Memangnya Kau Bisa Apa?

1 0 0
                                    

Key tertunduk malu saat mata mereka sekilas beradu. Kenapa bosnya muncul di hadapannya sekarang, saat dirinya merasa seperti pekerja seks? Ia tetap profesional dan melayani mereka walaupun Ia merasa tidak nyaman sekarang. Key sesekali melirik ke arah bosnya yang membuang muka ke arah lain dan hanya meminum wiskinya tanpa menikmati suasana.

Tubuh Key tiba-tiba ditarik oleh Lucas membuat wanita itu terduduk di pangkuan Lucas. Key tersentak kaget saat wajah Lucas berjarak hanya tinggal sejengkal. Tubuh Key menegang sempurna saat tangan Lucas mulai menjamah tubuh belakang Key. Tangan Lucas mulai bermain dengan rambut panjang Key. "You look beautiful." suara Lucas berbisik tepat di telinga Key dan membuat wanita itu bergidik ngeri. Tangan Lucas bergerak ke rahang kiri Key dan mencoba meraih bibir Key. Jika saja, tangan Elken tak menepuk pundaknya.

"Kau tidak lihat jika wanita ini tidak nyaman?"

"Who cares? Itu sudah jobnya untuk menghibur kita, El."

Elken tersenyum sinis mendengar jawaban Lucas. "Tapi Dia bukan pekerja Seks, sialan!" ucap Elken dan menarik tubuh Lucas dan menghadiahi sebuah pukulan di rahang kanannya.

Semua orang tercengang dan berhenti. Lucas yang tidak terima dengan perbuatan Elken mencoba meraih Elken dan menghajarnya. Namun, Elken bisa menghindarinya dan malah memelintir tangan Lucas. Lucas mengerang kesakitan saat merasakan otot dan sarafnya terpelintir. Elken mendorong tubuh Lucas dan menarik Key untuk keluar room.

Kejadian itu terlihat begitu cepat di mata Key. Wanita itu hanya mampu mengikuti langkah kaki Elken saat keluar dari pub dan bar tersebut. Elken membawa Key menuju mobilnya, Ia membuka pintu mobilnya, dan menyuruh Key masuk ke dalam. Key menatap Elken dengan kesal. "GET IN!" ucap Elken dengan nada tegas.

Wajah Key memerah marah tapi, Ia terlalu takut untuk membantah perintah Elken karena wajahnya jauh lebih menyeramkan dibandingkan ketika Ia sedang marah di kantor. "Sekarang jelaskan padaku, bagaimana bisa Kau bekerja disana dan sudah berapa lama?" Elken mengatakannya dengan penuh tekanan.

"Apa urusanmu?! Ini hidupku. Dan Kau tidak berhak mengetahuinya." Key mengucapkan kalimat itu sambil menatap Elken dengan penuh marah.

Pria itu terdiam dan menendang tempat duduk di depannya. Memang itu bukan urusannya tapi, apa yang Dia lakukan itu adalah hal yang salah. Dan Elken yakin jika wanita ini juga tau. "Apa semua ini karena Kau ingin membayar hutang kepada rentenir?"

Wanita itu seketika menoleh ke arah Elken dan menatapnya dengan sengit. Key tidak menyangka jika bosnya mengetahui permasalah yang sedang dihadapinya. "Aku ingin keluar! Cepat buka pintunya!" Key meronta dan mencoba membuka pintu mobil yang sudah terkunci sejak mereka masuk tadi.

"Jalan, pak." perintah Elken pada supirnya dan hanya mendapatkan tatapan tajam dari Key.

"Kau gila!" Teriak Key yang frustasi dengan keadaan.

"Aku tidak akan membiarkanmu kembali ke tempat itu. Sebelum Kau menjawab pertanyaan awalku," sergah Elken.

"Sialan!" Key meluapkan kemarahannya dengan menendang kakinya di dalam mobil.

Malam itu, Elken membawa Key ke apartemennya karena Key tidak ingin mengatakan apapun. Sambil berjalan Elken mengatakan pada Key jika Ia bisa menggunakan kamar bawah untuk dirinya. Dan dengan kesal Key masuk ke dalam kamar tersebut. Hal yang Ia rasakan saat memasuki kamar tersebut adalah dingin. Bahkan terlalu dingin. Tidak ada cahaya yang masuk dalam kamar ini. Perlahan Ia menyalakan lampu kamar. Terlihat sebuah tempat tidur yang begitu nyaman dengan segala furniture yang lengkap dan terlihat minimalis. Anggap saja Ia sekarang menjadi orang kampung dan menikmati fasilitas di apartemen bosnya saat ini.

"Jika Kau sudah selesai cepat keluar. Kita belum selesai bicara." ucap Elken dan membuat Key mencibir omongan Elken.

Key keluar dari kamarnya dan melihat Elken sedang duduk santai sambil menikmati winenya. Wanita itu memberi jarak yang cukup jauh antara dirinya dan Elken. Tanpa basa-basi Elken langsung mempertanyakan kembali pertanyaan yang belum Key jawab.

Key masih terdiam. Ia gelisah. Apakah Ia harus mengatakannya? Ia merasa jika ini adalah aib baginya dan tidak perlu orang lain tahu. "Kau membutuhkan uang berapa? Besok Aku akan melunasinya hutangmu." ucapan Elken membuat kepala Key terangkat. Ia kaget. Mata Key kembali berkilat marah. Wanita itu tidak terima karena kelemahannya di ketahui oleh orang lain.

"Anda tahu dari mana?"

"Kau tidak perlu tahu ..."

"Justru Anda yang tidak perlu tahu dan ikut campur!" sergah Key.

Elken kaget. Ini pertama kalinya Elken melihat wajah murka Key. "Jika Anda memang ingin melunasinya. Tentu akan ada imbalannya. Iya, kan? Apa Aku akan menjadi sekretaris selama dua puluh empat jam? Apa Aku harus menjadi pembantu untuk membersihkan apartemenmu? Apa Aku harus menjadi pemuas—"

"Cukup!" Teriak Elken sebelum Ia mendengar perkataan Key yang semakin tidak jelas. "Dengar, Aku melakukan semua ini hanya ingin membantumu. Tidak ada maksud apapun."

"Bohong! Saya tahu, jika Anda kaya raya tapi Anda tidak bisa melakukan semua hal sesuai keinginan Anda. Saya ingin pulang." ucap Key sambil berjalan cepat arah pintu. Tapi pintu itu sudah di lock oleh Elken.

"Tunggu sampai pagi." ujar Elken sebelum akhirnya menghilang di balik pintu kamarnya karena, tidak ada gunanya juga Elken meneruskan pembicaraan ini.

Key yang frustasi dengan keadaan membanting pintu kamarnya. Keadaanya sudah terjepit saat ini dan uang itu juga masih belum terkumpul. Jatuh temponya adalah besok. Pikirannya terasa tumpul dan tidak tahu harus melakukan apa. Apakah Ia harus menerima bantuan Elken? Anggap itu adalah caranya. Lalu apa yang akan terjadi padanya di kemudian hari nanti.

*

Pak Fadil keluar dari kamar dan melihat Xabiru yang berbaring di sofa dengan televisi. "Kau tidak tidur?" tanya Pak Fadil.

"Aku tidak bisa tidur, pak." jawab Xabiru sambil merubah posisinya menjadi duduk.

Pak Fadil berjalan ke arah kamar putrinya dan melihat kamar itu kosong dan juga masih rapi. "Apakah Kau semalam melihat Key pulang?"

"Tidak. Saya tidak melihatnya," jawab Xabiru.

Pak Fadil menghubungi anaknya dengan ponselnya dan untungnya Key langsung menjawabnya. "Ya, sudah kalau begitu." Pak Fadil mengakhiri sambungan telepon.

"Bukankah Kau hari ini harus kontrol?" tanya Pak Fadil.

"Iya nanti Aku akan ke rumah sakit. Bapak tidak perlu khawatir."

"Maaf tidak bisa menemanimu. Ini ada sedikit uang. Buat jaga-jaga. Aku ke sebelah dulu." Xabiru hanya mengangguk sebagai jawaban.

Xabiru menaiki sebuah bis untuk menuju rumah sakit yang berada cukup jauh dari desa tersebut. Ia mengirimkan pesan pada Rian untuk menemuinya nanti.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 10, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SAVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang