"Anak'e Padmi disaut wewe gombel!" Mbok Sumi menceracau histeris saat warga telah berhasil menyadarkannya, membuat semua orang yang mendengarnya terkesiap untuk sesaat. Wewe gombel, makhluk yang namanya disebut oleh Mbok Sumi itu, jelas menimbulkan rasa takut sekaligus was was di hati para warga.
"Tenang Mbah, tenang," hanya Pak Modin yang terlihat tenang dalam situasi yang menegangkan itu, yang segera berusaha menenangkan Mbok Sumi yang masih histeris dan ketakutan. "Coba, tolong sampeyan ceritakan, ada apa ini sebenarnya?"
"Anu, tadi..., Duh Gustiiii..., si jabang bayinya Padmi...," Mbah Sumi sepertinya belum bisa tenang. Mulut tuanya terus menceracau, dengan wajah tegang diselimuti ketakutan serta mata nyalang yang jelalatan melihat kesana dan kemari. Tangannya terus menunjuk nunjuk ke arah jendela yang terbuka, sambil beberapa kali menyebut nama makhluk yang menjadi penyebab dari semua ketegangan ini. Wewe Gombel!
"Bisa minta tolong ambilkan air putih segelas?" Kata Pak Modin akhirnya, setelah gagal berusaha menenangkan Mbok Sumi.
Salah seorang kerabat perempuan Mbok Mitro segera beranjak ke dapur, lalu kembali dengan bergegas dengan membawa segelas air putih yang segera diserahkan kepada Pak Modin. Laki laki setengah baya itu lalu berkomat kamit sambil meniup niup air dalam gelas sebelum menyerahkannya kepada Mbah Sumi.
"Ini Mbah, diminum dulu," kata Pak Modin.
Mbah Sumi langsung menenggak air itu sampai ludes tak tersisa, lalu menarik nafas panjang, berusaha untuk menenangkan diri.
"Anu Pak Modin, tolong segera selamatkan bayinya Padmi, sebelum...."
"Iya Mbah, saya sudah paham dengan apa yang telah terjadi. Soal bayi itu, serahkan saja kepada saya. Simbah tolong urus ibunya bayi saja. Sepertinya Padmi masih membutuhkan bantuan simbah," kata Pak Modin tenang, lalu segera melangkah keluar kamar.
Sampai diluar, Pak Modin nampak bicara serius dengan Pak Mitro, lalu menemui beberapa pemuda desa yang ikut berkumpul di rumah itu.
"Siapa diantara kalian yang bersedia menemani saya?" Tanya Pak Modin kepada para pemuda itu.
"Menemani kemana Pak?" Salah seorang pemuda balik bertanya.
"Ke Tegal Salahan," jawab Pak Modin tegas.
"Ke Tegal Salahan? Ngapain malam malam begini kesana Pak?" Tanya pemuda itu lagi.
"Menangkap wewe gombel yang membawa lari bayinya Padmi!"
Sontak, mendengar kata wewe gombel para pemuda itu seketika terdiam sambil saling pandang antara satu dengan yang lain.
"Kenapa pada diam? Ndak ada yang berani?" Tanya Pak Modin lagi sambil memandang satu persatu wajah para pemuda itu. Tatapan Pak Modin terhenti pada satu wajah yang sepertinya ia kenal. Pemuda yang tadi menjemputnya ke Kedhung Jati.
"Kamu! Siapa namamu?" Tanya Pak Modin pada pemuda itu.
"Saya Bambang Pak," si pemuda menjawab dengan suara sedikit gemetar.
"Ya sudah! Kamu ikut aku! Juga Kamu, yang pakai baju biru, siapa namamu?" Tanya Pak Modin pada pemuda yang berdiri disebelah Bambang.
"Saya Joko Pak," jawab pemuda itu.
"Ya. Kamu Bambang dan Joko, kalian berdua ikut aku!" Kata Pak Modin tegas. Bambang dan Joko kembali saling pandang. Kedua pemuda itu sepertinya agak keberatan dengan permintaan Pak Modin, namun tak berani untuk membantahnya.
"Bambang! Kamu bawa ini," Pak Modin menyerahkan bungkusan plastik hitam yang dibawanya kepada Bambang. Dengan ragu pemuda itu menerimanya.
"Apa ini Pak?" Tanya Bambang penasaran, sambil mencoba mengintip isi dalam bungkusan plastik itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story Kedhung Jati 3 : Mbak Padmi Dan Wewe Gombel
TerrorTak sengaja melanggar pantangan di tempat terlarang Tegal Salahan, Mbak Padmi yang tengah hamil tua mengalami teror berkepanjangan. Teror yang tidak hanya mengancam jiwanya, tetapi juga janin yang ada dalam kandungannya. Hingga puncaknya, saat hari...