MAA'5

31 2 0
                                    

"Naili?"

Ia malah terkejut saat yang ia lihat adalah naili tengah pingsan bersandar di bahu faiz, beberapa siswi yang berlarian tadi sudah kembali membawa kotak p3k.

"Minyak angin minyak angin"

Faiz mengoleskan minyak angin tepat di bawah hidung naili, gadis itu mulai sedikit sadar memegangi kepalanya.

"Lo kalo sakit bilang kek nai" ucap resi.

Ia membantu memijat kedua bahu naili saat gadis itu mulai duduk dan menatap satu per satu orang-orang yang ada disana, namun manik matanya malah berhenti berfokus pada zetta.

"Lo balik aja deh ya nai" ucap bimo.

"Gue bae-bae aja kok, lanjutin lagi aja rapatnya"

"Mata lo bae-bae aja, barusan aja pingsan lo" cetus pira.

"Iya nai pulang aja, biar gue pesenin taxi ya" ucap faiz.

"Gak usah, nanti gue pesen taxi sendiri aja"

"Lo anterin gih" ucap qila menatap pada zetta.

"Gue?"

Zetta menunjuk dirinya dengan wajah terkejut, kenapa jadi dia yang harus mengantar naili.

"Temen sekelasnya kan?"

"I-iya sekelas tapi kenapa harus gue, kenapa gak lo pada aja dih"

"Kita masih sibuk rapat, lagian lo juga mau balik ini kan"

"Gak usah qil, gue balik sendiri aja bisa kok"

"Ck cakep sih tapi gak punya hati" sindir qila pada zetta.

"Heh muncung lo diem ye, jan sampe gue pelintirin ginjal lo"

Zetta beralih menghampiri naili, ia mengusir faiz yang tengah duduk di samping naili.

"Gue anter lo balik"

Zetta mengambil ransel yang ada di meja dan membantu naili untuk berdiri.

"Heh itu tas gue ya" cetus tasyila.

"Oh tas lo, mana tas nya ni bocah"

"Bocah?" Ulang naili dalam hatinya.

Ia menatap sipit pada zetta yang memanggilnya dengan sebutan bocah, memang kurang ajar mulut manusia satu ini.

"Nih"

Faiz memberikan ransel milik naili pada zetta, kedua perempuan itu berjalan keluar dengan zetta yang memegangi kedua lengan naili dari samping, ransel naili cantelkan di bahu kirinya.

"Is so sweet banget sih kek nonton drakor deh" ucap pira.

"Kebanyakan nonton drakor lo" cetus qila.

"Lo bisa jalan gak?" Tanya zetta.

Sendari tadi langkah naili seperti di seret olehnya.

"Bisa kok"

Zetta menghentikan langkahnya, ia melepas pegangannya pada lengan naili membuat sang empu harus berpegangan pada dinding.

Naili menatap zetta dengan lesu, ia melihat zetta sedang mengalihkan ransel yang ia gendong di punggungnya menjadi di depan perutnya.

Ia memegangi kepalanya dengan mata terpejam, sial sekali kepalanya semakin sakit, rasanya ia ingin menghantamkan kepalanya ke dinding.

"Naek"

Naili membuka matanya dan melihat zetta yang bersimpuh membelakanginya, namun ia sedang menatap wajah naili.

"Ngapain?"

"Gue tau lo lemes jalannya, cepetan naek"

"Gak usah, masih bisa jalan kok"

"Cepetan naek jan sampe gue paksa juga lo"

Karna sudah tak kuat juga akhirnya naili mengalah, ia memilih untuk di gendong oleh zetta.

"Kebanyakan dosa lo ye"

Kedua tangan zetta berada di bawah pantat naili untuk menopang tubuh gadis itu agar tidak terjatuh sedang kedua tangan naili berada melingkar di leher zetta.

"Kalo berat turunin aja, gue gak maksa lo buat gendong gue" ucapnya.

Suara naili sudah seperti orang mengigau, mulai meracau tak jelas, sepertinya dia memang sudah di ambang kesadaran.

Zetta tak membalas ucapan naili, ia hanya diam berjalan menuju halte yang berada di sebrang sekolah.

"Turun dulu"

Zetta sedikit merendahkan tubuhnya agar naili bisa turun dari gendonganny, ia dudukan naili di kursi halte sedangkan dirinya langsung meronggoh ponsel.

"Alamat rumah lo ketik"

Zetta memberikan ponselnya pada naili, sang empu hanya bisa menuruti ucapan zetta meskipun rasanya susah sekali hanya sekedar mengetik alamat rumahnya.

"Udah" ucap naili.

Zetta memesankan taxi online hingga keduanya duduk bersebelahan, zetta menatap lurus ke depan sana sampai ia merasa bahu sedikit berat.

Ia menatap kesamping dimana naili tengah menyandarkan kepalanya di bahu zetta.

"Lo belum jawab pertanyaan gue"

"Pertanyaan apa sih?" Tanya naili yang sedikit kesal karena kepalanya mulai sakit lagi.

"Lo pacaran sama prisi?"

Naili mengubah duduknya menyamping dan menatap datar pada zetta.

"Kalo iya kenapa?"

Zetta menelan susah payah air liurnya saat mendapatkan tatapan itu dari naili, bukan tatapannya melainkan matanya berfokus pada bibir naili.

Tin

Tin

Tin

"Taxi udah dateng"

Zetta beralih berdiri untuk membuka pintu mobil, ia kembali memapah tubuh naili untuk masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil naili kembali merebahkan kepalanya di jok, kepalanya benar-benar memberat.

"Sesuai alamat ya pak"

"Iya non"

"Lo kok ikutan naek? Emang searah?" Tanya naili.

"Gak usah banyak omong deh lo, diem aja, males gue jawabnya"

Zetta kembali memainkan ponselnya melihat-lihat video beberapa pasangan yang lewat di beranda sosial medianya, namun tentunya pasangan lgbt yang ia lihat.

Greepp

Zetta menatap kesamping saat naili merebahkan kepalanya di bahunya bahkan tangan gadis itu melingkar memeluk lengannya.

Ia terus memandangi wajah gadis di sampingnya itu, tampak lesu pucat, ia membenarkan helaian rambut yang menutup sebagian wajah cantiknya.

Tak ia rasakan kalau dirinya tersenyum melihat wajah cantik naili dengan seksama seperti ini.

"Astagaaa zettaaa sadarrr"

Zetta langsung kembali pada kesadarannya, ia beralih memandangi jalanan di depan sana, ada apa dengan dirinya ini.

Tbc

MASA ABU-ABUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang