03. Rencana

99 17 34
                                    

DOUBLE UP NIHHH

Ayo dong ramein!!!

Jangan lupa vote sama komennya ya sksksk

Happy Reading

Ananta menyusuri jalan dengan menaiki sepeda usangnya. Menikmati angin pagi hari memang asupannya pada setiap akhir pekan.

Sampailah Ananta di kafe tempat ia bekerja. Ya, Ananta masih bersyukur bisa mendapat pekerjaan untuk membantu keuangan Melisha.

Anak itu bekerja diam-diam tanpa sepengetahuan Melisha dari ia masih menduduki kelas sepuluh. Melisha itu adalah seorang guru di Sekolah Dasar.

Ananta hanya ingin membantu mengurangi beban Mami-nya pikul sendirian tanpa seorang suami ataupun Ayah bagi Ananta.

Melisha memang tidak pernah telat untuk memberikan Ananta uang bulanan untuk membayar sekolahnya. Namun, Ananta menabung uang itu dan memakai uangnya sendiri untuk membayar uang bulanan sekolahnya.

Dan ia bersyukur, karena saat ini Melisha belum mencurigai apa saja kegiatan anaknya itu.

Ananta memarkirkan sepedanya di tempat yang berbeda, di bawah pohon kecil dekat kafe itu. Kemudian ia masuk ke dalam dan langsung disambut oleh teman-temannya.

"Eh, pas banget lo datang,"

Ananta menatap gadis itu dengan kening mengerut, "Kak Resa kenapa?" tanya Ananta.

"Tolong bersihin meja yang diujung, ya. Perut gue mules," ringis Resa sambil memegangi perutnya dan berlari ke arah toilet.

Ananta memang selalu bisa diandalkan disini.

Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul dua siang. Waktunya Ananta pulang.

"Ta, tolong anterin ini ke meja nomor tujuh, ya," pinta Gio yang kebetulan melihat Ananta.

Ananta mengangguk dan mengambil kopi pesanan itu untuk diantarkan ke meja tersebut.

"Mas, pesanannya," ucap Ananta sopan tak lupa dengan senyumannya walaupun ia merasa lelah.

Orang itu berdehem pelan tanpa melihat orang yang mengantar pesanannya.

Melihat itu, Ananta hanya mengangkat bahunya acuh karena wajah orang itu tertutupi oleh buku menu. Ananta kembali berjalan ke arah ruang belakang kafe dan bersiap-siap untuk pulang.

"Ta, udah mau pulang?" tanya Rabil ketika melihat Ananta yang sudah rapi dengan kemeja kotak-kotak berwarna birunya.

"Iyalah," ucap Ananta sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas kecilnya.

"Santai aja kali, buru-buru banget," Gio ikut menyahuti.

"Anta buru-buru mau curhat," ucap Ananta.

"Curhat sama siapa?" tanya Rabil bingung.

"Sama Papi lah. Dadah, Anta duluan, ya," pamit Ananta dan berjalan ke arah pintu kafe itu.

Gio dan Rabil seketika terdiam dengan apa yang diucapkan Ananta.

"Kasihan dia." gumam Gio setelah melihat Ananta yang sudah menghilang dari penglihatannya.

*****

Setelah bersepeda beberapa menit, Ananta masuk ke dalam toko bunga yang sepertinya terlihat sepi. Hanya ada beberapa orang berlalu-lalang yang sedang sibuk memilih bunga yang ingin mereka beli.

AMERTA: The Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang