Bagian Keempat

152 19 2
                                    

Program dietku masih berjalan. Namun, pertemananku dengan Akbar sedang nggak sejalan. Pertengkaran kami hari lalu membuat kami menjalani waktu sendiri-sendiri. Di kelas aku memutuskan pisah tempat duduk. Saat jam istirahat aku nggak lagi menemaninya makan di kantin. Aku pun masih rutin lari sore meskipun tanpanya.

Aku tahu perkataanku menyakiti hatinya. Aku dilahap emosi yang aku sendiri nggak bisa mengontrolnya. Aku sangat marah karena Akbar begitu benci orang yang kusuka. Dia tahu aku berbeda, tapi sebagai teman dia nggak mendukung perasaanku. Dan beraninya dia mendikteku agar jatuh cinta dengan cowok yang bisa nerima aku apa adanya. Apa salahnya ingin menjadi kurus demi orang yang dicintai? Mungkin aja setelah aku kurus keajaiban datang, Kak Abrar jatuh cinta padaku.

Ya, aku sadar terlalu banyak mengkhayal. Selagi Kak Abrar masih jomblo, aku nggak akan berhenti berharap.

"Sayang ..." Mommy melongokkan muka di balik pintu kamarku. "Daripada kamu diem di kamar nggak ada kerjaan, gimana kalo tolongin mommy aja?"

"Tolongin apa?" tanyaku sambil menutup beranda instagramku.

"Anterin paket bunga."

"Biasanya Mommy minta tolong Mbak Karti nganter-nganter pesenan bunga."

"Tadi Mommy ke rumahnya, tapi dia nggak ada. Kata ibuknya pergi sama pacarnya ... Buruan gih, orangnya nunggu!" Mommy pergi dari kamarku. Aku pun segera bergegas.

Aku tersenyum menatap sebuket bunga primrose yang baru aja diberikan Mommy padaku. Bahagia sekali Si Wanita mempunyai pasangan seromantis pelanggan Mommy. Bunga primrose sendiri melambangkan cinta abadi. Kelak, jika aku pacaran dengan Kak Abrar, aku harap dia menghadiahiku bunga ini saat hari Anniversary kami.

"Itu bunganya, nah ini alamatnya." Aku membaca alamat si pemesan yang ditulis Mommy pada secarik kertas. "Mommy serius ini alamatnya?" tanyaku berharap Mommy salah tulis.

"Bener. Kamu tau kan tempatnya?"

"Iya, tau. Cuma ...."

"Cepetan, Sayang, orangnya nunggu."

Alamat si pemesan bunga ini sama dengan alamat rumah Kak Abrar. Di perumahan elite. Sebetulnya aku berniat nggak mau nganterin bunga ini, tapi sudahlah. Kalopun nanti aku bertemu Kak Abrar, aku akan menyapanya. Aku nggak perlu malu, sekarang badanku nggak terlalu gemuk. Cukup oke ditatap Kak Abrar.

Aku mengendarai sepeda dalam perjalanan ke sana. Sepeda yang agak besar dan sudah dipasang keranjang di depan untuk tempat menaruh bunga. Selama perjalanan nggak tahu kenapa aku penasaran banget, jiwa kepoku meliar. Aku ingin tahu isi pesan yang ditulis Mommy atas permintaan si pelanggan.

Sebut aja aku lancang karena berani membongkar privacy pelanggan. Aku membuka amplop kecil berwarna pink itu dan membaca notenya. Note itu bertuliskan Happy Anniversary yang ke empat bulan sayangku Albinaya.

"Albinaya ..."

Nama itu mengingatkanku pada teman sekelas Kak Abrar. Dia ceking, agak tinggi, penampilannya terkesan nerd karena pake kacamata tebal.

Aku nggak mau menduga-duga. Nama seperti itu nggak hanya satu dua orang yang pake. Ada seribu jika aku rajin mencarinya. Aku pun melanjutkan perjalanan. Sesampainya di sana, aku diantar Pak Satpam menuju rumah si pemesan bunga. Untunglah aku nggak bertemu Kak Abrar di tengah jalan.

"Nah, ini Dek rumahnya ..."

"Makasih, ya, Pak udah nganterin. Maaf ngerepotin."

"Nggak papa, udah jadi tugas saya kok. Saya permisi balik ke pos." Pak Satpam pun meninggalkanku sendirian di sini.

Belum sempat aku teriak permisi nganter paket bunga, pagar rumah ini sudah digeser pemiliknya. Aku membatu melihat wajah seorang cowok yang sangat ganteng. Dan saat itu juga hatiku patah berkeping-keping menemukan fakta bahwa orang yang begitu lama kukagumi sudah dimiliki orang lain.

Love BlossomsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang