuk mengingat kesalahan apa yang telah dilakukannya sampai ia harus menerima hukuman dari cowo yang saat ini sudah duduk dengan mengangkat satu kakinya dan menatapnya dengan arogan.
“Duduk” Gadis yang mendengar ucapan itu sudah menyadari kalau ia dalam situasi berbahaya sekarang, Fara tak ingin menambah masalah dan ia pun duduk dengan kepala menunduk tanpa berani menatap cowo yang ada di depannya. Persetan dengan rasa kantuknya, jantungnya sekarang berdetak lebih cepat membuatnya panas dingin. “Aku salah apalagi, Raf?”
“Jadi kamu gak tau salah kamu apa?” Cowo itu mulai berdiri mendekati Fara yang tertunduk dari tadi. “Atau emang kamu gak ngerasa bersalah sama sekali?” Rafa mendudukan setengah dirinya di meja tepat di hadapan gadisnya. Tangan kanannya terulur pada dagu Fara untuk membuatnya menatap saat dia tengah bicara. “Jawab sayang”
“Aku gak akan nyuruh kamu dua kali” Cowo itu menyampirkan beberapa helai rambutnya ke belakang telinga yang tentu saja membuat Fara semakin ingin menghilang dari muka bumi. “Aku minta maaf, Rafa”
“No, bby. Not yet” Rafa menyilangkan tangannya di depan dada menambah aura intimidasi untuk gadisnya. “Explain urself first”
“Aku pergi diem-diem kemarin buat nonton balapan pulang malam banget dan…” Lidah gadis itu kelu untuk mengakatakan fakta terakhir yang sangat berisiko itu. “Dan?” Cowo itu menuntut Fara mengatakannya secara lengkap tanpa ada yang disembunyikan.
“Dan dianterin pulang sama cowok” Fara mengakhiri ucapannya dengan susah payah. “Who’s him?” Gadis itu meneguk salivanya, ia tak mau orang lain ikut terkena imbasnya termasuk cowo yang mengantarnya pulang.
“Emm aku gak tau namanya, gak sempet kenalan dia cuma nganterin aku pulang habis itu udah” Fara mengatakannya tanpa menatap mata cowo itu, melihat kea arah lain yang membuat Rafa tau bahwa gadisnya tengah berbohong. “Try to lie again?” Cowo itu mulai berdiri dari duduknya
“No, ok Rafa he’s Brian” Gadis itu segera menahan lengan cowo itu dan membuatnya duduk kembali. Bisa gawat jika cowo itu pergi dalam keadaan masalah belum berakhir. “Dia Cuma mau bantu aku, gak ada maksud lain kok. Aku gak bohong. Disini aku yang salah sepenuhnya”
“Absolutely that’s on u, tryna be bad, don’t u?” Cowo itu menyeringai setelah gadisnya menjelaskan semuanya yang sebenarnya ia sudah tau. “Naughty”
“Im sorry” Cowo itu masih bergeming tidak mengatakan sepatah kata apapun, masih menatap tajam gadisnya.
“Kapan sih kamu ga bandel?” Tangannya terulur untuk menyentil kening Fara, bukan sentilan yang terlalu keras. Namun bagi Fara tetap terasa sakit.
Fara merasakan perih di keningnya dan mencoba menghilangkan rasa sakit itu dengan mengelusnya. “Emang nonton balapan haram sampe dibilang bandel?”
“Jawab lagi, berani sekarang?” Rafa mengapit kedua pipi Fara
“Iya enggak lagi, maaf” Fara mencoba melepaskan pipinya dari tangan pacarnya“Enggak apa? Bilang yang bener” Cowo itu menurunkan tangannya dari pipi gadis itu dan beralih mengambil mangkok berisi salad sayur yang tadi sudah berada di meja, mendekatkan kea rah gadis itu.
“Jangan ya, please. Lain kali gak gitu lagi deh” Seakan tau maksud cowo itu mendekatkan mangkok itu kepadanya, ia pun meraih tangan Rafa dan mengelusnya perlahan untuk membujuk cowo itu supaya ia tidak perlu memakan salad sayur yang menjadi konsekuensinya kali ini karena telah melawan cowo itu.
“Kasih tau aku alesan kenapa aku harus bebasin kamu secara cuma-Cuma?” Gadis itu mengarahkan tangan cowo itu ke dahinya “Tadi aku sempet demam, makanya lemes tapi sekarang udah mendingan”
Memang benar badan gadis itu sedikit panas, namun Rafa kira karena kepanasan bukan demam. “Beneran sakit tadi” Tangan cowo itu berpindah dari dahi menuju leher untuk memeriksa lebih lagi suhu badannya “Kenapa gak bilang dari tadi?”
“Karena aku udah ngerasa baikan, tapi aku gak mau makan itu, seenggaknya jangan pas aku gak enak badan” Fara meletakkan kepalanya di atas paha cowo itu berusaha bersikap manja. Ia ingin aktingnya terlihat senatural mungkin. Sebenarnya suhu badannya memang panas karena matahari bukannya demam.
Rafa mengelus lembut rambut gadis itu yang berada di pahanya. “Mau tidur aja? Udah minum obat?” Fara bersorak dalam hati, Rafa membebaskannya kali ini dan ia tak perlu memakan makanan sialan itu
“Mau tidur disini aja sama kamu”
“Ya udah, bangun dulu sayang kita ke depan sambil nonton jangan disini nanti badan kamu sakit” Cowo itu mulai mengajak gadisnya bangun dan berpindah ke ruang tamu untuk istirahat. Fara menghembuskan nafasnya lega diam-diam karena Rafa sudah melunak. Setidaknya ia aman saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Height of Love
Teen Fiction"Masih percaya teori cowo bad boy tapi nggak brengsek?" "Kadang yang cewe suka itu bukan bad nya tapi obsesi nya" "Toxic kalo lo suka hubungan yang timbul karena obsesi" "Anggap aja gue lebay, tapi definisi kata kita beda" "Anggap aja gue bego, jela...