02 | Keinginan

96 22 0
                                    

Sejak menginjak kelas SMA Erina sudah bermimpi untuk bisa berkuliah ataupun bekerja di Negeri Sakura tersebut. Sayangnya Erina tidak diterima di salah satu universitas di Jepang. Sehingga Erina bertekad untuk dapat bekerja di sana. Selain karena cita-citanya, ia berniat bekerja di Jepang pun karena keinginan mamanya.

Kebetulan orang tua Erina sekarang sudah kembali tinggal di Jepang, karena mengikuti ayahnya yang asli orang Jepang. Awalnya mereka tinggal di Indonesia sejak Erina berumur lima tahun hingga akan menginjak kelas SMA. Namun, saat itu Erina masih ingin bersekolah di Indonesia, ia dititipkan pada tantenya dan tinggal dirumah tantenya sampai lulus SMA. Setelah Erina lulus dan akan berkuliah, orang tuanya membelikannya sebuah rumah yang tidak terlalu besar dan cukup untuk Erina seorang. Tujuannya agar tidak terlalu lama merepotkan tantenya. Erina tinggal di rumah itu sampai saat ini, dan mungkin rumah itu akan dijual saat nantinya Erina sudah bekerja di Jepang dan kembali tinggal di sana.

"Bekerja di Jepang itu keinginan aku dan orang tuaku. Kalau tidak di sana, mungkin aku akan seterusnya tinggal sendiri di sini dan jauh dari orang tuaku. Ngertiin aku dong!"

Erina menjelaskan apa yang sebenarnya ia inginkan, hingga tak sadar ia meninggikan suaranya. Tentunya Wira sangat terkejut, ia tidak mengira Erina akan berbicara dengan nada yang tinggi hanya karena dirinya yang merasa belum siap jauh dari Erina.

"Rin, aku tadi enggak bicara pakai nada tinggi ya."

Dan untungnya suara Erina yang meninggi itu tidak terdengar hingga penjuru restoran.

"Sayang, aku minta maaf, aku enggak berniat emosi sama kamu."

"Udah selesai kan makannya? Yuk, kita pulang aja. Kamu mulai emosi, aku enggak mau ribut sama kamu." Wira berdiri dan berjalan keluar dari restoran tersebut dengan membawa kunci mobil yang ia letakkan di atas meja. Mau tidak mau Erina mengikutinya karena pastinya ia tidak ingin ditinggal sendiri.

Wira hanya tidak ingin jika pertengkaran mereka terus berlanjut hingga seluruh karyawan dan pelanggan di restoran tersebut sadar dan memperhatikan.

Dalam perjalanan pulang hanya hening yang terdengar, mereka tidak saling berbicara sejak tadi. Tidak ada yang ingin memulai percakapan. Mulut mereka diam tapi kepala mereka terus berisik memikirkan apa yang harus dikatakan dan apakah itu menimbulkan pertengkaran atau tidak.

Keheningan terus menghiasi perjalanan pulang mereka hingga mobil berhenti tepat di depan rumah Erina. sudah tiga menit yang lalu, tetapi ia masih tidak bergerak daritadi, Erina masih ingin bicara pada Wira tapi ia ragu.

Wira masih tidak menatapnya, ia hanya mengedarkan pandangannya pada jalan di depan dan rumah Erina. Menunggu agar sang pemilik rumah turun dari mobilnya.

"Aku akan tetap pergi ke Jepang, walaupun kamu enggak mau kita jauh. Tolong ngertiin aku ya, Wira. Makasih makan siangnya."

Erina akhirnya mengeluarkan suara, ia segera keluar dari mobil Wira. Tapi sebelum itu ia memberi kecupan singkat pada pipi kiri Wira. Wira refleks menoleh pada Erina yang telah membuka pintu mobil untuk keluar.

Wira masih memandang Erina yang berjalan masuk ke rumahnya. Wira tahu sekeras apapun ia membujuk Erina agar tetap di Indonesia, Erina akan tetap mengikuti keinginannya. Juga keinginan mamanya.

Wira tahu Erina adalah anak yang patuh pada orang tuanya. Ia tidak ingin membuat Erina membantah keinginan mereka. Walaupun rasanya berat untuk Wira.

Pada awalnya pun mereka tidak menyetujui Erina berpacaran dengan Wira. Orang tua Erina termasuk strict parents terlebih mamanya walau tidak terlalu berlebihan. Mereka tidak ingin pendidikan Erina terhambat hanya karena berpacaran. Namun, Erina dengan sabar menjelaskan bahwa dia butuh teman. Bukan hanya sekadar teman di sekolah, tapi teman yang tahu apa yang sedang ia rasakan dan teman yang mau selalu berada di sisinya.

Wira lah yang telah menjadi temannya selama beberapa tahun ini, dari mereka sama-sama masih di bangku SMA hingga sekarang, Wira yang telah memiliki pekerjaan dan Erina yang beberapa hari lagi akan melaksanakan wisuda. Mereka seumuran hanya beda satu bulan, namun Wira telah lulus setengah tahun terlebih dahulu.

Tidak heran jika pertengkaran kecil seperti ini terjadi pada mereka, hal itu sudah sangat tidak asing bagi mereka dan yang bisa menanganinya tentu saja mereka sendiri. Karena api tidak bisa dipadamkan dengan api, malah akan lebih membara dan menghancurkan segalanya. Pastinya mereka tidak ingin hubungan mereka selesai hanya dengan amarah.

"Berat rasanya buat ngelepas kamu, Rin. Tapi aku akan berusaha untuk mengerti."

Wira bergumam sendiri sambil terus memandangi rumah Erina. Sekarang ia menyesal telah diam dan mengabaikan Erina sejak mereka pulang tadi. Tapi ia tidak mau mengganggu Erina sekarang. Mungkin Wira akan menemuinya besok.

•••

Bersambung

SEWINDU

SEWINDU ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang