02. Bolehkah Berharap?

99 17 62
                                    

Haiii aku balik lagii

Ngerusuh bareng yokkk

Pada penasaran gak sama cerita ini?

Plisss aku butuh banget dukungan kalian:((

Jadi pendukung hati juga gapap wkwk

Dahlah gas aja

Happy Reading

"Ayolah, Ga. Kali-kali ikut kita ngantin napa?" bujuk Sena. Ternyata membujuk manusia kulkas seperti Arga lebih sulit daripada menghadapi ujian fisika.

"Arga mau, ya? please," Ananta ikut membujuk dan mengerucutkan bibirnya.

"Nggak, kalian aja," singkatnya.

Ananta menghembuskan napasnya kesal, tatapanya melihat ponsel Arga yang tergeletak di atas meja. Seketika ide jahil terlintas di otaknya. Ia mengammbil ponsel itu.

Tentu saja itu membuat Arga terkejut dan akan mengammbil kembali ponselnya, namun sayang. Ananta menyembunyikan ponsel itu ke belakang.

"Kalau Arga mau ponsel Arga balik, ikut sama Anta," ucap Ananta tersenyum kemudian berbalik menuju ke luar kelas bersama kedua temannya.

Menghela napas pelan, Arga berdiri untuk menyusul penyihir kecil itu. Ia tidak punya pilihan yang lain lagi. Ponselnya juga tidak di kunci. Toh, ia tidak menyimpan hal yang aneh-aneh di ponselnya.

"Ponsel gue," Arga mengulurkan tangannya.

"Nggak sekarang," ucap Ananta.

"Maksud lo?"

"Nggak sekarang itu artinya nanti, Arga,"

"Lo jangan main-main," tekan Arga.

Ananta tersenyum, "Arga tenang aja. Meskipun ponsel Arga gak pake kunci, Anta masih punya sopan santun untuk tidak membuka privasi orang," ucapnya sambil berjalan mendekati pintu kelas.

"Lo pikir ngambil ponsel orang itu sopan santun?"

Ananta berbalik dari ambang pintu "Izin dulu kok. Arga aja yang gak denger,"

"Nggak, lo ngambil gitu aja langsung keluar nyeret kita," sahut Sena.

"Udah, Anta udah izin dalam hati!" seru Ananta.

"Terus lo pikir kita punya telinga di hati biar bisa denger suara hati lo?" cibir Areksa.

"Anta kira kalian bisa telepati,"

"Telepati pala lo!" sembur Sena kesal.

"ARGA AYO!" Ananta berteriak pada kedua sahabatnya dan calon pacarnya itu sambil terus berjalan ke arah kantin.

"Sori, Anta emang ngeselin orangnya. Mending lo ikut kita biar ponsel lo bisa balik," Sena menggaruk pelipisnya yang sedikit gatal dan berlalu menyusul Ananta.

Arga hanya bisa menghela napasnya kemudian melangkahkan kakinya untuk menyusul ketiga manusia abstrak yang sayangnya teman sekelasnya sendiri.

Mereka duduk berhadapan. Sena menghadap Areksa dan Ananta menghadap Arga.

Sungguh ini kesempatan yang bagus untuk kebersihan matanya.

AMERTA: The Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang