Asap rokok menari-nari di udara. Menyamarkan sesosok seorang pria yang termenung di antaranya. Hari hampir pagi, entah sejak kapan dia terus berada di sana. Tenggelam dalam pikiran yang rumit seperti merapikan benang kusut yang entah bersembunyi dimana ujungnya.
Suara engsel pintu yang berderit sedikit menarik perhatiannya, maka menoleh dia mendapati Eric berdiri di ambang pintu sebelum berjalan tanpa suara menujunya.
''Anda baik-baik saja?''
Menghembuskan asap rokoknya, Keith terdiam, menatap Eric tajam.
''Kenapa kau melakukannya?''
''Saya kecolongan. Dia berhasil membodohi saya.''
''Kau pikir aku percaya?''
Hening.
Eric menelan salivanya kaku.
''Hari ini kau sudah dua kali bertindak tanpa berdiskusi denganku terlebih dahulu.''
Ya, Eric tahu itu.
Pertama, dia diam-diam meminta Mark untuk menyiapkan rompi anti peluru yang tanpa diketahuinya Mark malah mengerjainya dengan menambahkan cairan merah mirip dengan darah dibalik rompi itu.
Kedua, dia sengaja membiarkan Alana kabur. Lebih tepatnya menunjukan jalan pada wanita itu agar dia pergi dari sini.
''Maafkan saya, saya hanya tidak ingin dia membahayakan an-''
''Justru kau,'' balas Keith cepat sambil bangkit setelah membuang puntung rokoknya ke atas asbak.
''Kau yang mengundang bahaya. Kejadian malam ini, kau pikir orang-orang di luar sana tidak akan tahu? Keberadaannya bisa terancam.'' Desisnya marah.
Tetapi Eric sudah bertekad, dia menatap Keith lekat.
''Bukankah cepat atau lambat keberadaannya akan diketahui?''
''Anda tidak bisa menyembunyikan dia selamanya.''
Menatap Eric lagi, Keith sudah akan berucap tetapi apa yang diucapkan pria itu benar adanya.
Sekarang atau nanti, semua orang akan mengetahui keberadaan Alana. Sebab hanya ini jalan untuk mengembalikan semuanya ke tempat semula.
''Aku hanya takut.'' Ucap Keith kemudian, lemah, nyaris seperti bisikan.
Kedua matanya menatap lurus ke depan, pada pemandangan malam hutan yang sepi dan menakutkan.
''Aku takut kehilangan lagi.''
***
Kenapa suasana mansion ini biasa-biasa saja?
Sejak bangun dari tidurnya - ralat, bangun dari pingsannya setelah peristiwa penembakan itu, pertanyaan itu terus muncul di benak Alana.
Demi Tuhan dia sudah membunuh seseorang dan seseorang itu adalah tangan kanan alias orang kepercayaan pemimpin mafia terbesar dan terkuat di Italia.
Kenapa tidak ada upacara pemakaman?
Atau, kenapa dirinya masih baik-baik saja?
Bukankah mata dibalas mata, gigi dibalas gigi, nyawa dibayar nyawa?
Tersesat dalam benaknya yang ramai, Alana bahkan tidak menyadari kehadiran Keith di sana. Sampai ketika pintu ditutup, sepasang matanya langsung awas menatap Keith waspada diikuti gerakan tubuhnya yang mendekat pada kepala ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE AGAIN - END of Season 1
RomanceAlana yang sebatang kara hidup hanya untuk satu tujuan yaitu membunuh pembunuh orangtuanya. Di suatu malam rencana itu hampir terwujudkan namun bajingan itu lebih dulu menyadari racun yang Alana siapkan. Ialah Keith Arthur Corado, pemimpin kelompok...