Sepuluh

437 10 0
                                    

Malam itu, Angga duduk di jok pengemudi mobil dengan tatapan kosong. Mobil yang belum Angga nyalakan mesinnya itu menjadi saksi bisu betapa berisiknya isi kepala Angga.

Angga lagi-lagi menghembuskan nafasnya lelah. Tangannya memijat pelan tulang hidungnya. Kepala laki-laki itu terasa sangat pusing ditambah dengan beban pikiran yang terasa begitu berat dirasakannya.

Tepatnya 10 menit yang lalu, Angga mengantarkan Bela yang tak lain adalah istrinya itu pulang ke rumah orang tua Bela. Tentunya setelah melewati perdebatan yang cukup sengit antara pasangan suami-isteri itu, akhirnya Angga memilih menyerah.

Menyerah?

Ya, menyerah. Membiarkan Bela pulang ke rumah orang tuanya terlebih dahulu karena pikiran dan perasaan gadis itu yang sangat tidak stabil, Angga memutuskan memberi Bela sedikit waktu dan ruang untuk menenangkan diri. Namun, tentunya ada persyaratan yang Angga berikan kepada Bela selama gadis itu tinggal bersama orang tuanya. Persyaratannya adalah Bela hanya boleh tinggal bersama dengan orang tuanya selama seminggu, lebih dari itu maka Angga akan menjemput paksa Bela. Apakah persyaratan itu cukup sampai disitu? Oh, tentu tidak. Persyaratan yang lain adalah Bela dilarang memberi tahu kedua orang tuanya mengenai permasalahan antara Angga dan Bela.

Awalnya, Bela memberontak tak mau mempersetujui persyaratan itu. Namun, akhirnya gadis itu luluh dan menurut agar dia bisa pulang.

Jika ditanya bagaimana dengan respon orang tua Bela. Syukurnya kedua orang tua Bela tidak curiga sedikitpun kepada Bela dan Angga. Kedua orang tua Bela mengira jika Bela memang sedang rindu kepada mereka, makanya gadis itu ingin tinggal bersama mereka selama seminggu.

Angga sedikit menurunkan kaca mobil, setelah itu dia menoleh kembali ke arah rumah Bela yang tampak tutup.

Bela sendiri sudah masuk kedalam rumah semenjak Angga berpamitan pulang. Tatapan Angga tampak tenang, namun percayalah bahwa hati dan pikiran Angga tak setenang tatapannya .

Sedih, marah, dan rindu berkecamuk menjadi satu di hati Angga. Sulit dijelaskan, namun lagi-lagi Angga merasakan perasaan yang aneh kepada Bela. Apalagi saat ini Angga harus melewati beberapa hari tanpa Bela.

Perasaan apa itu?

Tidak tahu. Angga yang terlalu kaku pada dirinya sendiri sampai tak mampu menemukan jawaban dari semua perasaan yang sedang dia rasakan.

Tirai yang berada di kamar Bela yang semula tertutup kini tampak terbuka. Angga dapat melihatnya dari luar. Tidak lama kemudian,Samar-samar tampak gadis berwajah manis sedang berdiri didepan jendela yang sudah dia buka tirainya.

Angga terus fokus menatap jendela itu dengan harapan Bela lah yang berada dibalik jendela. Dan, coba tebak! Harapan Angga menjadi nyata. Bela berdiri di sana, Bela lah yang membuka tirai jendela itu. Tentu, Angga merasa senang. Bukan hanya itu, tanpa aba-aba jantung Angga bergemuruh dengan tiba-tiba. Detaknya lebih cepat dari biasanya. Perasaan Angga campur aduk. Namun, ekspresi laki-laki tampak biasa saja. Gejolak didalam hati Angga bertambah dahsyat rasanya. Bukan karena malam ini Bela hanya mengenakan tank top. Lebih dari itu, Angga ingin berlari menghampiri Bela dan memeluk gadis kecil itu lalu mengajaknya pulang. Namun, lagi-lagi keinginan itu hanya menjadi angan-angan.

Tak jauh beda dari Angga, Bela pun ikut terkesiap saat melihat Angga yang ternyata masih berada didepan rumahnya. Tadinya Bela pikir laki-laki itu sudah beranjak pergi. Namun, ternyata salah.

Rasa gugup menyerang tubuh Bela. Entah kenapa, namun rasa itu tiba-tiba datang. Terlebih saat pandangan mata Bela jatuh kepada Angga yang juga sedang menatap ke arahnya.

Bela tak ada niatan sedikitpun untuk menutup kembali tirai yang sudah ia buka. Bahkan pikiran untuk menutup tirai itu sedikit pun tak ada di benaknya. Bela diam dengan tatapan mata yang masih tertuju kepada Angga.

Kamu Jodoh Saya!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang