6

137 26 0
                                    

Hana masuk ke dalam mobil dengan pergerakan yang kaku. Dia dapat memastikan bila suaminya itu sudah memanaskan mesin mobil cukup lama, sebab suhu air conditioner dalam mobil menyergap pori-pori kulitnya begitu tajam; persis dengan aura yang dikeluarkan oleh pria tersebut.

Lamunannya terbuyarkan saat tiba-tiba saja Yoga mencondongkan tubuh ke arahnya. Pria itu meraih sabuk pengaman di sisi tubuh Hana dan memasangnya tanpa mengucap apa pun; seakan tindakannya sudah cukup melampaui batasan kepedulian mengenai keselamatan wanita tersebut.

Beberapa saat kemudian, mobil pun mulai melaju. Yoga masih dalam mode membisu, begitu pula dengan Hana yang tak memiliki apa pun untuk dilontar dalam kata. Dalam keheningan yang menusuk itu, Yoga pun menyalakan musik untuk menemani perjalanan keduanya.

Saat mendengar bagaimana intro musik yang terputar, seketika netra Hana langsung melirik ke arah layar kecil di dekat dashboard.

Itu ... salah satu lagu kenangan milik mereka. Saat mendengarnya kembali, membuat Hana merasa ditarik menuju masa lalu.

Kala itu, untuk pertama kalinya Hana melihat Yoga memainkan alat musik. Pria yang bisa memainkan piano merupakan salah satu kelemahannya. Wanita itu masih bisa mengingat begitu jelas bagaimana debaran jantungnya menggila saat melihat Yoga menarikan jarinya pada tuts piano dan ... bernyanyi untuknya.

One, you're like a dream come true
Two, just wanna be with you
Three, girl, It's plain to see
That you're the only one for me, and

Four, repeat steps one through three
Five, make you fall in love with me
If ever I believe my work is done
Then I'll start back at one

Masih terekam jelas dalam ingatannya bagaimana netra Yoga menatapnya dengan lembut di saat denting piano masih mengalun. Detak jantungnya pun semakin tak terkontrol saat Yoga mengakhiri permainan dan mengambil langkah untuk mendekatinya.

"Hana. I know it sounds cheesy. But, will you mind to being part of my life?"

Sialan. Kenapa memori pada masa itu justru terputar begitu jelas di otaknya?

***

Beberapa saat lagi, mereka akan sampai di tempat pengadilan agama. Hanya butuh satu putaran balik untuk mencapai tempat tersebut. Namun, Hana dibuat tercengang saat Yoga terus saja melaju lurus, bahkan Hana baru sadar kalau pria itu dengan sengaja tak menyalakan lampu sein.

"Kenapa nggak putar balik? Pengadilan agama udah kelewat, Mas," wanita itu melayangkan protes, namun Yoga tampak santai dan terus saja melaju. "Mas!"

Yoga hanya berdeham, membuat Hana semakin geram.

"Mas! Pengadilan agama udah lewat!"

"Iya, aku tau, Hana," balas Yoga dengan nada kalem.

Itu artinya Yoga memang sengaja melewati tempat itu untuk berupaya menggagalkan sidang mereka, 'kan?

"Kamu udah janji mau nganter aku ke sana!"

"Iya. Aku bilangnya memang antar kamu ke sana, bukan janji antar kamu ke pengadilan, 'kan?"

Hana tidak mengerti, padahal Yoga hanya bermain dengan kata; yang intinya dia memang tidak berjanji untuk mengantar sang istri menuju ke pengadilan. Dia hanya bilang antar ke sana, tanpa menjelaskan tujuan 'sana' yang dimaksud oleh pria itu.

Mengapa saat ini Yoga justru semakin terasa menyebalkan?

Hana hanya bisa terdiam untuk meredam kekesalannya. Yoga juga turut membisu, seakan tidak ada kejadian apa pun yang membuat suasana dalam mobil semakin mencekam.

Hana juga tak mau bertanya perihal tempat yang hendak dituju oleh calon mantan suaminya tersebut. Sekadar melirik saja dirinya tak sudi.

Sampai pada akhirnya mobil pun berhenti di salah satu pekarangan.

"Kamu nggak mau turun?"

Pria itu bahkan sudah mematikan mesin mobil dan melepas sabuk pengaman. Sedangkan wanita di sampingnya hanya bisa mengernyit saat melihat tempat yang dituju oleh suaminya tersebut.

Rumah siapa yang hendak suaminya kunjungi?

Yoga sudah keluar dari mobil. Walaupun wanita itu diliputi rasa penasaran, kekesalannya pada Yoga membuat Hana untuk kekeh duduk di tempat.

Pria itu menghela napas saat melihat Hana yang tidak segera beranjak keluar dari mobil. Dirinya pun menyeretkan langkah menuju sisi penumpang, membuka pintu yang untungnya tidak dikunci.

"Kamu nggak mau masuk ke dalem?"

Hana semakin dibuat heran. Dia tidak memiliki kepentingan sampai harus turun dari mobil dan membuntuti Yoga.

"Emang ini rumah siapa?" tanya wanita itu sembari mendongakkan kepalanya.

"Rumah kamu."

Belum sempat mengutarakan pertanyaan, Yoga telah meraih tangannya hingga membuat wanita itu keluar dari mobil. Yoga juga tidak mengatakan apa pun saat pria itu membawa langkahnya menuju pintu utama.

Pun tangannya melepas genggaman, lalu merogoh saku celana untuk mengambil kunci yang tersimpan di sana. Yoga kembali meraih tangan sang istri; menaruh kunci tersebut untuk dapat digenggam oleh Hana.

"Buka pintunya, Han."

"Ini maksudnya apa sih, Mas?"

Tiba-tiba saja isi kepalanya rusak. Padahal sudah jelas sekali kalau Yoga telah memberikan kunci itu pada istrinya.

Pemegang kunci pastinya adalah si pemilik rumah, 'kan? Jadi, apa kesimpulannya?

"Rumah kamu. Aku beli rumah ini atas nama kamu, Han."

Tenggorokannya tercekat. Apa ini maksudnya? Yoga membelikannya rumah sebagai hadiah untuk perceraian mereka, begitu?

***

Jikalau [✔]Where stories live. Discover now