"Gue bilang cepet, aelah."
Karina memutar bola matanya tak sabaran. Padahal adiknya itu bisa membawa kendaraan sendiri, tetapi entah apa maksudnya menyuruh diantarkan.
"Lo tau sabar? Milih barang kualitas bagus gak segampang beli album idola Lo itu."
Jujur, ini lumayan menusuk sih.
"Dah,"
Ning-Ning mendahului dan duduk di samping bangku pengemudi. Sementara Karina berdecak sambil membuka pintu mobil, namun matanya tak sengaja menemukan bayangan dibalik pepohonan.
"Woy, tugas gue nunggu di rumah." teriakan Ning-Ning menyadarkannya.
Dasar adek durhaka. Dikasih hati minta jantung.
"Sekalian singgah corndog depan." ucapnya lagi.
Sudahlah, Karina hanya bisa pasrah.
√^°^~~~
Winter berjalan santai di pekarangan sekolah dengan earphone yang menyumpal telinganya.
Tenyata ia datang lebih dahulu ketika sampai di kelas.
Seperti biasa, langkahnya langsung tertuju pada bangku di sudut ruangan, lalu mengeluarkan sebuah novel yang belum selesai ia baca sejak dua hari lalu.
DOR DOR DOR.
Winter mendengar sesuatu yang aneh dari lagu yang terpasang.
Perlahan ia menurunkan novel yang menghalangi pandangannya dan menatap pintu yang digedor dengan cepat dan keras.
Kemudian pintu itu terbanting, menampakkan sosok manusia dengan mulut berdarah, kulit putih pucat, matanya berwarna abu, dan jalan terpincang.
Winter langsung menggelengkan kepalanya dengan cepat ketika menyadari itu hanya Karina yang masuk dengan wajah tanpa ekspresi.
Sial, apa ini efek membaca novel ber-genre zombie?
Winter langsung meletakkan novel itu sambil bergidik ngeri.
"Tumben Lo," ucapan Karina terdengar samar, namun Winter tak peduli.
Pandangannya lebih fokus tertuju pada jendela yang menampilkan kolam ikan di taman bunga.
Karina meletakkan tasnya di bangku, hanya menatap lurus ke depan dan tak berniat melakukan apapun.
Tak lama, ia memakai tudung hoodie oversize dan tertidur di atas meja.
Winter masih juga tidak peduli. Ia hanya bernostalgia dengan beberapa kejadian di masa lalu. Apalagi ketika ingatannya terputar ke hari sebelumnya.
Seketika wajahnya berubah kemerahan.
Untuk apa ia bertingkah /cringe dengan berterima kasih hanya untuk sebuah almameter?
Gadis tersebut tak mau peduli lagi. Diambilnya buku pelajaran dari tas dan menghabiskan beberapa lembar soal hanya untuk melupakan masalah itu walau berakhir sia-sia.
Bahkan rasanya pulpen itu bisa mengeluarkan asap saat ini.
"Berisik." gumam Karina.
Winter masih terus lanjut dengan kegiatannya.
"BISING, GOBLOK."
Karina duduk dengan posisi tegap, menatap Winter yang menatapnya dengan dingin. Begitupun sebaliknya.
"Ga peduli."
"GUE PEDULI!" Kini Karina terdiam. Kata-katanya terdengar sedikit...
"Peduli?" wajah Winter berubah menunjukkan rasa humornya.