Omongan kosong yang sebenarnya serius itu langsung ditampis dengan tindakan rasional lelaki itu, menggendongku perlahan dari ayunan dengan kesusahan. Hangat tangannya membekas diputaran pergelangan tanganku.
Tak mudah membawa seorang pria paruh baya yang mabuk, dan banyak menggumankan hal memalukan. Namun, lelaki yang terlihat rapuh itu tetap berusaha untuk membawa manusia mabuk sepertiku ini ke depan pintu apartemen yang berada di lantai delapan.
"Kau berat sekali." Aku tak menjawab apapun.
"Sandinya?"
Tenggorokanku mengerahkan semua tenaganya untuk memberikan suara, "9158" jemarinya sedikit ragu untuk menekan nomor-nomor yang tertempel di gagang pintu.
Setelah terbuka yang terlihat hanyalah ruangan gelap tak terlalu berisi, beberapa gelas berisi kopi kering dan pot dengan tanaman yang sudah layu. Melambangkan keadaanku yang menyedihkan, seorang pria yang sudah tak punya orang lain. Mungkin adikku akan menendang, dan mengataiku.
Namun Kim Dokja sepertinya terkejut melihat keadaan apartemen usang yang ditinggal pemiliknya memikirkan hatinya sendiri yang tak jelas mau merajuk kepada siapa. Lelaki itu dengan sedikit kasar, mungkin hampir bisa dibilang melemparku ke sofa yang ada di ruang depan.
"Kenapa kau jadi seperti ini? Apa kau sedang patah hati?" Dasar bodoh, benar-benar bodoh. Darahku sudah mendidih mendengarnya, ditambah lagi dengan efek tendangan minuman modern yang meracuni pikiran untuk berbuat semaunya.
Lidahku yang tak pernah berkata apapun akhirnya lincah bergerak, "Karena aku memikirkanmu." Satu kata itu membuatnya terdiam, tangannya memberikan gestur klise untuk seorang yang tak percaya.
Ia menganggapku bercanda. Orang lain mungkin bisa berpikir kalau Kim Dokja sepertinya buta, melihat keadaanku yang di luar nalar ini seharusnya membenarkan fluktuasi arah pemikirannya.
"Lee Seolhwa mencampakanmu ya? Seharus-"
"Aku mencintaimu Kim Dokja." Akhirnya aku membungkamnya, dengan bibirku. Alkohol seperti pelumas yang dituang pada rantai kesadaranku yang kaku.
Aku hanya sedikit mabuk dan sadar akan kata-kataku, semua acara minum-minum kantor juga pasti akan membuatnya sadar kalau aku tak akan kehilangan akal hanya dengan tiga botol miras. Namun kenyataannya berbeda, ia tak menunjukan ekspresi keterkejutan sama sekali. Riak air perubahan emosinya membuatnya menyunggingkan satu senyuman tipis.
"Apa kau takut?"
Tanganku terkepal, lelaki ini seolah menatapku seperti esper. Menjangkau titik terdalam dalam personalita yang kusembunyikan dengan sekuat tenaga, menyesakan. Tangannya merobohkan semua dinding yang sudah seumur hidup aku keras, dan kuatkan. Seolah itu bukanlah hal yang spesial.
Semuanya seperti menggelap tertelan beberapa potong memori dimana ia tersenyum padaku, dimana ia melontarkan tonjokan lelucon yang tak terlalu lucu untuk akhirnya malu sendiri. Seperti terbelah menjadi dua, di saat yang sama otakku ini mengimajinasikan kesendirian mutlak yang mengerikan. Kesendirian yang semula tak pernah membuatku takut.
Seolah baru sadar bahwa posisiku sekarang sangat membahayakan, mengingatkanku lagi tentang kosekuensi karena membiarkan diriku sendiri menjadi lunak seperti ini.
"Orang yang kesepian, dan berkata tak butuh apapun sepertimu itu paling takut pada satu hal," Kim Dokja memakan jeda, seolah ia ingin aku menyiapkan diriku sendiri untuk mendengar perkataanya.
Dan aku tak sanggup mendengar kelanjutannya.
"Cinta." Ia menautkan jemarinya pada milikku, membuatku merasakan lagi pijaran kehangatan yang membuatku takut bukan kepalang.
"Bisakah kau berhenti mengatakan omong kosong, dan berikan aku penjelasan?" Ia berhutang ribuan penjelasan untuk keberadaannya yang tiba-tiba menghilang dari radar pandangku.
Lee Hyunsung, lelaki berbadan besar itu malah mengetahui kepergianmu sebelum aku mengetahuinya dimana semua orang di kantor tau bahwa aku adalah orang yang paling berhak mengetahui alasanmu melarikan diri dari masalah tak jelas ini.
"Do you think we will be in love forever?" Ia tahu, aku tau Kim Dokja pasti tau. Karena itu kau melarikan diri.
"Apa akhirnya kau selesai berpura-pura bodoh?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Ukira Realita [JoongDok]
FanfictionKehidupan sistematis Yoo Joonghyuk yang dikacaukan oleh suatu realita asing seperti virus yang dengan cepat menggandakan diri dan menyebar menyerang seluruh fungsional kehidupannya. Tak lain, tak bukan-Kim Dokja. Tidak ada hubungannya dengan canonic...