Lika liku cinta Bersama Om Fauji

735 17 0
                                    

Tiga bulan kemudian Kakakku Reihan menikah. Proses demi proses lancar tanpa kendala, sampai akhirnya tiba ke acara inti Ijab kabul. Aku menyaksikan dengan sangat teliti saat Bang Reihan mengucapkannya. Ada semacam perasaan yang menggetarkan hati, saat dimana kakakku itu dengan lancar dan jelas mengucapkan kalimat yang menandai sahnya dia menjadi seorang suami. Apakah aku akan bisa sepertinya? Menjalani hidup normal dengan menikahi lawan jenis? Entahlah. Jauh didasar hati ini hal itu ada, namun karena perasaan lain yang kuat ini membuatku seakan melupa.
Setelah menikah Bang Reihan tinggal bersama isterinya. Kini dia telah memilki kehidupan sendiri dan tanggungjawab sebagai seorang suami. Aku sadar tidak bisa terus menerus bergantung padanya. Aku berkata pada Bapak

"Pak! Sekarang Bang Reihan sudah punya tanggungjawabnya sendiri, aku tidak mau menyusahkan. Aku ingin cari kerja buat tambahan uang kuliah?"

"Kamu mau kerja apa?" Tanyanya Bapak. Suaranya panjang

"Apa aja, yang penting bisa menghasilkan uang. Ada teman kuliah yang nawarin jadi pelayan cafe."

"Apa itu tidak akan mengganggu kuliah?'

"Enggak, kan aku minta sif malam."

"Kamu yakin bisa membagi waktu?"

"Bisa."

"Jika kamu yakin, silakan. Bapak mendukung. Tapi inget kuliahmu yang paling utama."

"Itu pasti Pak, enggak usah khawatir."

Melalui bantuan seorang teman akhirnya aku diterima kerja di sebuah kafe tidak jauh dari kampus. Sebenarnya Om Fauji tidak mengizinkan aku kerja,dia beralasan akan berkurangnya waktu bersamanya. Namun aku berhasil memberinya pengertian.
Dalam seminggu, aku libur hanya hari minggu, waktu yang singkat itu aku gunakan sebaik mungkin bersama Om Fauji, di awal-awal aku bisa membagi waktu dengan baik antara kuliah, kerja dan menemaninya, tapi lambat laun waktu untuk Om Fauji mulai berkurang,hal ini membuatnya kecewa. Dia memintaku untuk berhenti berkerja.

"Tiga bulan ini kamu semakin jarang nemenin Om! Kenapa Dek?" Tanyanya.

"Aku sibuk kuliah, Om, ada banyak tugas yang harus segera selesai menjelang ujian semester. Belum lagi sibuk di Cafe."

"Pada dasarnya Om tidak  keberatan kamu sibuk kuliah, karena itu adalah kewajibanmu. Tapi Om kecewa kamu lebih mementingkan pekerjaan daripada Om."

"Kalau aku tidak kerja, darimana buat bayar kuliah?"

"Kan Om sudah bilang berulang kali, masalah biaya akan bantu seluruhnya, asal kamu punya banyak waktu buat Om."

"Maaf, bukan tidak mau menerima bantuan, tapi aku ingin mandiri."

"Mandiri! Om hargai itu Dek, tapi tolong hargai juga kebaikan orang. Kamu itu siapa sebenarnya pacar Om apa orang lain? Jika kamu anggap Om adalah seorang yang begitu berarti, tolong terima."

Om Fauji terus membujuk agar aku merima bantuannya itu, aku tidak bisa menolak. Aku cukup mengenal karakternya, dia adalah seorang yang sulit dibantah jika telah sangat menginginkan sesuatu.

"Ya udah, aku mau. Mulai besok aku tidak akan kerja lagi."

"Gitu dong, sayang." Ucapnya senang.

"Aku lakukan semua ini demi Om."

"Iya sayang. Om jadi makin sayang. Dek! Om kangen. Main yuk!" Katanya tanpa basa-basi.

Selama kurang lebih tiga bulan ini, aku jarang bersamanya, jujur saat dia bilang kangen tadi, aku juga sama, sama menginginkan sentuhan hangat dan belain kasih.

"Iya,Om, aku juga pengen." Kataku

Dan lagi, setiap kali ingin melakukannya, Om Fauji menyuruhku minum obat kuat. Dia bilang obat yang diberinya itu aman dan tidak akan menimbulkan efek samping apa-apa. Saat itu aku percaya, karena dia sendiri juga minumannya, bahkan dalam dosis yang sedikit lebih banyak. Setelah sekitar satu jam menunggu reaksi, Om Fauji membawaku ke kamar. Ditanggalkannya pakaianku tanpa diminta, kemudian dia menidurkanku. Om Fauji melepaskan pakaiannya, dia naik ke atas tempat tidur.

Kisah Cintaku Bersama Bang Rian Sang Kuli Season Dua Pencarian Jati DiriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang