2

14 1 0
                                    

Safira berakhir di dapur dengan apron yang membalut tubuhnya. Leon memintanya untuk membuat makanan. Berhubung di luar hujan, pesan online pun akan sulit. Beruntung di dalam kulkas cowok itu bahan masakan cukup lengkap. Ada daging dan sayur. Safira menggunakan sepotong daging sapi yang masih terbungkus rapi dalam kemasannya. Dia membuat sup. Meskipun akan menyita banyak waktu, Safira turut membuat perkedel kentang sebagai pelengkap. Dia memasak cukup tenang karena Leon memperbolehkan dia memasak menggunakan bahan apapun yang ada di kulkas. Jika ditanya kemana cowok itu pergi, Leon kembali tidur di kamarnya.

Memasak bukan hal yang sulit bagi Safira jadi dia tidak keberatan saat Leon memintanya untuk memasak. Anggap saja balas budi Safira kepada Leon. Dia yang memang tinggal sendiri di rumah peninggalan ibunya, untuk bertahan hidup, setidaknya dia harus punya skill memasak.

Satu setengah jam berlalu. Tepat saat masakan selesai tersaji, Leon keluar dengan muka bantalnya.

"Wangi banget masakan lo." Leon lantas mengambil tempat duduk.

Sebenarnya Leon masih sangat mengantuk. Tapi setelah harum masakan masuk melalui indra penciumannya dia segera bergegas bangun. Masakan yang Safira hidangkan terlihat begitu menggugah selera. Menu yang dia masak juga cocok saat hujan begini. Dia segera melahapnya. Tanpa dia duga, rasanya benar-benar enak.

Antara kelaparan atau memang keenakan Leon menghabiskan sepiring nasi yang Safira hidangkan. Bahkan sampai menambah. Safira jadi keheranan sendiri.

"Laper lo?"

Leon mengangguk dengan bersemangat. "Gue gak nyangka lo bisa masak seenak ini. Padahal tampang lo gak memungkinkan." Kalimat itu mengandung pujian sekaligus hinaan bagi Safira. Tapi dia tidak akan ambil pusing.

"Yaudah, habisin kalau gitu."

Tiga puluh menit berlalu dan mereka selesai makan. Tapi hujan semakin deras. Safira belum bisa pulang dan Leon masih mengijinkannya untuk tinggal. Jadilah Safira duduk manis sembari menonton lengkap dengan tubuhnya yang kini terbungkus selimut. Tidak ada rasa sungkan meskipun dia berada di rumah orang. Keduanya juga santai duduk bersebelahan. Seolah mereka teman dekat.

Leon menyeruput cokelat hangat yang Safira buat. Sebenarnya Leon belum pernah secepat ini akrab dengan orang asing. Tapi Safira benar-benar mengimbanginya dengan baik. Leon kini jadi sedikit tahu tentang cewek itu. Mereka saling bertukar cerita.

"Gue boleh nanya?" suara gadis itu memecah keheningan yang sempat terjadi sesaat. Leon mengangguk sebagai jawaban.

"Lo punya cewek?"

Safira ini hanya basa-basi saja. Dia masih ingat kemarin memergoki Leon berada di kamar Krystal. Jika bukan karena hal itu, mungkin pertanyaannya sekarang bukan sekedar basa-basi yang basi.

"Gue gak punya." Jawaban Leon dibalas anggukan. Ternyata cowok itu tetap bersikeras tak mengaku meski itu di luar sekolah.

"Tapi masa, sih, cowok seganteng lo nggak punya cewek?" Kini Safira memasang wajah serius.

Leon terkekeh. "Jadi menurut lo gue ganteng?" Safira mengangguk polos. "Gak cuma ganteng lo juga seksi, menurut gue lo cocok banget kalau dijadiin pacar." Safira mengulas senyum.

"Oh, ya?"

"Kalau lo gimana?"

"Sejauh ini gak ada cowok yang berhasil bikin gue tertarik." Safira berkata jujur.

"Oh ya?"

"Kenapa? Lo gak percaya?"

"Percaya deh. Tipe lo yang kaya gimana emang?"

Di sebelahnya, Safira menoleh setelah menyeruput cokelat hangatnya. Kemudian dia meletakkan mug itu ke atas meja. Wajahnya berganti serius. "Gue tau ini mungkin bakal kedengeran aneh. Tapi lo masuk tipe gue." Leon terkekeh mendengar itu.

SapphireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang