Terbangun dari Kematian

5 3 2
                                    

Pria bersetelan jas lengkap itu terbangun dari pingsannya. Ia telah berhasil keluar dari maut setelah mobil yang Ia kendari masuk ke dalam jurang dini hari. Ia merintih kesakitan saat darah segar terus keluar dari kakinya yang kiranya retak dan sobek dalam. Wajahnya mulai pucat. Lidahnya tercekat dan tidak bisa mengeluarkan suara apapun. Kali ini Ia pasrah dengan takdirnya. Sekalipun Ia akan menghuni neraka, Ia akan memastikan bahwa orang itu juga akan mati dengan cara yang sama atau mungkin lebih dari ini. Kesadarannya mulai menurun. Samar-samar Ia mendengar suara orang berteriak meminta tolong dan selebihnya, Xabiru tidak mendengarkan apapun lagi.

Pria setengah baya itu menunggu di ruang tunggu rumah sakit. Sudah satu jam lebih dokter belum juga keluar dari ruangan operasi. Pak Fadil menunggu dengan wajah cemas. Kalau saja Ia tidak segera mengambil kacamatanya saat itu mungkin pria ini tidak akan tertolong. Terdengar derap langkah yang setengah berlari memecahkan pikirannya. Seorang wanita yang masih dengan baju kerjanya memanggil Ayahnya dengan nafas yang tersengal-sengal. Wanita itu menghampiri Ayahnya. "Apa yang terjadi?" Ujarnya.

Pintu ruangan operasi itu terbuka dengan lebar. Dokter bertanya kepada mereka, "Siapa wali dari pemuda ini?"

"Saya." Dengan lantang Pak Fadil mengatakannya. Ia pun langsung mendapatkan tatapan tidak suka dari anak perempuannya.

"Mari ikut saya," ujar Dokter.

Dokter menunjukkan hasil pemeriksaanya. Terlihat jelas jika tulang kering kakinya patah dan robek di beberapa bagian. "Apakah Ia sering mengikuti latihan fisik?"

"Saya kurang tau, Dok."

"Jika orang lain dalam posisi pemuda ini, mungkin sudah kehilangan nyawanya lima menit yang lalu," kata Dokter dan membuat Pak Fadil tertegun mendengarnya.

Dokter mengembalikan barang yang Ia temukkan di saku celana pemuda itu dan mengatakan jika tidak menemukan identitas apapun. Selain sebuah kunci.

Pak Fadil keluar dari ruangan. Key langsung berdiri dari duduknya dan menatap Ayah untuk memberikan penjelasan padanya. "Ayah tidak mengenali pemuda itu. Ayah hanya membantunya karena, ini mengingatkanku pada Ibumu."

Tepat setahun lalu mereka kehilangan Ibu sekaligus Istri karena, kecelakaan. Pak Fadil ingin menolong pemuda yang tidak Ia kenal karena, tidak ingin keluarga dari pemuda itu juga mengalami hal yang sama seperti keluarganya. Pak Fadil memandang Key dengan wajah sedihnya. "Sebaiknya Kau pulang. Ayah akan menjaganya disini." Pak Fadil memberikan kunci yang diberikan oleh dokter pada Key dan menyuruhnya untuk menyimpannya di rumah.

Key hanya diam mendengar cerita Ayahnya dan kembali ke rumah. Ia segera mengemasi beberapa baju Ayahnya dan perlengkapan lainnya. Key menghelai nafas dan berpikir kenapa Ayahnya bisa sebaik ini pada orang lain. Bisa saja pemuda itu adalah orang yang jahat atau orang yang menjadi buronan.

*

Pak Fadil menatap wajah Xabiru yang masih juga belum sadar. Key memperhatikan Ayahnya dari jauh. Ia membawa makan malam untuk Ayahnya. "Ayah, makanlah dulu." Key memberikan sebuah rantang yang berisikan makanan.

"Ayah pulanglah saja malam ini. Aku yang akan menjaganya," ujar Key.

"Apakah Kau tidak lelah?"

"Tidak. Ayah kembali besok pagi saja."

Pak Fadil hanya terdiam dan melanjutkan suapan terakhirnya. "Ayah pulang dulu ya." Kata Pak Fadil sambil mengusap pundak putrinya. "Jika ada apa-apa telpon Ayah." Tambah pak Fadil dan menghilang di balik pintu.

Key melihat ke arah Xabiru dan duduk tepat di sampingnya. Wanita itu memperhatikan wajah Xabiru dengan seksama dan yang terlintas dalam benaknya saat ini adalah ketampanan pria itu. Ia menghela nafas gusar dan segera menjauh dari tubuh Xabiru. Key membuka laptopnya dan menyelesaikan pekerjaannya yang belum sempat Ia selesaikan tadi.

Tentu Ia ijin pulang cepat pada bosnya karena mendapatkan kabar seperti itu dari Ayahnya. Ia tidak ingin hal buruk terjadi pada Ayahnya. Luka atas kehilangan Ibunya saja belum sepenuhnya pulih bagaimana jika saat ini Ia kehilangan anggota keluarganya yang lain. Membayangkannya saja membuat Key sedikit cemas dan takut.

Key segera membereskan laptopnya dan menarik selimutnya. Ia menatap langit kamar rumah sakit dan bergumam, "Kau sungguh beruntung."

Saat itu juga jari telunjuk Xabiru bergerak. Ia bisa mendengar gumaman Key. Perlahan Ia membuka matanya dan yang pertama kali Ia lihat adalah silauan cahaya lampu rumah sakit. Ketika Ia mencoba menggerakkan badannya. Rasa nyeri di sekujur tubuhnya sangat terasa. Wajahnya merintih kesakitan dan tidak dapat menopang tubuhnya untuk duduk. "Sial!" Desisnya.

*

"Polisi telah memastikan identitas korban tersebut." Pria bertubuh tinggi dan juga berbadan gempal itu menyunggingkan senyum. Senyum yang penuh rasa kemenangan. Akhirnya, Ia dapat menyingkirkan serangga kecil yang selama ini menghalangi langkahnya.

"Seperti kita butuh perayaan kecil-kecilan." Ujarnya dengan gelak tawa yang menggema di seluruh sudut rumahnya yang tampak begitu megah. "Akhirnya, Kau sampai juga ke neraka. Dasar bocah tengil!" Serunya sambil meminum wiski.

Tak lama ponselnya berdering. "Iya, tuan? Baik Saya akan segera meluncur." Derren menutup sambungan teleponnya dan segera memerintahkan anak buahnya untuk segera bergerak ke markas rahasia. Raut wajahnya penuh dengan senyum licik dan kemenangan mutlak. Lihatlah betapa bingungnya si pria tua bangka itu ketika orang yang memegang kendali atas bisnisnya dinyatakan meninggal oleh pihak polisi pada pukul lima pagi.

Rasanya sudah cukup baginya untuk selalu dibanding-bandingkan oleh Xabiru tentang kinerjanya. Selalu Xabiru dan Xabiru. Seolah-olah pria itu seperti dewa yang selalu di puja-puja. Derren cukup mengakui kelincahan dan kinerja Xabiru tapi, Ia adalah orang lama di dalam bisnis ini. Kenapa pria tua bangka itu malah mempercayai Xabiru mengelolah bisnisnya. Bahkan, Iq sudah mengabdi hampir sepuluh tahun bersama Tuan Hyesun. Tapi Ia tidak mendapatkan apa-apa dan itu sangat menjengkelkan untuknya.

Derren berjalan sambil merapikan kembali jas hitamnya. Langkah terdengar begitu mantap dan senyum kemenangan yang tersimpan. Ia membuka pintu ruang rapat dan menyapa semua orang yang hadir di dalam sana. Ia berdiri di belakang Tuan Hyesun dengan sigap. Tuan Hyesun mengumumkan kematian Xabiru dan yang menggantikan posisi Xabiru adalah dirinya.

Tak ada perkataan apapun dari Tuan Hyesun setelah rapat di gelar. Pria tua itu melenggang pergi tanpa memberikan selamat pada Derren. Tapi itu tidaklah penting baginya. Karena yang terpenting saat ini semua kendali berada di tangannya sepenuhnya. Itu artinya Ia akan semakin mudah menghancurkan bisnis pria tua bangka itu. "Sebentar lagi. Aku akan bisa menyaingimu." gumamnya dengan penuh emosi.

SAVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang