Aku mendengarkan dengan perhatian khusus saat Pak Fajar bicara dengan Bang Reihan di telepon. Dari yang dapat ditangkap, Bang Reihan marah besar dan tidak mengerti dengan jalan pikirku. Bang Reihan menutup telepon setelah Pak Fajar memintanya untuk segera menjemputku.
Bang Reihan akhirnya datang. Aku yang memang sudah takut dengan kemarahannya mencoba menenangkan diri, tidak sedikitpun bicara.
"Ian! Ian! Kamu itu mau apa sih sebenarnya?" Ujarnya. Kulihat wajahnya memerah.
"Maafin aku Bang."
"Maaf! Maaf! Kamu tahu Abang pusing, stress mencari kamu."
Bang Reihan hendak memukulku, tapi dengan segera Pak Fajar mencegah.
"Sudah Nak Reihan, Jagan bertindak kasar. Tidak ada gunanya. Sekarang lebih baik bawa Ian pulang."
"Dia itu anak yang tidak tahu malu, berpikirnya pendek."
"Nak Reihan! Yang dibutuhkan Ian saat ini adalah perhatian dan juga bimbingan, bukan Omelan. Sudah bawa dia pulang."
"Maafkan saya Pak, sudah banyak merepotkan."
"Gak papa. Bapak hanya membantu."
Setelah berpamitan, aku dan Bang Reihan pulang. Sampai rumah, aku langsung diinterogasi habis-habisan. Bang Reihan kembali melupakan amarahnya, berberapa kali dia melayangkan pukulan Aku hanya bisa pasrah merima semua perlakuan kasar dan kemurkaannya.
Mbk Vika hanya diam, kali ini dia tidak sedikipun memberikan pembelaan padaku. Aku tahu apa yang telah aku perbuat telah membuat keduanya kecewa, hingga tak tahu lagi harus berbuat apa."Besok kamu temui Bapak, dia sakit memikirkanmu." Ujar Bang Reihan dengan suara kerasnya.
Aku hanya mengangguk. Bang Reihan pergi entah mau kemana.
Pagi sekali aku berangkat, sampai di rumah Bapak langsung menghampirinya yang tegah terbaring di kamar.
"Ian! Kamu pulang Nak!" Ucapnya terlihat begitu lemah
"Iya Pak. Maafkan Ian."
"Kamu sengaja ya buat Bapak- mu sakit? Kalau belum puas, gak usah pulang aja sekalian."
"Kenapa Bapak bilang begitu?"
"Buktinya kamu pergi dari rumah. Jika sudah gak sayang lagi sama Bapak, bunuh saja."
"Sudah Pak, aku minta maaf."
Bapak tidak mempedulikanku, dia menepis tanganku saat hendak merangkulnya. Dari sorot matanya yang sayu aku menemukan kekecewaan dan penyesalan yang mendalam disana.
Aku memutuskan untuk tinggal di rumah Bapak Sampai dia kembali pulih. Kuliahku kacau, karena sudah satu minggu lebih ini tidak masuk. Ada banyak pesan masuk dari Dosen dan teman seangkatan termasuk dari Riki. Aku belum bisa membalasnya.
Dari beberapa panggilan tidak terjawab, yang paling banyak dari Om Fauji. Aku meneleponnya menjelaskan dan memberi pengertian padanya.
"Om gak tau apa yang terjadi sama kamu sebenarnya, itu kamu yang tahu. Yang Om inginkan kamu segera temui Om."
"Maaf Om. Bapak sakit, untuk sementara ini aku belum bisa kemana-mana."
"Sehari aja Dek!"
"Tetap gak bisa Om. Nanti kalau Bapak sudah sehat aku langsung temuin Om."
"Om tunggu ya. Bawa berobat Bapakmu, kalau butuh biaya, bilang."
***
Bang Rian mengabari ia telah sampai. Sampai saat itu, aku tidak menceritakan apapun padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Cintaku Bersama Bang Rian Sang Kuli Season Dua Pencarian Jati Diri
RomanceSetelah Putus dengan Bang Rian, Julian memulai kembali petualangan cintanya. Om Fauji adalah seorang duda beranak satu yang Julian kenal lewat aplikasi kencan. dari perkenalan itu, mereka akhirnya menjalin hubungan. namun tak dinyana, dari hubungann...