Sembilan

609 20 0
                                    

"Lain kali kalo saya makan gak usah dipangku, deh! Bapak lupa kalo saya udah gede?"

Sembari mencuci piring kotor, Bela tak henti-hentinya mengomeli Angga. Angga sendiri sebenarnya merasa panas mendengar omelan maut Bela, namun laki-laki itu memilih diam daripada jika dia melawan maka Bela pasti semakin kalap.

"Heran! Seneng banget godain saya. Kurang ya godain guru-guru di sekolah?"

Kali ini omelan Bela berhasil menarik perhatian Angga. Laki-laki menoleh ke Bela yang ternyata sudah selesai dengan ritual mencuci piring. Angga tak berkata apapun walaupun otaknya menyuruh agar dia membalas perkataan Bela, lebih tepatnya mengelak perkataan Bela bahwa dia seneng godain guru perempuan. Namun, lagi-lagi Angga memilih diam. Bukan karena kehabisan kata-kata, hanya saja, Angga merasa energinya akan terkuras habis jika membalas perkataan Bela. Walaupun hanya satu kata saja.

"Pak!"

Angga terlonjak kaget saat dengan kasarnya Bela menepuk bahunya. Kepala Angga mendongak menatap Bela yang tengah berdiri didepannya.

"Apa?" Ucapnya sedikit sengit.

"Saya udah gede!"

Angga mengernyit mendengar perkataan Bela. Merasa masih belum paham dengan yang Bela ucapkan, akhirnya Angga memilih bertanya.

"Apanya yang gede?"

"Ya, saya!"

"Kamu?" Beo Angga.

"Iya, Pak Angga!"

"Terus?"

Merasa geram, Bela menggeram sebal. Jika tidak ingat dosa, sudah dapat pastikan tangan mulus Bela akan mendarat sempurna di kedua pipi Angga.

Ups! Apa tadi? Dosa?

Bela sudah sering berbuat dosa kepada Angga ngomong-ngomong.

Angga semakin mengernyit. Setelah itu, dia menarik nafasnya dalam-dalam. Sambil melihat Bela yang masih terlihat sumpek. Angga berdiri dari duduknya dan berdiri tepat didepan Bela.

Satu menit, dua menit, tiga menit, hingga menit-menit berikutnya Angga masih saja setia menatap Bela. Tidak ada pergerakan atau ucapan apapun. Mata laki-laki dewasa itu memperhatikan setiap inci wajah Bela dengan intens. Tak ada satu kedipan pun yang terlihat di mata Angga. Sangking fokusnya menatap Bela.

"Apa?" Tanya Bela yang merasa aneh kepada Angga. Bagaimana tidak aneh jika tiba-tiba Angga menatapnya tanpa ada perkataan sedikit pun.

"Cantik" Ucap Angga dengan nada bicara seperti biasanya---Tegas.

Bela mengernyit "Hah?"

"Kamu cantik, Bela" Ucap Angga sekali lagi. Mencoba memberi tahu Bela yang sepertinya gadis itu sekarang tengah Budek.

Bela mendengar ucapan Angga. Namun, bukannya merasa senang atau tersipu malu, Bela justru ingin tertawa.

"Bapak kenapa sih?" Tanya Bela sembari tertawa renyah.

"Saya kenapa?"

"Ya--- tumben aja gitu muji saya cantik. Habis kesambet atau udah dapet hidayah?"

"Kalau ketawa gitu kamu makin cantik ya, Bel" Ucap Angga.

Angga tak berbohong. Gadis remaja yang tengah berdiri didepannya itu terlihat sangat cantik. Bela, siapa lagi. Gadis yang belum genap satu bulan menikah dengan Angga ini diam-diam telah mencuri perhatian Angga. Walaupun dasarnya Bela sering membuat Angga geleng-geleng kepala. Namun, entah mengapa di mata Angga hari ini Bela berhasil memberikan rasa-rasa baru didalam dirinya. Terutama pada hatinya.

Kamu Jodoh Saya!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang