Mbak Padmi

428 51 3
                                    

Sepeninggal bapaknya, Mbak Padmi masih sibuk mencari cari celana dalamnya yang hilang. Satu persatu tumpukan pakaian diatas dipan ia lipat dan ia bereskan. Namun sampai lembar terakhir dari tumpukan pakaian itu selesai ia bereskan, apa yang ia cari tak kunjung ia temukan juga.

Lelah mencari, akhirnya Mbak Padmi beranjak dari duduknya. Jarum jam yang menggantung di dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah larut. Pantas saja suasana terasa begitu sepi. Simboknya telah masuk kedalam kamar semenjak tadi. Perempuan tua itu mungkin sudah terlelap dibuai mimpi setelah lelah seharian bekerja di ladang tadi. Begitu juga dengan kedua adiknya.

Mbak Padmi melangkah menuju dapur, lalu membuka pintu tembus yang mengarah ke kebun belakang rumah, dimana bangunan sumur dan kamar mandi berada. Perempuan muda itu bermaksud hendak membersihkan diri sebelum beranjak tidur. Di desa itu, memang rata rata letak sumur dan kamar mandi berada di luar rumah.

Diterangi bias sinar remang dari lampu bahkan berkekuatan 5 watt, Mbak Padmi pun lalu masuk ke kamar mandi. Sial bagi perempuan itu, bak mandi sepertinya dalam keadaan kosong. Pasti ini kerjaan Parno atau Parni. Kedua adiknya itu, terkadang memang suka malas mengisi kembali bak mandi setelah menggunakannya.

Sambil menggerutu panjang pendek, Mbak Padmi lalu kembali keluar dari kamar mandi. Diraihnya timba yang menggantung tepat diatas bibir sumur, lalu mengereknya kebawah. Suara katrol yang telah berkarat terdengar berderit menusuk indera pendengaran. Agak lama, barulah ember timba itu menyentuh permukaan air di dalam sumur. Di saat musim kemarau seperti ini, rata rata sumur di desa itu memang nyaris kering. Butuh tenaga ekstra untuk menarik ember dari dalam sumur dengan menggunakan tali karet yang terhubung dengan katrol yang tergantung pada palang diatas lubang sumur.

Titik titik keringat mulai membasahi wajah Mbak Padmi, Saat seember penuh air berhasil ia tarik sampai keatas. Segera Mbak Padmi membasuh wajah, kaki, dan juga kedua tangannya dengan air yang telah berhasil ia timba itu.

Ah, segar rasanya. Angin malam yang bertiup semilir mengusap wajah perempuan itu. Terasa sedikit dingin. Segera Mbak Padmi mengeringkan wajahnya dengan handuk, lalu beranjak untuk kembali masuk kedalam rumah.

"Mbok?!" Terkejut, Mbak Padmi berseru lirih saat sekilas melihat sesosok bayangan yang menyelinap masuk ke ruangan dapur melalui pintu yang sengaja ia biarkan terbuka lebar itu.

Tak ada jawaban. Gegas Mbak Padmi melangkah masuk ke ruangan dapur, lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh sudut ruangan itu. Tak ada sosok simboknya. Bahkan tak ada sosok siapapun di ruangan itu. Lalu, siapa yang barusan masuk tadi? Masa iya aku salah lihat sih? Batin Mbak Padmi.

Masih diliputi perasaan heran, Mbak Padmi buru buru menutup dan mengunci pintu tembus dari arah dapur yang menuju ke arah sumur. Bergegas pula, perempuan itu masuk kedalam rumah, lalu menutup dan mengunci pintu penghubung antara ruangan dapur dan bangunan rumah utama. Sedikit liar matanya menatap pintu kamar simboknya yang tertutup rapat. Perlahan Mbak Padmi mendekat ke arah pintu itu dan membukanya. Nampak diatas dipan Mbok Mitro tengah tertidur pulas berselimut kain batik.

"Mbok," panggil Mbak Padmi pelan. Tak ada jawaban. Perempuan tua itu sedikitpun tak bergeming diatas ranjang tempat tidurnya. Sepertinya ia telah tertidur dengan sangat pulas.

"Cepat sekali simbok kembali tidur, padahal barusan dari dapur," pikir Mbak Padmi sambil pelan pelan menutup kembali pintu kamar itu.

Perempuan itu lalu melangkah menuju kamarnya, setelah terlebih dahulu mematikan lampu di ruang tengah. Tak lupa tumpukan pakaian yang sebelumnya telah ia lipat itu ia bawa, untuk ia masukkan kedalam lemari yang berada di dalam kamarnya. Perlahan, ia lalu mendorong pintu kamarnya hingga terbuka lebar.

"Astagfirullah!" Mbak Padmi nyaris terpekik saat sekilas matanya menangkap sekelebat bayangan yang melintas di depan matanya.

"Parni?!" Sedikit gemetar, Mbak Padmi memanggil nama sang adik perempuan yang terkadang memang menyusulnya ke kamar itu karena takut tidur sendirian di kamarnya. Tak ada jawaban. Pun juga tak nampak sosok Parni di dalam kamar yang tak seberapa luas itu. Kamar itu benar benar kosong.

"Aneh! Apa aku salah lihat ya?" Gumam Mbak Padmi sambil menutup pintu kamar, lalu melangkah perlahan menuju lemari besar yang berada di salah satu sudut ruangan itu.

"Kriyeeetttt...!!!" Suara derit dari engsel pintu lemari memecah kesunyian. Pintu lemari itupun membuka lebar, dan...

"Kyaaaaa...!!!" Sontak Mbak Padmi menjerit setinggi langit, saat mendapati di dalam lemari muncul seraut wajah menyeramkan yang menyeringai ke arahnya. Wajah seorang nenek renta penuh keriput, dengan rambut gimbal memutih acak acakan serta bibir lebar menyeringai lebar memamerkan gigi geliginya yang menghitam.

"Khikhikhikhi...!!!" Nenek bungkuk itu tertawa mengikik, membuat Mbak Padmi tanpa sengaja menjatuhkan tumpukan pakaian yang didekapannya, hingga berserakan diatas lantai. Perlahan, dengan wajah tegang dan mata membeliak nyalang, Mbak Padmi melangkah mundur sambil mendekap mulutnya dengan sebelah tangan.

Perlahan juga, si nenek bungkuk itu melayang keluar dari dalam lemari. Bias sinar lampu kamar menerangi sosok itu. Sosok, yang benar benar sangat menyeramkan, membuat Mbak Padmi bergidig ngeri menyaksikan penampilannya. Sosok nenek bungkuk dengan wajah penuh keriput, rambut gimbal memutih acak acakan, dan..., sepasang payudara besar yang menggelantung hingga nyaris menyentuh permukaan lantai, tanpa ada sehelai benang pun yang menutupinya.

"Kuambil Bayimu malam ini juga!" Geram nenek bungkuk itu sambil mendorong tubuh Mbak Padmi hingga perempuan itu jatuh terjengkang ke atas dipan. Dengan cepat, seolah tak mau memberi kesempatan kepada Mbak Padmi untuk menyadari apa yang telah terjadi, nenek bungkuk itu lalu menindih tubuh Mbak Padmi, dan menekan perut Mbak Padmi dengan sekuat tenaga, membuat Mbak Padmi kembali menjerit setinggi langit.

"Tidaaakkkk...!!! Jangaaannnn...!!! Simboookkkk...!!! Tolooonngggg...!!!" Jerit perempuan itu melengking.

Jeritan perempuan itu sukses membangunkan semua penghuni rumah. Mbok Mitro, Parno, dan Parni. Ketiganya segera menghambur ke kamar Mbak Padmi. Dan jeritan melengking kembali terdengar. Kali ini keluar dari mulut Mbok Mitro, saat perempuan tua itu mendapati si anak sulung tengah tergolek diam diatas kasur dengan darah menggenang di sekitar selangkangannya.

"Parno! Susul bapakmu ke rumah Mbah Atmo! Dan kau Parni! Cepat jemput Mbah Sumi!"

Bersambung

Short Story Kedhung Jati 3 : Mbak Padmi Dan Wewe GombelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang