Chapter 17

3K 881 1.3K
                                    


PS: ini juga part favoritku, jangan lupa votes ya dan ramaikan setiap paragrafnyaaaa, okeeee?!!! Selamat membaca.

***

Sebenarnya acara ngambek Caraka tidak berlangsung lama. Mungkin hanya tiga menit saja, selanjutnya dia sudah kembali adu debat dengan Anindita. Rupanya sore harinya dia punya janji bertemu dengan Janitra di mall yang sama. Anindita ingin sekali rasanya pergi, tapi Caraka menahannya. "Ngapain lo ngajak Anindita ke sini? Yang ada dia bakal malu-maluin lo." Untuk Anindita, kali ini level mulut Janitra jauh lebih pedas dari Caraka.

"Nggak kok, dia punya sense of fashion yang bagus. Lo liat gaya rambut gue? Ini dia yang nyaranin."

"Serius deh, bercanda lo nggak lucu." Janitra memandang Anindita dengan tatapan meremehkan, lalu dia melihat dari ujung kepala sampai ujung kaki bagaimana Anindita berpakaian. "Kecuali kalau yang lo omongin barusan itu adalah anonim, baru gue setuju."

Anindita mengikuti arah pandangan Janitra, ya memang sih kalau dibandingkan cara berpakaian Janitra, tentu saja Anindita kalah jauh. Janitra terlihat keren dalam balutan celana jins dan jaket kulit serta sepatu boots yang tak kalah mentereng, sementara Anindita hanya mengenakan kemeja kusam serta celana dasar hitam. Tapi Anindita tak peduli, yang penting dia nyaman dan jadi dirinya sendiri.

"Gue mau ngobrol sama lo, jadi plis, bisa suruh dia pergi?"

"Kalau dia pergi, yang ada bakal bikin kita berdua repot. Lagian dia juga lagi magang, masa percobaan jadi asistennya Aspire."

"Are you even kidding me, setahu gue lo tuh orang paling berisik soal kompetensi seseorang dan lo mau nge-hire dia jadi asisten manajer Aspire? Plis deh, Ka, are you out of your mind?"

"Ini tuh sebetulnya pertemuan berkedok buat menghina aku, ya?" tanya Anindita memecahkan obrolan Janitra dan Caraka yang seolah menganggapnya kasat mata.

Caraka menoleh dan terkekeh geli, sementara Janitra mendengus.

Caraka dan Janitra lalu sibuk mengobrol mengenai perkembangan bisnis mereka selanjutnya—tak lain dan tak bukan mengenai perkembangan baju yang akan dipakai personil Aspire di acara Welcoming Party, lalu berakhir dengan Caraka yang mentransfer sejumlah uang yang akan digunakan Janitra sebagai modalnya. Setidaknya itu yang Anindita tangkap.

"Kalau ada apa-apa, hubungi gue aja." Caraka beranjak, Anindita pun membuntuti. "Nggak mau bareng aja sama Janitra?" tawarnya.

"Nggak bisa, gue nggak mau mobil gue di-dudukin sama kutu busuk."

"Iya udah, oke bareng gue aja." Caraka tidak ingin ada perdebatan heboh terjadi di sana dan 

kemudian besok harinya mereka akan viral di sosial media. Apalagi zaman sekarang semua manusia menghamba konten, seolah merekam wajah orang adalah bagian dari kehidupan, bukan lagi bentuk sebuah pelanggaran privasi. "Yuk, Nin." Caraka melangkah di samping Anindita.

"Aneh banget, mulutnya kayak nggak disekolahin." Anindita menggerutu. "Kok kamu betah sih Kak berteman sama dia?"

"Gue sama Janitra tuh punya persamaan, Nin, kami sama-sama orang yang dijauhin di sekolah, tapi bukan karena kami di-bully."

"Terus?"

"Karena kami dianggap sebagai anak jenius di sekolah, teman-teman enggan buat berteman. Selalu aja ada ruang serta jarak, ditambah lagi gue sama Janitra bukan tipe orang yang pintar mencari kawan. Alhasil kami terjebak berdua di dalam sebuah ruang yang akhirnya bikin kami berdua sama-sama kesepian." Anindita berusaha mencerna lalu mengangguk.

Cita Cinta CarakaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang