Kita /4/

5 3 1
                                    

Selamat datang kembali...

selamat menikmati part ini....

------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah kak Jonathan selesai dengan penjelasannya, saat itu juga aku mendengar suara gaduh dari arah pintu masuk UGD, aku bisa melihat Mas Naren bersama teman dekatnya yang aku pun cukup mengenalnya bernama Mas Dikta, ku lihat Mas Naren dengan grasa-grusu menghampiri resepsionis menanyakan keberadaanku

Saat resepsionis itu menunjuk ke arahku, dan Mas Naren ikut berpaling mengikuti arah yang ditunjukan mbak-mbak resepsionis itu, tanpa basa-basi dia segera berlari menghampiriku di ikuti Mas Dikta yang berjalan santai di belakangnya..

Mas ku ini memnag tipikal orang yang heumm... agak lebay sebenarnya, dia akan sangat khawatir jika mendengar orangtuanya dan aku sebagai adik perempuan satu-satunya jatuh sakit atau terluka, bahkan jika itu hanya luka kecil dia akan bereaksi sangat heboh

"kamu kenapa dek bisa sampai masuk UGD?" dengan nafas terengah karena habis berlari Mas Naren bertanya kepadaku.

"maaf apakah kakak ini keluarganya Puspa?" belum sempat aku menjawab Kak Dita sudah lebih dulu menyela dengan bertanya ke Mas Naren.

Seakan tersadar ada orang lain di sekitarku Mas Naren kemudian menengok ke arah orang yang bertanya kepadanya.

"saya kakaknya Puspa" mendengar itu, Kak Dita melirik seperti memberi kode kepada Kak Jonathan untuk menjelaskan.

"supaya lebih nyaman, bagaimana kalau saya jelaskan sembari duduk disana" paham akan kode yang di berikan Kak Dita, Kak Jonathan berucap sembari menunjuk ke arah kursi tunggu yang tadi dia duduki bersama dokter wanita tadi, dan aku baru sadar kalau dokter wanita itu sudah tidak ada di sini.

"baiklah" dengan persetujuan Mas Naren akhirnya mereka bertiga Mas Naren, Kak Jonathan dan Mas Dikta berjalan beriringan menuju ke kursi tunggu tadi.

Setelah itu sayup-sayup aku mendengar perbincangan mereka yang membahas tentang kejadian yang menimpaku tadi siang, namun fokusku teralih karena seorang perawat menghampiri aku dan Kak Dita,

"selamat sore, ini obat yang harus diminum sekarang, dan ini resep obat yang bisa di tebus di apotek depan setelah pulang nanti, setelah infusnya sudah habis mbaknya baru di perbolehkan pulang" perawat itu menyerahkan tiga pil obat yang diterima Kak Dita dan menjelaskan tentang kepulanganku.

"baik sus, terima kasih" aku dan Kak Dita sama-sama berterima kasih kepada perawat itu yang dijawab dengan senyuman kemudian dia berlalu ke pasien lain di brangkar seberangku yang berjarak satu brangkar.

Saat aku sedang meminum obat yang diberikan perawat tadi, Kak Jonathan yang sudah selesai menejelaskan kemudian kembali menghampiriku bersama dengan Mas Naren dan Mas Dikta

"udah?" tanya kek Dita saat Kak Jonathan di hadapannya. Pertanyaan itu hanya dijawab anggukan oleh Kak Jonathan.

"kalau begitu, karena kami masih punya keperluan di kampus, kami pamit terlebih dahulu, untuk barang-barang milik Puspa yang masih tertinggal di kampus akan kami kirim lewat gosend ya" kak Dita yang kini berdiri besisihan dengan Kak Jonathan berpamitan kepada kami.

"iya, terima kasih banya sudah membawa adik saya ke rumah sakit untuk mendapat perawatan lebih lanjut" Mas Naren manjawab sembari mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan kepada Kak Dita dan Kak Jonathan sebagai rasa terima kasih.

"sama-sama sudah menjadi tanggung jawab kami sebagai panitia, dan Puspa sampai jumpa di hari rabu nanti ya" dengan senyum manis Kak Dita menjawab.

"iya kak, bye bye" aku melambaikan tangan melepas kepergian mereka yang berjalan ke arah pintu UGD

"kamu ini ada-ada aja tingkahnya dek, buat Mas khawatir aja" gerutu Mas Naren sembari duduk di samping brangkarku sedangkan Mas Dikta duduk di kursi yang tadi di duduki Kak Dita.

"yaa namanya musibah, siapa yang tau kan" kau mencoba mengeles menghindari omelan Mas Naren, kebiasaan Mas Naren yang diturunkan dari ibuku, dia suka sekali mengomel bahkan omelanya mungkin melebihi ibuku yang seorang wanita

"alah, ngeles aja kamu ini, jadi kapan kamu bisa pulang?" tanya Mas Naren perihal kepulanganku nanti, sedangkan itu Mas Dikta hanya diam menatap menyimak perbincangan kami.

"kata perawat tadi, boleh pulang kalau infusnya sudah habis" sebenarnya aku tidak perlu di infus tapi kata perawat tadi aku cukup dehidrasi membuatku terpaksa di infus.

"tinggal sedikit lagi kok ini" jawab Mas Naren sembari meneliti infusku

"emang Mas ngga papa kerjaannya di tinggal?" Mas ku ini bekerja di sebuah lembaga pemerintahan kota Yogyakarta dengan jabatan yang cukup tinggi.

"mas udah suruh Pak Tedy buat handel kerjaan Mas sementara" jelas Mas ku yang membuatku menganggukan kepala.

"Mas Dikta juga ngga ada kerjaan sampe ikut jemput aku ke sini?" tanyaku ke Mas Dikta yang masih tidak mengeluarkan suara sedari tadi.

"ndak ada, novel mas yang kemaren kan sudah terbit, sekarang baru nyari inspirasi buat novel selanjutnya, jadi Mas lagi nganggur sekarang" Mas Dikta ini memang tipikal yang agak pendiam, dia hanya berbicara ketika di tanya dan jika perlu saja. Mas Dikta memang berprofesi sebagai penulis novel yang cukup terkenal , sudah banyak novel karyanya yang diterbitkan dan menjadi best seller

"pret, pengangguran kok duit e ngalir terus" sahut Mas Naren dengan wajah mengejek.

"jadi best seller lagi ya Mas?, kemarin temen SMA ku banyak yang beli novel Mas Dikta" memang kemarin di grup kelas SMA ku yang masih cukup aktif, mereka membicarakan tentang novel karya Mas Dikta dan mereka berencana untuk membeli bersama di Gramedia, namun aku tidak ikut nimbrung karena Mas Dikta sudah lebih dulu memberiku novel itu lengkap dengan tanda tangan dirinya.

"syukur deh bukuku ada yang beli" sahut Mas Dikta santai, apa dia ini tidak menyadari kalau dirinya ini salah satu penulis terkenal terlebih di Kota Yogyakarta ini, memang agak aneh teman dekat Mas Naren yang satu ini.

"infusnya sudah habis tuh, Mas panggilin perawat dulu" saking asiknya mengobrol aku tidak menyadari kalau infus yang terpasang di tangan kiriku sudah habis.

Mas Naren kemudian berlalu untuk memanggil perawat, yang tek lama kemudian dia datang bersama perawat yang memberiku obat tadi.

"sudah habis ya?, tahan ya saya lepas infusnya" dengan telaten perawat itu mulai melepas infusku

"sudah selesai, resep tadi bisa di tebus setelah ini, untuk dosisnya akan dijelaskan oleh pegawai apotiknya, jangan lupa banyak minum air putih supaya tidak dehidrasi dan ini kruk yang bisa kamu pakai" perawat itu menyerahkan dua kruk yang akan membantuku berjalan beberapa hari kedepan

"baik sus hehehe, terimakasih banyak" dengan sedikit tertawa aku membalas perawat itu.

"untuk administrasinya bagaimana sus?" tanya Mas Naren kepada perawat itu.

"administrasinya sudah selesai pak, oh iya Mbaknya kalau sampai 5-7 hari tidak kunjung membaik bisa kembali ke rumah sakit nanti ke poli ortopedi ya, kalau begitu saya permisi" setelah selesai menjelaskan perawat itu pun balik badan meninggalkan kami bertiga.

Akhirnya dengan bantuan kruk aku berjalan beriringan dengan Mas Naren menuju keluar UGD, sedangkan Mas Dikta sudah lebih dulu keluar untuk mengambil mobil agar aku tak perlu jalan jauh.

----------------------------------------------------------------------------------

haii...

terima kasih sudah membaca...

hope you like this story..

jangan lupa drop your vote and comment yawww kawan..

sampai jumpa di part selanjutnya

arigatouu

Apakah Pada Akhirnya Kita Bersama?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang