Setelah selesai membantu Hanbin minum obat, Zhang Hao menarik selimutnya dan menyelimuti pemuda Sung itu hingga dada.
" Inget kata dokter. Istirahat yang banyak." Peringat Zhang Hao yang di angguki Hanbin.
" Sekali lagi makasi ya Hao."
" Iya. Tidur sana." Balas Zhang Hao.
" Kamu ga tidur juga?" Tanya Hanbin dengan kening berkerut.
" Iya nanti. Mau nelpon Keita dulu sebentar." Jawab Zhang Hao sembari menunjukkan ponselnya.
" Ntar tidur dimana?" Tanya Hanbin spontan namun setelahnya pemuda itu merutuki mulutnya yang memang kadang suka tidak lihat situasi dan kondisi.
Tapi si pemuda Zhang malah tertawa mendengarnya.
" Tidur bareng boleh?" Tanyanya yang membuat kepala Hanbin seketika kembali pusing.
" Y-ya nggak masalah. Ini kan kamar kamu, rumah kamu." Jawab Hanbin dengan telinga memerah.
" Iya. Nggak akan ku apa-apain kok. Dah, tidur sana. Aku mesti nelpon Keita ntar keburu anaknya masuk kelas." Jawabnya enteng lalu setelah mengedipkan sebelah matanya kepada Hanbin, pemuda itu segera keluar dari kamarnya dan mengetuk tanda telpon di roomchatnya bersama Keita.
Selagi menunggu Keita mengangkat telponnya, Zhang Hao mematikan semua lampu rumahnya dan kembali membuka gorden tebal yang tadi sempat ia tutup saat pergi mengantar Hanbin ke dokter. Matahari pagi bersinar terik dan Zhang Hao bersandar di punggung sofa sembari menikmati pemandangan dari lantai 10 apartemennya.
" Halo."
Zhang Hao sedikit tersentak mendengar suara di seberang sana.
" Kei.."
" Iya? Kenapa? Tumben pagi-pagi gini nelpon? Padahal tinggal chat aja."
Zhang Hao berdecak.
" Gue udah ngechat. Elonya aja yang ga baca."
" Eh? Serius? Sorry sorry. Emang ngapain sih sampe paduka bela-belain nelpon?"
" Bacot."
" Hehe. Apa Hao? Kenapa nggak temuin langsung aja deh? Kelas kita sebelahan ini. Tapi tungguin, gue lagi di ruang osis bentar."
" Tolong izinin Hanbin ke wali kelasnya. Dia lagi demam, gue udah kirim surat keterangan dokternya ke elo. Gue juga. Tolong izinin kami berdua."
" Hanbin? Hanbin mana?"
" Ya Hanbin njir. Hanbin mana lagi menurut elu?"
" Ck! Hanbin yang gue tau ada dua. Sung Hanbin ketos gue sama Park Hanbin anak pramuka. Yang mana?"
" Ketos."
" Ketos?! Lah? Sejak kapan lo ama ketos jadi akrab ampe saling minta izinin segala?? Bentar bentar! Itu nggak penting sekarang! Lo bilang ketos lagi sakit?! Serius?!"
Zhang Hao berdecak kala Keita berteriak heboh.
" Iya. Ngapain gue bohong. Lo bisa liat di surat sakit yang gue kirim."
" Dia sekarang dimana? Bisa tolong kasih hape lo ke dia nggak? Gue mau ngomong."
" Ngapain?"
" Mengeluarkan semua amarah yang ada di dada ini."
" Lebay. Dia lagi tidur."
Terdengar gerutuan dari seberang sana.
" Demi ya Hao. Gue udah wanti wanti banget dia bakalan tumbang kalo terus-terusan maksain diri buat ngerjain ini itu. Dan sekarang gini kan? Duh. Emosi hamba Ya Tuhan."
Zhang Hao mengangguk.
" Iya. Dokter juga bilang dia kelelahan dan minta dia buat banyak istirahat."
" Gue tau nih endingnya bakalan begini. Udah capek gue ama yang lain ngomong ke dia buat apa-apa itu jangan di kerjain sendiri, jangan nambah-nambah kerjaan di luar tanggung jawab dia. Dan sekarang begitu deh... Tapi Hao, lo lagi di rumah sakit apa dimana? Kok tau kalo ketos lagi tidur?"
" Hanbin di rumah gue. Dah ya Kei. Gue ngantuk pengen tidur juga. Jangan lupa izinin gue juga. Alesan apa kek gitu."
Dan tanpa mengacuhkan kehebohan Keita saat mendengar ketua osisnya berada di rumahnya, Zhang Hao mematikan teleponnya lalu kembali berjalan ke kamar.
Di dapatinya Hanbin sudah tertidur pulas. Dan Zhang Hao menaiki ranjangnya dengan perlahan agar tak mengganggu tidurnya Hanbin.
Setelah memastikan posisinya pas, Zhang Hao menarik selimutnya sedikit untuk menutupi kakinya yang terbuka karna memakai celana pendek lalu memiringkan tubuhnya ke Hanbin yang juga menghadap ke arahnya.
Zhang Hao mengamati wajah Hanbin yang pucat dengan lamat.
" Aneh nggak ya tidur bareng begini?" Monolognya pelan.
" Padahal baru juga kenal. Hanbin bakalan mikir yang aneh-aneh ga ya?"
Zhang Hao menghela nafasnya dalam. Semenjak insiden saling tatap-tatapan tadi pagi. Zhang Hao merasa ada yang aneh dengan dirinya. Ia mendapati dirinya menjadi semakin sering menatap Hanbin diam-diam dan seringkali merasa berdebar kala keduanya saling bertatapan. Zhang Hao sadar jika dia memang bukan lelaki yang susah untuk jatuh cinta, tapi kalau seandainya dia tiba-tiba menyukai Hanbin, kan nggak lucu? Mereka tidak berinteraksi sesering itu. Bahkan ia jarang bertemu Hanbin di sekolah dan lebih banyak melihat Hanbin dari kejauahan yang tengah sibuk dengan osis yang ia ketuai.
Zhang Hao menghela nafas dalam. Berfikir, tak ada salahnya jika ia benar-benar menyukai Hanbin. Semua orang juga tau jika ketua osis yang satu ini perfect di segala sisi. Akademik dan non akademiknya juara. Attitudenya tak perlu di pertanyakan, social butterfly pula. Malah Zhang Hao yang merasa Hanbin akan rugi jika berhubungan dengannya.
Zhang Hao tak seperfect penampilan dan bakatnya. Banyak hati para gadis yang sudah Zhang Hao lukai mau itu langsung ataupun tak langsung. Zhang Hao akui ia adalah seorang bad player. Manusia seperfect Hanbin tak pantas bersanding dengannya.
" Hahh. Ngayalnya udah kemana-mana. Mending tidur aja udah."
Setelah mengucapkan kata itu, Zhang Hao kembali memperbaiki posisi tidurnya jadi telentang lalu setelahnya memejamkan matanya setelah mengosongkan fikirannya. Tak lama Zhang Hao pun ikut tertidur pulas menyusul Hanbin yang juga tertidur dengan tenang di sebelahnya.
Tbc..