04 | Sudah Pasti

82 14 0
                                    

Acara wisuda sedang digelar di sebuah gedung yang terbilang cukup besar. Acara dimulai satu jam yang lalu. Orang tua Erina sampai di Indonesia sejak dua hari lalu dan menghadiri wisuda anak bungsu tersayangnya hari ini. Setiap undangan hanya diperbolehkan untuk dua orang yang masuk ke dalam gedung, jadi Wira tidak hadir sekarang, ia akan datang sekitar tiga puluh menit sebelum acara selesai dan setelah pulang kerja. Hari ini Wira bekerja hanya sampai setengah hari, hanya untuk sekedar menyerahkan laporan kepada atasan. Sepulang kerja ia langsung mempersiapkan dirinya untuk ikut merayakan kelulusan Erina.

Setelah acara wisuda selesai, Erina menemui Wira yang sudah menunggu di halaman gedung. Di sana terlihat sangat ramai dengan para keluarga dan kerabat wisudawan lain. Wira memberikan ucapan selamat dan pelukan bangga serta tak lupa memberikan buket bunga yang sangat indah. Dalam keadaan yang sangat ramai, mereka menyempatkan berfoto bersama dengan orang tua Erina. Mereka kompak mengenakan pakaian dengan warna navy, Erina yang mengatur dresscode-nya.

Wira sangat senang karena ini pertama kalinya ia bertemu secara langsung dengan orang tua Erina. Selama ini Erina hanya memperlihatkan dari foto maupun video call. Jika dilihat dari dekat, Erina benar-benar menyalin wajah papanya.

Orang tua Erina kini sudah menerima kenyataan bahwa anak bungsu mereka telah memiliki pacar. Mereka sangat ketat terhadap Erina, terlebih mamanya. Beliau hanya tidak ingin anaknya menjalin hubungan lebih dari teman dengan laki-laki lain sebelum menikah. Namun, mereka tahu sekarang Erina bukan anak kecil lagi yang dapat menerima banyak larangan.

Kini mereka menuju ke restoran rekomendasi Erina untuk makan bersama sebagai perayaan kelulusan, hanya empat orang. Dua mobil berangkat bersama, mobil milik Erina dan juga milik Wira.

"Wira sudah mengenal Erina sejak lama kan? Apakah Wira sangat menyayangi Erina?"

Papa Erina tiba-tiba bertanya kepada Wira di sela acara makan bersama. Mendengar papanya bertanya kepada Wira, Erina segera menoleh ke arah Wira dan ikut menunggu jawaban yang akan Wira katakan.

Tentu saja Wira mengatakan dia sangat menyayangi Erina, mereka sudah saling mengenal sejak SMA.

Bagaikan melihat bunga indah yang langka, Wira selalu terpana setiap kali dirinya melihat Erina. Erina layaknya seorang artis, banyak murid dan guru yang mengaguminya. Banyak yang mengantre ingin mengajaknya berkenalan. Namun, Wira tak perlu ikut mengantre. Mereka satu ekstrakurikuler! Sangat mudah untuk berkenalan. Sering bertemu dan berbincang membuat perasaan sekedar teman perlahan menghilang digantikan perasaan lebih dari sekedar teman. Mereka saling menyukai dan memutuskan untuk berpacaran saat mereka kelas 3 SMA hingga saat ini.

Wira dan Erina yang sudah bersama selama ini dan tak ingin jauh satu sama lain, tiba-tiba keadaan memaksa mereka untuk mau menerima kenyataan bahwa mereka akan berjauhan dan itu harus. Berharap hanya jarak yang jauh, perasaan akan tetap dekat.

"Erina sudah pasti akan pindah ke Jepang. Kalian akan saling jauh untuk waktu yang lama. Tidak ada yang menjamin kalian akan tetap baik-baik saja. Jika nantinya hubungan kalian tidak seperti ini lagi, kalian harus bisa menerimanya."

Kata-kata mama Erina tadi masih terbayang di benak Wira. Secara tidak langsung mengatakan bahwa hubungan Wira dan Erina bisa saja selesai begitu saja. Mereka tak bisa menyangkal itu, sudah pasti dalam setiap pertemuan akan ada perpisahan.

Tapi ini sangat berat bagi mereka. Perpisahan jarak mungkin belum seberapa ketimbang perpisahan rasa antara mereka. Siapa yang dapat bertahan dan siapa yang akan menyerah, tidak ada yang tahu.

Wira tidak mungkin ikut pindah ke Jepang. Dia di Jakarta sejak SMA saja ibunya sudah sangat khawatir. Ibu Wira hanya tidak ingin jauh dari anak sulungnya. Saat SMA, Wira bisa sekolah di Jakarta karena ayah Wira dipindahtugaskan sementara ke Jakarta dan Wira ikut pindah, ingin merasakan sekolah di ibukota katanya. Dapat beasiswa di salah satu universitas di Jakarta hingga lanjut bekerja di sana.

"Erina akan kembali ke Jepang, apakah aku harus kembali ke Jogja juga, Bu?"

Wira menelepon ibunya malam ini, kebetulan masih pukul delapan malam, jadi ibunya belum tidur.

"Kamu mau pulang karena ditinggal pacar bukan karena ibu?"

Wira tidak menyangka ibunya akan menjawab seperti itu. Wira tidak bermaksud, ia hanya tidak ingin terlalu lama sendiri di kota orang dan sudah sangat rindu melihat ibunya setiap hari.

"Kalau mau pulang saja, ibu juga rindu melihatmu setiap hari. Kamu dengan Erina bagaimana?"

Wira paham maksud dari "bagaimana" itu. Entahlah, Wira pun tidak tahu akan bagaimana ke depannya. Hanya berharap pada sisi positifnya saja. Kalaupun nantinya berpisah, siapa di antara mereka yang akan memutusnya?

•••

Bersambung

SEWINDU

SEWINDU ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang