✎ «5» ✎

10 6 0
                                    

✎★✎

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✎★✎

Berasa menghadapi derita sebenarnya dari yang namanya kehidupan, sebagian murid 12 IPS 1 sudah pasrah duluan begitu 5 buah soal ditulis di papan tulis oleh Bu Shika. Buku catatan dan hape mereka, diletakkan di atas meja guru agar tidak ada yang bisa mencari jawaban atau menggunakan kalkulator.

Ulangan dadakan berjalan buruk, bagi mereka yang benci dan tidak mahir dalam mapel matematika. Termasuk Anabia dan Olivia, melihat soalnya saja, sudah membuat kepala mereka pusing. Seperti mesin yang berasap dan akan meledak suatu waktu, jika dipaksakan untuk bekerja secara berlebihan.

Ulangan akan dianggap selesai apabila bel pergantian jam, berdering. Saat ini, masih ada waktu setengah jam bagi siswa 12 IPS 1 untuk menyelesaikannya. Anabia dan Olivia hanya sanggup menyelesaikan soal pertama, yang lainnya tidak. Mereka tidak sanggup melihat soal dan memikirkan rumus yang lebih rumit daripada kehidupan mereka sendiri.

Karius dan Shion terlihat santai, mereka adalah raja matematika. Kurang dari setengah jam, keduanya selesai mengerjakan tugas dan melanjutkannya dengan tidur. Tapi Bu Shika menyadarinya dan menghampiri meja mereka. "Shion, Karius. Jangan tidur dulu, tugasnya udah selesai?"

"Udah, Bu," jawab mereka serempak.

Bu Shika memeriksa lembar kertas Shion dan Karius secara bergiliran, mereka berkata jujur. "Oke, kalian boleh tidur. Tapi hanya sampai mengigau ya?"

"Makasih, Bu." Mereka menjawab dengan serempak lagi.

✎★✎

Bel pergantian jam berdering, ulangan dadakan matematika berakhir mengecewakan. Karena tidak semuanya, menyelesaikan kelima soal itu. Mereka mengumpulkannya dengan wajah pasrah. Bu Shika meninggalkan kelas dengan membawa puluhan lembar ulangan murid didiknya.

Setelah pergi, giliran Anabia dan Olivia yang pergi ke toilet sebagai alasan modus untuk belok ke kantin. Karius dan Shion, diam-diam mengikuti mereka. Sampai di kantin, Anabia menunggu Olivia selesai memilih permen dengan duduk pada salah satu bangku kantin. Karius memberanikan diri untuk mendekatinya sebelum Olivia datang.

"Lo ke kantin juga?" tanya Karius basa-basi, meski dia tahu sejak awal.

"Lo sendiri kenapa ke kantin juga?"

"Ya, mau jajan dong. Btw, tangan lo putih banget. Lo rajin perawatan kulit ya, di rumah?" tanya Karius iseng, agar dia bisa punya waktu mengobrol lebih banyak dengan Anabia.

"Nggak juga sih, mungkin karena gue jarang aja keluar rumah dan nggak ketemu langsung sama sinar matahari."

"Kelihatannya lembut banget kalo dibelai."

"Nggak usah sentuh-sentuh."

"Enggak kok, gue cuma memuji."

Dalam pikiran Karius, ia sangat ingin bergandengan tangan dengan Anabia. Tangannya memang terlihat sangat putih dan lembut bila disentuh, Olivia sering menyentuhnya dan menceritakannya pada Karius hingga pemuda itu juga penasaran seperti apa rasanya. Dia menatapi tangannya sendiri yang besar dan terlihat sedikit kusam sambil berpikir, apakah tangan seperti itu layak untuk menggandeng tangan seputih salju Anabia.

Sirkel Gabut Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang