05. Tragedi Kecil

110 16 12
                                    

Komen yg banyak banyak yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Komen yg banyak banyak yaa

Happy Reading

Brakk!!

"HAH?!" Areksa menggebrak meja hingga membuat seisi manusia di kelasnya itu memekik terkejut. Tak terkecuali Sena yang saat ini tengah mengusap dadanya.

Sedangkan Ananta hanya meringis dengan memejamkan matanya sambil menutup kedua telinganya. Oh ayolah, teriakan Areksa itu bukan main-main.

"Berisik Juned!' desis Ananta.

Areksa memandang Ananta malas, "Lo jadi anak napa jujur-jujur amat sih?"

"Ya, kan Anta gak tega sama Arga karena Anta diemin dia terus," Ananta mencebikkan bibirnya.

Memejamkan mata, Areksa menghela napas panjang, "Tapi kenapa lo malah jujur sih? Kalau lo cuekin dia, pasti dia ngerasa kesepian dan—"

"Nah, justru karena Arga bakal kesepian, Anta gak mau cuekin Arga lagi."

Lagi-lagi Areksa menghela napasnya yang panjang. Sungguh, ia seperti berbicara dengan alien yang baru paham bahasa manusia. Areksa mengacak rambutnya frustasi.

"Arrgghhh! Serah lo deh!"

*****

Berjalan kaki sendirian pada suasana malam memang terlihat damai. Ditambah sorotan dari cahaya-cahaya lampu jalanan dan cahaya dari sang Purnama yang bersinar cerah tanpa tertutup awan, semakin membuat suasana di malam ini terlihat indah.

Ananta berjalan dengan menuntun sepedanya. Jangan tanya kenapa Ananta tidak menaikinya saja daripada berjalan kaki, karena rantai sepedanya itu sudah putus saat ia mengayuh tadi. Terlihat dari siku putihnya yang lebam, sobek dan berdarah karena ia hanya memakai kaos polos berwarna putih.

Perlu diingatkan lagi, sepeda itu adalah sepeda tua yang ia punya.

Tatapannya tertuju ke bawah, pada bayangannya sendiri karena sinar bulan yang menyorotnya dari belakang. Namun, di bawah sana terdapat satu bayangan lagi yang mengikutinya.

Dadanya mulai bergemuruh, jantung berdetak dengan sangat cepat, Ananta sedikit mempercepat langkahnya.

Dengan perasaan takut, Ananta semakin mempercepat langkahnya ketika orang di belakangnya juga ikut mempercepat langkahnya.

Bagaimana ini? Kenapa sepedanya harus rusak sekarang? Tidak ada pilihan lagi. Ananta mendorong sepedanya ke semak-semak yang ada di pinggirnya, kemudian lari dengan sekuat tenaga.

AMERTA: The Promise [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang