Tiga

638 21 3
                                    

Angga memandangi wajah Bela yang mulai bercucuran keringat. Angga mengambil nafasnya dalam-dalam. Sungguh dia sangat bingung dengan cara apalagi dia harus memberi hukuman kepada Bela agar gadis itu kapok dan mau rajin mengerjakan PR yang ia beri. Angga pernah sampai memanggil kedua orang tua Bela karena Bela yang malas mengerjakan PR. Namun, gadis itu menganggap hukuman yang Syam beri seperti angin lalu. Tidak ada yang ditanggapi oleh Bela. Masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.

Angga berpikir bagaimana cara mengubah Bela agar lebih baik. Gadis itu terlalu keras kepala, bengal, dan susah diatur. Bukannya Angga tidak menerima apa adanya Bela. Namun, Angga adalah suami Bela. Mengingatkan Bela ke hal yang baik adalah kewajibannya. Bela sudah menjadi tanggung jawabnya. Baik buruknya seorang istri, peran suami sangatlah penting. Angga sudah berjanji kepada kedua orang tua Bela untuk menjaga Bela. Selain tidak ingin mengecewakan orang tua Bela karena telah gagal menjaga Bela. Syam juga tak ingin istrinya itu salah jalan.

Angga memaklumi setiap sifat kekanak-kanakan Bela. Walaupun hatinya masih sering merasa kesal dan dongkol melihat tingkah Bela. Namun, bukan berarti Angga akan membiarkan Bela berbuat seenaknya. Bela itu masih bocah 18 tahun. Gadis itu masih harus diarahkan.

Angga menatap dari kejauhan Bela yang sedang berlari mengitari lapangan. Sesekali kali gadis itu mengusap keringatnya. Sebenarnya, Angga tak tega melihat Bela kelelahan seperti itu. Namun, mau bagaimana lagi? Itu sudah tanggung jawab Bela.

"10. Sudah, Pak" Bela berjalan sempoyongan ke arah Angga. Saat sampai didekat Angga, gadis itu langsung duduk selonjoran dibawah.

"Sudah 10 putaran?" Tanya Angga.

Bela mengangguk dengan nafasnya yang masih ngos-ngosan "Iya, Pak".

"Ini" Angga menyodorkan sebotol air minum ke depan wajah Bela. Bela mendongak menatap Angga yang juga sedang menatapnya. Bela mengambil air minum itu. Lalu, diteguknya.

"Makasih, Pak".

"Sama-sama" Angga mensejajarkan posisinya dengan Bela. Dia jongkok tepat didepan Bela. Tangannya merogoh saku celananya dan mengambil sapu tangan.

"Mau saya yang usapin keringat kamu atau kamu usap sendiri?".

"Saya bisa sendiri" Bela langsung merampas sapu tangan itu dari Angga. Dengan bibir yang sengaja ia manyun-manyunkan, Bela mengusap dahinya yang penuh dengan keringat.

Angga tersenyum melihat tingkah Bela. Ternyata gadis itu bisa memperlihatkan wajah menggemaskan seperti itu. Angga terus memperhatikan Bela yang mengusap keringatnya. Manis. Kemanisan wajah Bela semakin bertambah saat gadis itu memanyunkan bibirnya. Persis seperti anak kecil yang merajuk karena tak dibelikan permen oleh ibunya.

Mata Angga turun ke bibir Bela. Dia meneguk ludahnya berat. Bibir Bela berwarna pink, serta berukuran mungil. Tubuh Angga meremang. Bibir Bela berhasil membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Angga berusaha tetap berpikir waras. Matanya memutuskan pandangan dari bibir Bela. Namun, pikirannya tetap terbayang-bayang dengan bibir mungil Bela yang sangat menggoda imannya.

"Pak Angga," Entah telinga Angga yang salah dengar atau memang barusan Bela memanggilnya dengan suara yang sengaja ia buat-buat.

Angga menatap lekat Bela. Tangan gadis itu mengalung di lehernya. Nafas Syam terdengar berat. Bulu kuduknya berdiri. Jiwa laki-lakinya telah keluar. Dia tidak bisa berpikir waras lagi.

Bela sengaja menggigit bibir bawahnya dengan gerakan se-sexy mungkin. Tangannya mulai mengelus rahang keras Angga. Matanya sengaja ia kedipkan.

Angga tidak tahan. Kepalanya mendekat ke kepala Bela. Bibirnya bergerak mendekat ke bibir Bela yang membuatnya hilang kewarasan. Angga menutup matanya..

Kamu Jodoh Saya!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang