Sebelum membaca Ukiran Realita, Rube merekomendasikan untuk mencari playlist berjudul 'Ukiran Realita' di Spotify untuk menemani kegiatan membaca kalian.
⋇⋆✦⋆⋇
Bukankah hal yang normal bila kita semua menyukai kedamaian? Mencapai sebuah kestabilan yang semua orang idamkan.
Tapi, setelah itu apa?
Kehidupan statis yang berlanjut sama, repentitif tak pernah ada jedanya. Sudah jelas, dan tak ada bedanya.
•••
Kita semua memang suka keseimbangan, keselarasan. Tak merasa perlu berpikir, tentu begitu juga denganku. Melakukan hal yang dinamai rutinitas itu selama bertahun-tahun tanpa jeda. Sebuah hal yang wajar untuk bayaran kedamaian, dan ketentraman. Rasanya walau mataku tertutup, aku masih bisa berjalan ke kantor. Tepat 1864 langkah.
Sampai kau menyobek semuanya, tatanan sistem paling sempurna yang pernah aku ciptakan.
"Joonghyuk-ah." Aku ingin merengut suaranya agar tak pernah lagi menyebutku dengan suara semanis madu itu lagi.
Aku ingin menghilangkannya dari dunia, mengembalikan posisi statisku dan membuang dinamika baru seperti Kim Dokja. Penghindaran macam apa saja yang telah aku lakukan, mungkin terlihat konyol dan menggelikan. Tapi ternyata kau dapat mengimbangiku, menemukan dimanapun aku berlari dan bersembunyi.
"Apa kau kesepian sekali kalau tak ada aku hm?" Satu pukulan tinju mungkin bisa membungkam mulut kurang ajarnya itu, namun tanganku tak pernah bergerak dari tempatnya. Hanya memandanginya dengan wajah kaku yang kumiliki.
Senyuman itu melengkung lagi, membuatku ingin terjun dari lantai tertinggi yang ada di kantor ini. Pelarian apa lagi yang aku perlukan agar kau tak lagi menangkapku?
Kalau begitu tangkap aku.
Entah mengapa kau menghilang disaat tepat aku memutuskan untuk menyerah, dimana tanganmu untuk menangkapku itu? Dimana suaramu yang memanggilku itu? Akhirnya aku melakukan kegiatan repentitifku lagi tanpa melupakan gangguan dinamika semu Kim Dokja. Setidaknya beritahu aku sesuatu sebelum meninggalkanku seperti ini.
Bibit malfungsi yang tak bisa ku pangkas itu membuat perasaan sesak ini berkali lipat lebih terasa, menyadari betapa kotornya kegiatan yang biasa kusebut rutinitas ini. Rasanya aku bisa memikirkanmu memanggil namaku lagi besok pagi, menyempatkan limabelas menit di atas kasur sebelum bangkit untuk mandi dan bersiap.
Suara ketik membuatku menguap, dan mengantuk. Dampaknya americano dengan tambahan dua shoot untuk membuatku tetap terjaga. Terjaga secara fisik, dan secara naluri. Karena rasanya kode binner dalam kepalaku memiliki angka selain 0 dan 1. Malfungsi.
Tanpa sadar gelombang pergerakanmu itu merancang paru-paru, suaramu menghadirkan udara yang mengisi ruangan. Membuatku sadar bahwa aku bisa bernafas, setelah sekian tahun. Menarik, dan membuangnya dengan egois saat bersamamu.
Sebagai manusia aku melupakan adrenalin saat menemukan jawaban dari letusan kebingungan yang kau ciptakan, bagaimana tubuh yang sejatinya adalah hewan yang menyukai semua remahan dosa kotor dan busuk itu.
Hal-hal kotor seperti membayangkan bibirku ini membungkam milikmu.
Hari-hariku menjadi sendu, cahaya yang masuk ke dalam retinaku seperti memiliki efek untuk menjadikan semua objek yang ku tatap menjadi melankonis. Saat melihat laut, melihat bintang, melihat acara telenovela TV yang menggelikan itu. Tolong enyahlah dari pikiranku, dari tubuh dan pembuluh darahku.
Setiap nafas yang aku hembuskan sekarang terasa kompleks dan berat. Menyempatkan waktu lima belas menit sebelum berangkat kerja bukan hal yang bijak untuk dilakukan, aku melakukannya agar setidaknya keberadaan Kim Dokja yang menjamur dalam otakku dapat pergi saat bekerja.
"Kau kapan balas pesanku?" Nyatanya tanganku selalu bergerak mencari benda kotak yang tak menunjukan notifikasi apapun.
Pesan yang aku nantikan itu tak pernah muncul, dan kotak pesan yang terakhir ku kirim itu tak pernah berubah semenjak dua bulan yang lalu. Sebenarnya kau ada dimana? Meninggalkan ku sesukanya, tak pernah ada yang bilang kalau itu adalah hal baik.
Tak pernah aku bilang kalau itu hal baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ukira Realita [JoongDok]
FanfictionKehidupan sistematis Yoo Joonghyuk yang dikacaukan oleh suatu realita asing seperti virus yang dengan cepat menggandakan diri dan menyebar menyerang seluruh fungsional kehidupannya. Tak lain, tak bukan-Kim Dokja. Tidak ada hubungannya dengan canonic...