Enam

438 23 0
                                    

Bandara Internasional West Coast...

Jeonghan memastikan sekali lagi bahwa tampilan wajah serta rambutnya tidak begitu buruk. Ia tidak memiliki waktu untuk menata rambut ataupun merias wajahnya. Seungcheol memintanya untuk datang karena pekerjaan pria itu sudah selesai.

Wen Junhui, salah seorang teman baik Seungcheol yang pernah bertemu dengan Jeonghan sebelumnya, tersenyum lebar dari balik masker serta kacamata hitam yang ia kenakan.

"Hai... Selamat pagi, Wen Junhui..."

"Pagi... Kau mencari Seungcheol?" Junhui melepas kacamata hitam yang ia kenakan dan memasukkannya ke dalam seragam.

"Ya... Apa dia ada?"

"Yep... Dia ada di mezanin, setahuku. Mau kuantar?"

"Tidak, tidak perlu. Aku tahu dimana letak mezanin..."

Jeonghan sudah beberapa kali berkunjung ke tempat Seungcheol bertugas. Biasanya, jika sudah mendarat di Bandara West Coast dan Seungcheol masih harus bekerja, Jeonghan akan menyempatkan diri untuk mengunjungi pria itu di ruang kerjanya atau di dalam ruang mezanin.

Ruang mezanin pagi itu terlihat jauh lebih ramai dari biasanya. Begitu Jeonghan membuka pintu, semua kepala menoleh ke arahnya dan gumaman serta bisik-bisik terdengar di sana-sini. Wanita itu hanya tersenyum sambil nengucapkan kata maaf dengan suara pelan.

"Selamat pagi... Maaf mengganggu kalian..."

Salah seorang di antara mereka, Jeon Wonwoo, terkekeh sambil mengibaskan lengannya. "Tak perlu sungkan. Kau mencari Seungcheol, kan?! Dia ada di dalam..." Wonwoo menunjuk ruang istirahat yang ada di dalam ruang mezanin dan tanpa perlu diminta Jeonghan segera bergegas masuk ke dalam.

Dengan pelan Jeonghan membuka pintu ruang istirahat, hanya untuk berjaga-jaga jika saja Choi Seungcheol tengah tertidur dan ia takut mengganggunya. Tapi nyatanya Seungcheol sedang duduk di atas sofa melingkar yang ada di sebelah ranjang, bersandar pada punggung sofa sambil memencet hidungnya. Mulut pria itu membuka dan menutup seolah tengah memikirkan sesuatu. Jeonghan harus berdeham cukup keras demi menarik perhatian Seungcheol yang masih belum sadar akan kehadirannya.

"Aku tidak tahu kalau kau sudah datang..."

Tawa lembut terdengar. Jeonghan menyusul Seungcheol dan berbagi sofa yang sama dengan yang pria itu duduki. Keduanya saling berpelukan sementara Jeonghan menyandarkan kepalanya pada dada Seungcheol. Aroma yang menguar dari tubuh pria itu terasa sangat menyenangkan, sekaligus menenangkan.

"Tidak biasanya kau memintaku datang. Ada apa, hm?!" Jeonghan mendongakkan kepala membuat tatapan mereka bertemu.

"Malam ini malam natal..." Wanita itu mengangguk, mengiyakan ucapan Seungcheol. "Kau tahu ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu?! Lebih tepatnya, aku ingin meminta kejujuranmu tentang sesuatu."

Kerutan di kening Jeonghan terbit. "Apa itu?"

Seungcheol menghembuskan napas perlahan. Dia kembali memencet pangkal hidungnya. Tatapannya tidak lepas dari Jeonghan sedikit pun. Kemudian ia meminta Jeonghan untuk bangun, berjalan dari sofa yang sebelumnya mereka duduki untuk membuka laci meja yang ada di sudut ruangan.

"Aku menemukan ini..." Seungcheol berbalik, mengangkat sebuah tas kecil berwarna putih yang ada dalam genggamannya. Seketika bola mata Jeonghan membulat lebar.

"Menemukannya?!"

"Lebih tepatnya, mendapatkannya dengan tidak sengaja tadi malam, ketika aku ingin meletakkan sesuatu di dalam laci riasmu..."

Hening... Yang terdengar hanya deru napas Jeonghan yang kian memburu. Apa yang ada di dalam tas kain berwarna putih dalam genggaman Seungcheol adalah semua bukti-bukti tentang kehidupannya di masa lampau bersama Minhyuk. Hasil lab, USG, surat keterangan dari rumah sakit tentang penyebab keguguran yang ia alami, surat persetujuan untuk operasi, bahkan alat tes kehamilan yang ia beli masih ia simpan di dalam tas tersebut. Dan selama ini Jeonghan menyembunyikan tentang itu semua termasuk tentang eksistensi Minhyuk dari Seungcheol. Ia belum siap. Tidak, lebih tepatnya mungkin Jeonghan tidak akan pernah siap.

"Sayang..." Panggilan yang Seungcheol tujukan untuknya dengan penuh kelembutan seketika berhasil membuat airmata Jeonghan tumpah. Wanita itu menggigit bibirnya, mencegah tangisnya untuk turun semakin deras.

"Aku hanya ingin tahu tentang ini semua, hanya ingin tahu... Tidak lebih, dan tidak kurang..." Dalam beberapa langkah Seungcheol berhasil mencapai tempat Jeonghan dan memeluk wanita itu, satu tangannya memegang tas kain sementara tangannya yang lain mengelus dengan lembut punggung Jeonghan.

PINWHEEL • JEONGCHEOLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang