BAGIAN 14 Semua yang hilang ada padanya

11 4 0
                                    

Happy Reading

Sabit berdiri di depan sebuah bagunan yang menjulang tinggi, hingga membuat ia harus mendongak untuk melihat dimana pucuk dari bagunan tersebut. Kepalanya kembali menatap pintu sebuah perusahaan yang Sabit yakini betul bahwa perusahaan ini adalah milik Langit. ia yakin bahwa ia tak salah alamat. Sesuai janji diantara mereka, Sabit datang sesuai jam yang mereka sepakati. tampaknya Langit memang sengaja menyuruhnya untuk datang bertepatan dengan jam makan siang para karyawan kantor. Terbukti dari beberapa karyawan ada yang berkeliaran di luar kantor.

Sabit memutuskan berjalan memasuki Kantor itu. ia menatap lobby perusahaan dengan sedikit takjub. ia tersenyum bangga--bangga karena bisa memasuki sebuah perusahaan dengan tata letak yang bergitu sempurna. akhirnya gadis itu memtuskan untuk Berjalan ke meja respsionis--setelah beberapa kali memutari seisi lobby untuk menikmati keindahannya-- untuk menanyakan perihal Langit.

"Permisi, Mbak, Mas Langitnya ada?" Sabit bertanya sembaru memasang senyum ramah kepada mbak-mbak penjaga meja respsionis--yang Sabit lupa apa sebutan mereka--yang saat itu langsung menatapnya bingung. 

wajah Mbak-mbak respsionis itu terlihat terkejut sekali. terbukti dengan caranya menatap sabit dan kerutan yang sangat jelas di keningnya. Namun seketika ia teringet akan pesan Langit bahwa hari ini akan ada gadis yang datang mencarinya di jam makan siang.

"Mbak Sabita Amaranika?" Sabit mengangguk membetulkan bagaimana sang respsionis menyebutkan nama lengkapnya.

"Silahkan masuk aja, Mbak. Ruangan Pak Langit ada di lantai 3." Sabit mengikuti arah tangan Resepsionis itu tertuju. Dan matanya melihat sebuah lift. Sabit mengangguk paham. Ia berjalan perlahan menuju lift untuk membawanya kepada Langit.

Ketika Lift berhasil membawanya ke lantai 3, Sabit sempat celingak-celinguk. Ia merasa bingung karena Ruangan ini terlihat sepi sekali. Apakah ruangan CEO akan selalu sepi, tentram dan senyap seperti ini? dan lihatlah Sabit saat ini, gadis itu tengah celingak-celinguk seperti seorang maling yang sedang memastikan bahwa situasinya aman untuk ia melancarkan aksinya mencurinya. Namun seketika Sabit terperanjat ketika mendengar suara berat milik Langit yang menggema di lantai 3.

"Sabita," Langit yang awalnya hendak keluar untuk menerima telepon terhenti ketika mendapati Sabit berdiri seperti orang kebingungan. bahkan, panggilan yang seharusnya ia angkat itu jadi ia abaikan karena kehadiran sosok gadis itu.

diatas rasa kagetnya itu, akhirnya Sabit tersenyum lebar ketika sudah berhasil menemukan keberadaan Langit. Atau lebih tepatnya Langit lah yang menemukan keberadaannya. Sabit pun langsung melangkah pasti untuk menghampiri Langit yang tampak sedang tertunduk menatap ponselnya.

"Masuk aja, saya terima telpon sebentar," Langit tak menatap Sabit. Ia langsung mendial kembali nomor telepon yang terputus sendiri karena Langit tak sempat mengangkatnya.

Sabit mengangguk menurut. Membiarkan Langit melewatinya. Ia masuk ke kantor Langit. Menatap sekelilingnya dan... Sabit cukup takjub. Kantor Langit begitu rapih. Semuanya tertata dengan rapi di sini. Apakah laki-laki itu memang cinta akan kerapihan? pasalnya ketika berada di lobby sampai ia berada di ruang kerja pria itu semua barang-barangnya terlihat rapih dan apik.

Sabit pun memutuskan untuk duduk di sofa berwarna putih. Setelah Sabit lihat-lihat, nuansa putih memenuhi ruang kerja Langit. Mulai dari rak buku, sofa, cat dindingnya hingga beberapa furniture lain yang berwarna putih. Sabit jadi berpikir, apakah pria ini sangat menyukai warna putih? Sabit jadi penasaran, karena di beberapa pertemuan mereka, Sabit juga baru menyadari suatu hal. Bahwa Langit selalu memakai pakaian berwarna putih. 

"sorry, Nunggu lama, ya," Langit masuk ke dalam ruangan dan membuat Sabit lagi-lagi terkejut dengan kehadiran laki-laki itu.

Langit berjalan, mendudukan dirinya ke kursi kerjanya. laki-laki tengah membuka jasnya yang berwarna abu-abu itu. dan semua hal yang tengah Langit lakukan tak lepas dari pandangan mata gadis itu. Sabit tersenyum tipis, Baru kali ini ia melihat Langit mengenakan pakaian seformal itu.

LANGIT SABITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang