2| Dewi Lathium

18 2 2
                                    

Aku terbangun di tempat yang sangat gelap, hanya ada cahaya samar-samar. Duduk bersimpuh pada lantai yang dingin dalam tubuh dewasa seorang Lady.

Aku tersenyum kecil begitu tahu siapa yang membawaku ke tempat ini. Seorang perempuan bertudung putih dengan senyuman paling menawan tiba-tiba berada di depanku bagai sihir. Separuh wajahnya tertutup, aku hanya dapat melihat senyuman di bibir merah muda cantik itu. Gaunnya putih dengan renda sederhana, namun tetap tampak berkelas dan memukau. Perempuan itu juga mengeluarkan cahaya putih dari seluruh tubuh, menerangi sebagian area gelap di sini. Dia, Sang Dewi Pemaaf Lathium.

Cahaya dari tubuh Sang Dewi membuatku mampu melihat gaun merah di tubuhku serta rambut panjang hitam yang menjuntai dari kepala hingga menyentuh lantai, aku kembali menjadi Lady Rose. Lebih tepatnya, hanya jiwaku yang berada di tempat ini.

Terkadang Sang Dewi memang melakukan hal seperti ini. Dia menemuiku di dalam mimpi.

"Apakah kamu belum mau menyerah?" tanya Sang Dewi.

"Apa yang akan terjadi jika aku menyerah?" sebenarnya aku sudah pernah bertanya hal ini, ratusan bahkan ribuan kali.

Bibir Sang Dewi bergerak, dia tersenyum dan aku pun tersenyum sambil mengucapkan kalimat yang sama dengannya, "Keberadaanmu akan dihapuskan, seakan-akan tidak pernah dilahirkan."

Percakapan itu sudah seperti sapaan bagi kami berdua. Setiap Dewi Lathium memanggilku, kami selalu memulai percakapan dengan kalimat pembuka yang sama.

"Pergerakkanmu kali ini cukup menarik." Sang Dewi  berjalan selangkah lebih dekat padaku.

"Begitukah? Apa menurutmu ini sudah saatnya mencabut hukumanku?"

Dia tertawa keras, mengejekku. Kemudian, Sang Dewi berkata, "Sebaliknya, jika salah langkah, hukumanmu akan bertambah."

"Bebaskan aku dari sini!" aku mengangkat dagu, sengaja mengatakan kalimat tanya dengan nada sombong penuh percaya diri.

Dia tersenyum dan berjalan memutariku, "Kuharap kamu tidak melupakannya, sayang sekali."

Aku menggertakkan gigi, kesal.

"Kuharap kamu tidak melupakannya," ulang Sang Dewi.

Dia mengucapkan kalimat yang sama terus menerus tanpa mau mendengarkan permintaanku.

Sejujurnya, aku tidak mengerti hal apa yang dia tidak ingin aku lupakan. Apakah kekejamanku pada Catasphela yang asli? aku selalu mengingatnya. Bukan hanya pada Phela, bahkan aku juga mengingat semua kekejamku di kehidupan terdahulu.

"Jangan bicara berputar-putar!" Aku memekik.

Dia berhenti berjalan. Kemudian, mendekat dan menunduk. Jari telunjuk Sang Dewi mengangkat daguku, memaksa untuk melihat tepat ke wajahnya. Dari arah bawah, aku bisa melihat seluruh wajah Sang Dewi yang sebelumnya tertutup oleh tudung putih. Dia cantik sekaligus mengerikan di saat yang sama. Wajahnya putih dengan bola mata perak, dihiasi garis acak bergelombang seakan tengah mengalami keretakan, persis tanah tandus yang mengalami kekeringan panjang. Kemudian, dia berkata, "Apa hal yang paling berharga bagimu?"

Sraaak!

Hannah membuka tirai di kamar membiarkan cahaya masuk, mengusik mimpi "indah" dan membangunkanku.

"Selamat pagi Tuan Putri," Hannah sedikit menundukkan kepala, menyapaku.

Aku menguap, dan mengangguk pelan. Mau dipikirkan berulang kali pun aku sama sekali tidak mengerti apa maksud dari Sang Dewi.

Tyrant Lady Locked In Time Loops!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang