Satu

1.7K 41 1
                                    


'Halo, Yoon Jeonghan disini... Ada yang bisa kubantu?'








***








21 Desember...

Tanggal dua puluh satu Desember tahun ini jatuh di hari Selasa. Dua puluh satu Desember... itu berarti empat hari lagi menjelang natal. Natal tahun ini jatuh tepat di hari Sabtu, dan Yoon Jeonghan tidak tahu apa yang akan dia lakukan menjelang malam natal selain merebahkan diri diatas ranjang super nyamannya, mengganti jam tidurnya yang terbuang saat bertugas selama delapan hari kemarin.

Salju pertama turun beberapa minggu lalu saat Jeonghan berada di Jepang. Dari balik gorden berwarna abu-abu yang tersingkap sedikit, Jeonghan memperhatikan salju yang turun. Beruntung salju yang turun pagi ini tidak terlalu lebat. Dia sudah mendapatkan sedikit masalah dengan salju yang mengeras di pekarangan rumahnya tadi malam saat hendak membuang sampah. Ia terjatuh cukup keras dan rahangnya nyaris menghantam aspal yang tertutup salju.

Jam antik terbuat dari kuningan yang ia beli di pasar cinderamata saat bertugas ke luar negeri berkedip beberapa kali, menandakan pukul sembilan pagi. Ia bangun lebih awal dari biasanya. Satu hal yang tidak pernah Jeonghan lakukan jika sedang tidak mendapatkan tugas. Biasanya ia akan bangun saat matahari berada tepat di puncaknya jika sedang bebas dari tugas.

Tadi malam, Jeonghan sudah merencanakan apa yang akan ia lakukan hari ini. Membeli beberapa kado yang akan diberikan sebagai hadiah natal lalu membungkusnya, membereskan kamarnya yang sudah mulai tertutup debu di beberapa sudut, dan jika ada waktu lebih, dia akan mencoba menbuat kue lumpur dengan resep yang baru saja diberikan oleh Nenek Harol, tetangga depan rumah.

Suara ranjang berderit seiring dengan Jeonghan yang beranjak bangun dari atas ranjang, merentangkan kedua lengannya lebar-lebar menuju ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamar tidurnya.

Setiap kali mengingat tanggal dua puluh satu Desember, napas Jeonghan tertahan. Ada sedikit rasa sesak dan sedikit dendam yang masih ia simpan di dalam hati jika teringat kejadian di tanggal dua puluh satu Desember, dua tahun yang lalu.

Jeonghan menatap tampilan dirinya sendiri di dalam cermin. Rambut cokelatnya terlihat jauh lebih kusam dari biasanya, dan wajahnya terlihat jauh lebih pucat dari hari biasa. Terkutuk lah musim dingin dan salju yang turun lebat di luar. Jeonghan tidak akan pernah bisa hidup dengan tenang saat musim dingin tiba. Ia tempelkan kedua telapak tangannya di pipi, sedikit tersentak saat merasakan betapa dingin telapak tangannya pagi itu.

Mesin penerima pesan dari telepon yang ada di ruang tamu berdering dua kali, membuat Jeonghan yang sedang menuangkan obat kumur ke dalam gelas melongokkan kepalanya agar ia bisa mendengar dengan lebih jelas pesan yang baru saja ia terima.

'Sayang, kau di rumah? Bisa kita bertemu?'

Sebuah suara yang akan selalu Jeonghan rindukan, yang akan selalu menjadi penghibur setiap kali Jeonghan berada jauh dari rumah.

Dengan cepat Jeonghan menyelesaikan ritual paginya, menyisir rambutnya dengan jemari, mengikat rambutnya dengan asal dan kaki putihnya berlari keluar dari dalam kamar mandi.

Semuanya dilakukan dengan kilat, dengan cepat. Jeonghan bahkan tidak benar-benar memperhatikam pakaian apa yang dia pilih. Persetan dengan itu. Menurut kekasihnya, apapun yang Jeonghan kenakan, kekasihnya akan tetap menyukai tampilannya. Mengingat kalimatnya bahkan membuat Jeonghan tersenyum tanpa sadar.

"Selamat pagi, Hannie..." Nenek Harol yang sedang menyapu halaman depan rumahnya melambaikan tangan dengan semangat.

"Selamat pagi, Nenek..."

Nenek Harol tersenyum cerah. Sapu lidi ia kepit di antara ketiak dan lengannya sementara lengannya merangkul tubuh Jeonghan begitu keduanya sudah berdiri berhadapan.

"Bagaimana kabarmu, Hannie? Sudah satu minggu aku tidak melihatmu..."

Jeonghan tersenyum lembut sementara tangannya menepuk punggung Nenek Harol. "Aku bertugas ke luar selama sembilan hari, Nek... Bagaimana kabar Nenek?"

"Aku baik, tentu saja. Aku akan selalu baik," Nenek Harol tersenyum hingga membuat kacamatanya nyaris terjatuh. "Kupikir kau pindah dari sini dan tidak memberitahuku," Nenek Harol mengerucutkan bibirnya. "Nah, bagaimana kabar Choi?"

Senyuman Jeonghan Semakin lebar. Ia tersenyum hingga kedua matanya menyipit.

"Dia baik, tentu saja. Dia bahkan titip salam untuk Nenek".

"Yang benar?!" Jeonghan mengangguk. "Kalau begitu Choi harus datang berkunjung di hari natal nanti. Dia harus merasakan langsung kue krim lemon buatanku".

"Akan kusampaikan..."

Toy's Teuchi Chest merupakan toko pernak-pernik dan toko mainan terbesar yang ada di kota. Pemiliknya adalah seorang duda kaya raya yang sangat dermawan dan anaknya yang sudah tinggal di kota sejak puluhan tahun silam.

Song Teuchi, anak dari Tuan Teuchi si pemilik toko tengah membereskan beberapa barang yang ada di atas meja kasir saat Jeonghan datang. Wanita dengan rambut berwarna merah menyala tersebut mengangkat wajah dan tersenyum seolah hari natal tiba lebih awal.

"Halo, selamat pagi..." Song adalah wanita yang menyenangkan di mata Jeonghan. Jika Jeonghan sedang libur dari tugas, dia akan berkunjung ke toko Teuchi, menghabiskan waktu berjam-jam untuk bicara banyak hal dengan Song.

"Bagaimana tugasmu ke Jepang kemarin?"

Satu alis Jeonghan terangkat. "Darimana kau tahu tentang Jepang?!"

Song tertawa, mengibaskan lengannya sambil lalu. "Kau tinggal di kota kecil, Jeonghan..." Ia menggulung lengan bajunya hingga sebatas siku. "Nah, jadi, bagaimana kabarmu? Ingin membeli sesuatu untuk hari natal nanti?"

Jeonghan mengangguk. Sebelum ia menjawab pertanyaan yang Song ajukan untuknya, lonceng yang berada di pintu masuk toko berbunyi dengan cukup keras. Baik Song, Jeonghan, maupun pengunjung lain yang berada di dekat pintu menolehkan kepala mereka.

Choi Seungcheol masih dengan seragam biru gelap yang melekat di tubuhnya berdiri di depan pintu sambil tersenyum sangat tipis. Senyum yang dibalas oleh Jeonghan dengan senyuman sangat lebar hingga membuat Song mendecakkan lidah menggodanya.

PINWHEEL • JEONGCHEOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang