Hanbin terbangun dengan kepala yang masih terasa berat. Sejenak pemuda itu memindai ruangan terang benderang yang sama sekali asing di matanya itu.
" Dimana ya?" Lirihnya sembari berusaha mengingat-ingat dan setelahnya pemuda itu jadi kaget sendiri.
" Apartemennya Zhang Hao." Ujarnya kemudian. Pemuda itu berusaha bangkit duduk tapi kepala seseorang yang sedari tadi menindih perutnya membuat Hanbin menghentikan pergerakannya.
Hanbin menggigit bibirnya pelan melihat bagaimana Zhang Hao tertidur dengan posisi duduk di atas karpet dan menjadikan perut Hanbin sebagai bantalnya.
" Pasti nggak nyaman ya?" Lirih Hanbin lalu dengan ragu pemuda itu mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut Zhang Hao yang ternyata terasa lembut di tangannya.
" Ini mimpi nggak sih?" Gumam Hanbin lagi. Cara ia bisa berada di rumah si pemuda tampan terasa seperti sebuah drama cinta remaja bagi Hanbin. Terjebak hujan bersama di sekolah, di antar pulang, berakhir kehujanan lagi di jalanan dengan kondisinya yang memburuk sampai-sampai menjatuhkan jas almamater Zhang Hao di jalanan dan berakhir dengan ia di bawa Zhang Hao ke apartemennya yang berjarak lebih dekat daripada rumah Hanbin yang masih berjarak hampir setengah jam perjalanan lagi itu.
Meskipun tak enak hati harus merepotkan Zhang Hao, tapi Hanbin jauh lebih merasa bahagia karna bisa berada sedekat itu dengan pemuda yang diam-diam ia kagumi. Bahkan Zhang Hao merawatnya dengan penuh perhatian.
Hanbin kembali mengusak rambut si pemuda Zhang. " Makasi ya Hao." Ujarnya nyaris berbisik.
Hanbin buru-buru menarik tangannya ketika merasa ada pergerakan di perutnya. Hanbin menunggu dengan berdebar ketika kepala Zhang Hao terangkat dengan perlahan dari perutnya. Beruntungnya wajah Zhang Hao tak menghadap ke arahnya sehingga Hanbin tak perlu merasa malu dan bisa mempersiapkan ekspresi yang di inginkannya untuk di perlihatkan kepada Zhang Hao.
Terdengar keluhan pelan dari mulut yang lebih tua sebelum Zhang Hao perlahan menoleh ke arah Hanbin.
" Kamu udah bangun?" Zhang Hao tampak terkejut melihatnya. Hanbin mengangguk.
" Duh leherku." Keluh Zhang Hao lagi sembari berusaha meregangkan lehernya yang terasa amat sakit karna salah posisi tidur.
" Hao. Maaf ya."
Zhang Hao menggeleng dengan wajah mengernyit sakit.
" Gapapa. Saya yang salah karna ketiduran. Hmmph. Kamu gimana? Udah enakan? Demamnya?" Sembari mengusak lehernya, Zhang Hao mengulurkan tangannya untuk menyentuh dahi Hanbin.
" Masih panas." Gumamnya. Pemuda itu berusaha bangkit berdiri lalu kembali mengeluh karna pinggang dan punggungnya yang sakit serta kakinya yang kesemutan.
" Masih meriang?" Tanya Zhang Hao sembari melakukan stretching ringan untuk mengurangi rasa sakitnya.
Hanbin menggeleng.
" Cuma masih sakit kepala sama lemes aja." Jawab Hanbin.
" Syukurlah. Hoahmm. Jam berapa ya?" Zhang Hao menoleh ke arah tv yang di atasnya terdapat jam digital.
Pemuda itu membeku. " Jam 4?"
Zhang Hao menoleh ke arah Jendela kacanya yang tak tertutupi gorden yang menampilkan view langit malam dengan kelap kelip lampu kota. Lalu menatap Hanbin yang sedari tadi memperhatikan kegiatannya.