Chapter 11

2.5K 853 1.1K
                                    

“Ta, lo gila ya? Lo yang ngasih kontak penjahit itu ke gue, nggak salah dong kalau gue follow up ke elo. Gue rugi besar, Ta. Puluhan juta! Ini dia ngerjain semuanya asal jadi sedangkan gue udah pesan dalam jumlah banyak.”

Baru saja pulang kuliah, Janitra ingin membuka laptopnya untuk menyelesaikan proposal skripsi. Tahu-tahu dia mendapat kabar buruk dari rekan kerjanya, Tita, yang memberitahu bahwa penjahit baru tempat mereka membuat pesanan tidak ada kabar. Kantornya kosong berikut peralatannya.

“Gue nggak mau tahu, lo urusin deh tuh penjahit. Masalahnya ini ada baju yang mau dipake sama anak Aspire buat acara Welcoming Party, Ta. Ini momentum bagus sekaligus perilisan model varsity terbaru. Dan semuanya berantakan, gue harus bilang apa ke Caraka?”

Anindita ada di ruang tengah sementara Janitra di samping. Jarak mereka cukup jauh, tapi tidak sejauh itu juga hingga Anindita bisa mendengar obrolan kakaknya itu. Telinganya menangkap informasi sementara matanya pura-pura berfokus pada buku di depannya. Tumben sekali Janitra ada di rumah, biasanya kakaknya itu hanya ada pagi hari, lalu pulang dan biasanya baru akan kembali ketika Anindita sudah tertidur lelap di kamarnya.

Anindita setia memandangi ekspresi Janitra. Janitra memijat keningnya. Terlihat sekali dia pusing luar biasa. Seandainya Anindita bisa membantu, mungkin dia akan mendekat. Tetapi kehadirannya pasti akan mengundang kemarahan Janitra kian bertambah. Jadi Anindita hanya bisa mengintip ekspresi kakaknya itu dari kejauhan.

Anindita mengambil ponsel, mengirim chat ke Caraka. Mengirimkan foto sebuah buku berjudul Ekonomi Pembangunan yang kemarin dia pinjam dari Caraka. Kebetulan dosennya menyuruh untuk membeli buku tersebut dan harganya sangat mahal. Untungnya Anindita menemukannya di mobil Caraka, sudah tidak lagi terpakai tapi lupa diturunkan. Baru saja dia membuka buku, ponselnya bergetar. Rupanya Whatsapp dari Caraka.

Caraka

Buku dari gue itu dibaca, bukan jadi pajangan.

 “Suudzon aja nih orang, hatinya jelek banget,” bisik Anindita jengkel.
Lalu dia memotret pemandangan di depannya untuk dikirim ke Caraka via Whatsapp.

Anindita

*Sends a photo*

Bentar lagi mau aku blender sih, habis itu aku jadiin bubur buat sarapan besok.

Siapa tau ilmunya pada nempel.


Caraka

Coba aja. Yang ada elo ikutan gue jadiin bubur ayam.

Itu buku nggak gue kasih, lo pinjem.

Sobek sedikit denda 50 juta.


Anindita

Wong edan!

Setan juga minder kali sama kelakuan kamu huu durjana.

Sementara Caraka di seberang sana, posisinya masih tetap dalam studio. Di hadapan kotak pizza yang telah kosong, dan berganti sebuket ayam serta botol-botol aqua yang sisa setengah.

Anindita

Oya km dmn? Di rumah kan?


Caraka

*send a photo*

Masih nemenin anak-anak latihan di studio.

Anindita

Cita Cinta CarakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang