Bab VI

482 54 5
                                    

"Khikhikhikhi....!!! Manusia lancang! Berani kalian mengusikku heh?!" Suara serak dari nenek tua bertubuh bungkuk itu sukses membuat bulu kuduk Bambang dan Joko meremang seketika. Apalagi saat keduanya melihat wajah dari sosok yang semakin mendekat ke arah mereka. Benar benar sangat menyeramkan, hingga tanpa sadar kedua pemuda itu beringsut, menggeser posisi duduk mereka ke arah belakang punggung Pak Modin.

"Bukan kami yang lancang! Tapi kau yang telah mengusik kehidupan kami! Kembalikan bayi itu! Itu bukan hakmu!" Sentak Pak Modin tegas.

"Khikhikhikhi...!!!" Kembali sosok itu tertawa melengking, membuat Bambang dan Joko semakin gemetar ketakutan. Apalagi sosok itu melayang semakin mendekat ke arah mereka, hingga keduanya bisa melihat semakin jelas wujud dari sosok itu. Sosok nenek nenek bungkuk dengan wajah penuh keriput berkerut merut, rambut gimbal acak acakan yang tergerai hingga menutupi hampir sekujur tubuhnya yang telanjang tanpa busana, sepasang mata yang menyala kemerahan, serta sepasang payudara yang menggelantung sampai hampir menyentuh tanah.

"Bayi ini sudah menjadi milikku!" Geram sosok itu sambil mengacungkan tongkat bumbunya ke arah Pak Modin. "Dan kalian, jangan coba coba untuk mengambilnya dariku! Atau kalian akan bernasib sama dengan si tua bangka Atmo itu!"

"Jadi benar dugaanku! Kau yang telah menghabisi Mbah Atmo?!" Pak Modin bertanya geram.

"Hihihihi...! Ya! Benar! Aku yang telah mencekik si tua bangka itu sampai mampus, karena telah berani mencampuri urusanku. Kalian tau, aku sangat menikmati saat menyaksikan si tua bangka itu berkelojotan meregang nyawa! Apa kalian juga mau mengalami nasib seperti dia?!" Si wewe gombel terkekeh.

"Setan laknat!" Pak Modin menggeram, berusaha menahan amarah yang mulai membuncah di dadanya. "Aku sudah minta baik baik! Tapi sepertinya kau malah mau menantangku! Apa boleh buat! Akan ku ambil paksa bayi itu dari tanganmu!"

"Hah?! Apa aku tak salah dengar? Kau, anak kemarin sore yang bahkan ilmunya belum ada seujung kuku berani mengancamku? Hihihi...! Kau sama saja mau cari mati bocah! Tapi tak apa! Dengan senang hati aku akan melayani tantangannya itu!" Kembali si wewe gombel terkekeh, mentertawakan Pak Modin yang dianggapnya hanya anak kemaren sore itu.

"Kesombonganmu sudah diluar batas nenek peot! Memang benar, ilmuku mungkin belum ada seujung kuku. Tapi bukan aku yang akan melawanmu malam ini, melainkan ini...!" Pak Modin mengacungkan kendhi berisi ari ari bayi yang dibawanya ke arah si wewe gombel, lalu dengan sigap membuka tutup penyumbatnya. Kabut tipis melayang keluar dari mulut kendhi yang kini telah terbuka. Kabut, yang semakin lama semakin menebal, meliuk liuk di udara, lalu menggumpal membentuk empat bayangan putih berwujud mirip manusia namun dengan sosok yang samar.

"Kaki among nini among yang momong jabang bayi yang kini kau gendhong inilah yang akan melawanmu!" Pak Modin berseru tegas, membuat si wewe gombel tercekat untuk sesaat.

Makhluk itu nampak begitu terkejut, tak menyangka kalau ternyata lawan yang dihadapinya mampu bertindak sampai sejauh itu. Menghadapi manusia yang konon sedikit berilmu itu bukan masalah baginya. Namun menghadapi empat sosok yang berhasil dibangkitkannya itu, bukan perkara mudah.

Namun nasi telah menjadi bubur. Ia merasa tak punya pilihan lagi, karena seperti dikomando, keempat sosok bayangan putih itu serempak maju kedepan, merangsek ke arahnya, lalu segera melancarkan serangan dari empat penjuru yang berbeda. Pertarungan sengitpun terjadi. Bambang dan Joko sampai terbengong dibuatnya. Seperti mimpi, mereka bisa menyaksikan secara langsung adegan pertarungan sedahsyat itu, yang biasanya hanya bisa mereka lihat dalam adegan film silat di televisi.

"Jangan pada bengong! Kini saatnya kalian ikut beraksi!" Tegur Pak Modin pada kedua pemuda itu.

"Eh, kami Pak? Apa yang harus kami lakukan?" Tergagap, kedua pemuda itu menjawab hampir serempak.

Short Story Kedhung Jati 3 : Mbak Padmi Dan Wewe GombelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang