6 : giliranmu untuk mandi

75 7 13
                                    

"naila mana?"

lily mengalihkan pandangannya pada ponselnya, menatap jaka dengan senyumannya. "udah pulang."

jaka memandangi sebentar pintu rumah yang terbuka lebar, "tumben, gak pamit dulu." monolognya.

"naila udah balik, terus lo ngapain di sini?"

joshua turun dari lantai atas sambil memandangi lily dengan tatapan dingin. salah satu tangannya ia masukkan pada saku celana. sukses membuat senyuman lily pudar, gadis itu mengerjapkan matanya kala melihat joshua yang semakin mendekat.

lily berdiri, mengambil tasnya dan mengeluarkan isinya.

beberapa set sendok, garpu dan sumpit yang masing-masing terbungkus plastik.

"buat apa?" tanya joshua.

"buat kalian. mau ku taruh di dapur. jadi kalian nggak perlu beli alat makan." ujar lily sembari tersenyum.

joshua mengangkat sebelah alisnya, "gak perlu-"

"makasih, ya. bu irene baik banget."

jaka memotong ucapan joshua dengan cepat. lelaki itu mengambil alih barang bawaan lily lalu pergi menuju dapur, untuk menaruhnya.

lily mengikuti jaka ke dapur. sempat diliriknya joshua yang terdiam dengan ekspresi kelewat dinginnya.

lily tersenyum pada joshua, namun lelaki itu tetap menatap lily dengan amat dingin.

───────

"yahhhh resiko dapet kost murah, penghuni rame tapi kamar mandinya sebiji, kudu ngantri."

ujar hafiz sembari memakan -nasi uduk- sarapannya di ruang tengah. hafiz memperhatikan teman temannya yang mengantri di depan kamar mandi. lelaki itu sudah mandi sejak subuh tadi, jadi ia tidak perlu khawatir akan telat memasuki kelas pagi.

kelas pagi hafiz dan mahardika dimulai jam 8. sementara jam saat ini menunjukkan pukul 7. dan mahardika mendapat giliran mandi setelah reihan.

sayangnya, reihan juga masih menunggu jaka yang masih mandi.

"gedor aja tuh si jaka biar cepet."

joshua yang berada di dapur terkekeh, "LAGI MAIN SABUN KALEEE."

"astaghfirullah..." ujar reihan. lelaki itu mengetuk satu kali pintunya, namun tidak ada sahutan di sana. yang di dalam kamar mandi tetap melakukan kegiatannya. suara byar byur itu terdengar oleh semuanya.

mahardika menggeser tubuh reihan perlahan, lalu mendekat pada pintu kamar mandi.

"buruan jak! gue kelas pagi!"

"WOI JAKA!"































"kenapa anjir? pagi pagi udah teriak."
























semuanya menoleh ke atas. di atas sana, jaka baru saja keluar dari kamarnya. lelaki itu keluar dengan menggaruk kepala dan masih menguap.

jaka turun sambil memandangi semuanya dengan heran. "kenapa bang?" tanya nya polos.

joshua menoleh pada reihan. "rei..."

reihan menghela napasnya, diketuknya pintu kamar mandi sebanyak 3x. ia lalu mengadahkan tangannya, membaca doa.

"Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma inni 'audzu bika minal khubutsi wal khobaits."

reihan mengusap wajahnya, lalu bergerak membuka pintu kamar mandi yang air kerannya menyala. namun, tidak ada seorang pun di dalamnya.

"mau gua atau lo dulu?" tanya reihan pada mahardika.

mahardika tersentak lalu menggeleng ribut. "gak, makasih. lo duluan aja." lalu menghampiri hafiz yang juga terdiam di sofa.

reihan masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintunya. lelaki itu mandi terlebih dahulu.

joshua menghampiri hafiz dan mahardika dengan sepiring nasi uduk.

"makan, dik." ujar joshua, berusaha menonton tv tanpa mengindahkan kejadian barusan.

"damn, ini masih pagi." mahardika menoleh pada joshua, "sekarang gua percaya omongan cewek lo."

joshua terkekeh, "yauda lah, biarin. asal gak ganggu."

hafiz pun mengalihkan perhatiannya dari kamar mandi, melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.

"sambil nungguin si reihan mandi, mending lu makan dulu."

"temenin-"

"goblok," sahut hafiz.

"takut ama begituan malah bikin lu paling diisengin nanti. chill aja, dik. itu kalung salib lo jangan dimasukin ke dalem kerah." lanjut hafiz.

mahardika buru buru mengeluarkan kalungnya dari dalam kerah. lelaki itu berjalan menuju dapur untuk mengambil sarapannya. hanya dalam hitungan detik, mahardika sudah kembali ke ruang tengah dengan sebungkus nasi uduk dan piring juga sendok.

joshua tertawa, "pemberani banget, dik."

"diem lah, gua gak pernah ngalamin gini ginian asal lo tau."

sementara jaka, yang sedari tadi hanya memperhatikan dengan bingung, mendekati mereka dan mengambil duduk di salah satu sofa.

"ada apaan sih?"

hafiz menaruh piringnya pada meja, "ada hantu pagi pagi, hiiiiiii~" lelaki itu menjulurkan tangannya ke depan lalu menggoyang-goyangkan lengannya itu di depan wajah jaka.

jaka menepis tangan hafiz pelan, "mana ada hantu pagi pagi."

hafiz melanjutkan sarapannya. "gak usah dipikirin. yang penting mah shalat subuh dan gak bangun kesiangan." ujar lelaki itu.

jaka menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. lelaki itu terkekeh, tahu bahwa hafiz menyindirnya.

sejak subuh tadi, hafiz sudah membangunkan jaka melalui pesan dan telepon. namun jaka tidak mengindahkannya. sebabnya adalah, lelaki itu merasa mengantuk bukan main. hafiz ingin membangunkan jaka langsung di kamarnya, namun lelaki itu mengunci pintu kamarnya dari dalam.

entah apa yang jaka lakukan hingga tidur larut dan kesulitan bangun pagi, hafiz tidak perduli. setidaknya, hafiz sudah membantu untuk mengurus jaka. apalagi soal ibadah. gita menaruh harapan pada hafiz soal itu. hafiz tau itu bukan tanggung jawabnya untuk mengurus jaka dan mengikuti permintaan gita.

hafiz melakukannya sebagai teman. tidak lebih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[1] Noxious : sharehomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang