Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
It's that time of the year again.
Sebagai orang yang sialnya disekolahkan orang tuanya di sekolah yang dipenuhi siswa-siswi berambisi, Serena tidak pernah sekalipun menyukai waktu seperti ini. Waktu di mana dalam beberapa minggu terjadi sekitar 4 sampai 6 penilaian harian dan pada keesokan harinya, peringkat nilai permata pelajaran akan langsung ditempelkan di mading utama sesuai jurusan. Dari peringkat satu hingga seratus lima puluh sekian, dari berapa benar hingga salah yang sudah terjawab, semua akan diungkapkan di sana.
"Ju! Titip peringkat gue ya!"
Mengambil sandalnya di loker, Serena melirik sekilas teman sekelasnya yang barusan berteriak meminta untuk dilihatkan peringkatnya, seketika mengingatkan Serena jikalau hasil penilaian harian Fisika dan Matematika Peminatan pasti sudah ada di mading sekarang.
Here we go again. Mendesah malas, Serena akhirnya berjalan dengan gontai turun ke lantai satu untuk memeriksa di nomor berapakah namanya akan berada.
"Be careful, Miss."
Hampir kehilangan keseimbangan diri di tangga karena sambil mengikat rambut, pegangan di lengan kiri menghentikan tragedi mengenaskan itu untuk terjadi. Meskipun, suara yang masuk ke dalam telinga Serena tidak membuat cewek itu lega atau bahkan bersyukur. Mungkin malah sebaliknya.
"Lo mau liat nilai, bukan liat Tuhan," ejek Zhanghao yang bikin dua cowok di sampingnya cekikikan. His loyal supporters. Dia kemudian mengangkat satu tangan, melambaikannya ke Serena beberapa kali. "Gue duluan ke sana, bye."
Sialan.
Zhanghao memang selalu seperti itu. Tidak pernah ada perasaan menyenangkan yang menyertai sekitarnya. Dia menjengkelkan.
Di sebelas MIPA, cowok itu adalah rajanya. Dua semester di kelas sepuluh dia selalu menduduki posisi satu di semua mata pelajaran tanpa ada celah apapun. Jelas adalah pedoman murid seperti apa yang dicari sekolahnya. Serena, on the other hand, dia selalu berada tepat di belakang Zhanghao yaitu nomor dua. Dan sepertinya melihat bagaimana penilaian beberapa hari ini berlangsung, itu akan terjadi lagi di kelas sebelas.
Zhanghao akan berada di atas semuanya dan menghalangi Serena, seperti biasanya.
Awalnya ini murni ketidaksengajaan, Zhanghao memang orang yang kelewat genius dan cerdas. Tetapi setelah menyadari ada siswi yang tidak terlalu jauh tertinggal di belakangnya ingin menyingkirkan posisi ini, secara natural Zhanghao juga Serena menjadi cukup sensitif dengan kehadiran satu sama lain. Mungkin memang dimulai dengan hal kecil seperti saling melempar tatapan dingin, childish, tapi pada akhirnya semua membesar hingga di mana mereka bahkan saling mencoba menghancurkan mentalitas satu sama lain.
Beberapa hari yang lalu contohnya, Serena sedang bersiap-siap untuk penilaian Bahasa Inggris dan menemukan sebuah post it"try again" di atas mejanya dengan inisial Z.
Ada lagi, saat Serena fokus mengerjakan penilaian terdahulu, ponsel di dalam tas yang entah bagaimana tidak disilent tiba-tiba berdering pesan teks masuk yang dikirim lebih dua puluh kali: ternyata dari Zhanghao. Membuat cewek itu mau tidak mau harus mengsilent dan hampir saja dikeluarkan dari kelas karena disalahpahami ingin curang. Untungnya masih ada orang-orang normal di kelas yang rela membelanya.
Yah, mungkin ini memang sudah saatnya Serena mengakui kalau dia tidak akan pernah bisa mengalahkan Zhanghao. Setidaknya tidak di bidang ini.
"Ser!"
Serena baru saja sampai di wilayah dekat ruang guru tempat mading nilai mereka biasanya ditempelkan. Alisnya terangkat pada panggilan Hanbin barusan, sekujur tubuhnya mendadak kaku lagi, gugupnya kembali datang menyerang.
"Hah?" jawabnya sekenanya sambil mengusap tengkuk kikuk, berdiri di samping cowok tinggi tersebut. "Turun ya?"
"Naik Ser!" kata Hanbin penuh semangat, dia sampai menaruh dua tangannya di bahu Serena untuk mengguncang cewek itu beberapa kali.
Serena mengerutkan dahi, menatap Hanbin dengan tatapan penuh pertanyaan. "Peringat lo naik, maksudnya?"
"Peringkat lo!"
Dan seperti itu, Serena langsung menyelip kerumunan untuk melihat langsung daftar itu dengan mata kepalanya sendiri. Benar, dia benar-benar berada di nomor satu dengan nilai nyaris sempurna di kedua penilaian hari kemarin. Matanya membesar lagi saat melihat betapa tipisnya gap miliknya dengan Zhanghao terutama di Matematika Peminatan.
Gila. Dia mengalahkan seorang Zhanghao?!
"How about the English two days ago?" Hanbin bertanya sedikit berbisik di belakang telinga Serena yang masih membeku. "Any idea how the scores are?"
"No idea," tutur Serena perlahan berjalan keluar dari kerumunan diikuti Hanbin. "Biasanya Inggris emang telat sih Ms. Diana nempelnya. Maybe tomorrow we'll see the result."
"I hope so."Hanbin membunyikan lehernya yang pegal ke kanan dan kiri sebelum akhirnya berhenti secara tiba-tiba. "Ser, jarum jam delapan."
Menurut, Serena memutar kepalanya ke arah kiri belakang untuk mendapati Zhanghao dan dua temannya yang berjalan sudah cukup jauh dari wilayah mading tapi masih cukup jelas untuk Serena mengidentifikasi emosi apa yang terpancar di wajahnya itu.
Dia terlihat.. datar, she must say.
But even God knows it's not because he feels nothing, but because he feels everything.
Dan Serena tidak bisa berbohong kalau dia... menyukainya. Dia menyukai perasaan menang ini.
Dalam satu sampai dua minggu masih ada beberapa penilaian yang akan datang. Semua orang punya cara mendapat motivasinya sendiri dan bagi Serena, berhasil mengalahkan Zhanghao di mata pelajaran Fisika dan Matematika Peminatan yang jelas bukan hal sepele adalah motivasi terbesar yang pernah dia dapatkan seumur hidupnya.
Dia menyiapkan dua penilaian itu berminggu-minggu. Secara realistis, jika dia ingin kembali mengalahkan cowok itu, maka jalan terbaik yang bisa Serena pakai ialah dengan mengorbankan banyak waktu luangnya termasuk juga waktu tidur dan kesehatan sendiri.
Meskipun Bahasa Inggris akhirnya berhasil dimiliki Zhanghao, Serena berhasil merebut dua mata pelajaran lagi yaitu Kimia dan juga Agama & Budi Pekerti. Dia punya empat total. Lalu hari ini, another one, di Matematika Wajib.
1:5. Dia punya lima.
Mungkin sudah hampir tiga minggu semenjak kali terakhir Serena bisa tidur dengan tenang. Stimulasi tubuhnya jelas drop, tidurnya juga teracak dengan sempurna. Untung saja semenjak satu minggu ini, dia menekatkan diri untuk mengalihkan isi kepalanya dengan merokok. Pilihan tergila yang pernah cewek itu ambil di 17 tahun hidupnya di dunia. Dia bisa saja mati jika Mamanya mengetahui ini semua, meskipun dia juga salah satu faktor terbesar kenapa Serena gencar dalam mengincar posisi satu. Belum lagi segala respon para guru yang pasti akan kompak menyumpahinya sebagai murid tidak baik.
"Ekonomi.. Bahasa Jepang."
Serena membaca pelan jadwal di dalam buku jurnal mininya. Masih ada dua penilaian lagi. Entahlah dia bisa bertahan atau tidak jika terus seperti ini namun yang jelas, Serena tetap akan memaksakan dirinya.