Aku memang tidak bisa memilih takdir apalagi menyangkut jodoh. Aku memang memiliki kriteria tertentu. Tapi seiring bertambahnya umur yang mendewasakanku, tipe ideal dulu bukan lagi menjadi patokan. Bagiku, yang terpenting dia mencintaiku tulus, memberikan kenyamanan, memberi kebebasan walau masih dalam pengawasan, sabar dan setia. Masih terlalu banyak ya kriteriaku? Tapi yang kujelaskan sebelumnya, itu realistis dengan pria yang mendampingiku sekarang. Aku bersyukur telah menemukan dia di hidupku. Inilah sedikit cerita kisahku dimulai.
***
Cinta itu aku
Masa SMA adalah masa yang paling indah di dalam hidupku. Saat itu, kami masih bisa sering bertemu dengan sesama teman sekelas yang masih sama. Mungkin ketika aku telah menyelesaikan tahap sekolah itu baru aku menyadari, betapa aku menyesali kalau dulu aku sering sakit. Aku kurang menikmati masa sekolah terindah itu. Termasuk menghabiskan banyak waktu dengan dia, cinta pertamaku.
Dulu penampilanku memang tidak seaduhai sekarang. Culun dan tidak terawat. Itu sebabnya aku sulit mendapatkan cowok untuk aku jadikan pacarku. Aku iri, sungguh iri. Melihat mereka yang bermesraan dan berbagi perhatian dengan tambatan hati yang mereka pilih. Merayakan ulang bulan bahkan anniversary, ketika hubungan mereka bisa bertahan lama.
Sebenarnya dia termasuk cowok supel, suka mengajak aku berbincang dan memberi nasehat. Dari situlah awal aku aku mengagumi sikapnya. Dia juga agamis, sering mengajak teman cowok lainnya untuk berjamaah di musala sekolah.
"Cin, kamu kok sering sakit sih? Nanti kamu ketinggalan banyak pelajaran loh. Kamu kan tahu kalau di kelas ini aku juga bukan yang paling pintar. Jangan lupa kamu kejar ketertinggalanmu sama teman yang pintar ya! Jaga pola makan biar nggak ambruk terus."
"Ih baik banget sih kamu Mas, perhatian sama aku," jawabku tersipu.
"Tapi aku kayak gini nggak ke kamu doang kok. Semua teman aku beri perhatian sama rata kayak ke kamu." Ya walaupun emang aku yang kepedean, tapi tak apalah, aku udah terlanjur senang ada juga cowok yang perhatian ke aku. Dari situlah rasa kagumku kian bertambah seiring waktu kita bisa bersama sekelas.
***
Menjelang kelulusan aku mendapat hidayah dari Allah di mana hatiku terketuk untuk memulai berhijab. Di sinilah aku lebih banyak bersabar dan menjaga tata krama dalam sikapku. Intinya, aku mencoba berubah dan memperbaiki sikapku tidak seperti sebelumnya.
Sebenarnya di awal kelas 12, aku mulai menuliskan setiap kejadian antara aku dengan Simas. Ada juga sih flashback sebagian kenangan yang terjadi sebelum kelas 12. Pokoknya kisah aku mencintai dia mengalir aja gitu. Sampai akhirnya, satu buku diary yang aku siapkan halamannya penuh. Aku sudah menyusun rencana untuk memberikan diary ini kepadanya. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku akan menyatakan rasaku kepada pujaan hatiku.
***
Aku dibantu dua sahabatnya untuk mengajak Simas melipir ke pinggir di sudut ruangan perpisahan. Dag dig dug sungguh aku rasa. Pertama kalinya aku merasakan degup jantungku yang berdetak hebat sekencang ini. Ketika dia sudah di tempat yang aku mau, kedua teman kita itu pergi menjauh dan memperhatikan kami dari jauh. Aku pun mendekatinya perlahan. Saat ini aku menggunakan kebaya dan riasan berbeda dari biasanya. Ya, aku merasakan lebih cantik hari ini. Sebenarnya untuk menemui dia dan juga untuk menghadiri acara perpisahan sekolah, jadi sekalian tampil total.
"Mas, aku ingin menyampaikan sesuatu padamu," ucapku ketika sudah berada dekat dengannya. Dia menyuruhku untuk cepat mengatakan apa ucapan yang mau aku katakan. Dia merasa nggak enak jika terlalu lama berduaan dan takut menjadi pusat perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kunang-Kunang di Balik Rinjani
General FictionTema "Masa Lalu" merupakan kumpulan karya indah yang terurai mengalir penuh makna dari sudut pandang beragam penulis. Masa lalu merupakan waktu yang telah berlalu dan tak dapat dirubah. Sebongkah penggalan kenangan yang tersimpan dalam ingatan. Namu...