3

689 106 9
                                    

"enak?" Dunk mengangguk, dia menyodorkan minuman yang baru saja dia beli, harap-harap Joong mau mencicipinya "tak apa Dunk.. tak usah, aku akan membeli sendiri"

"ini terlalu banyak, tidak mau minum bekas ku yah?"

"bukan begitu, tapi aku tidak mau mengambil milik Dunk, minum saja.."

Saat Joong hendak pergi, tangannya menarik ujung baju seragam lelaki itu "Joong, minum ini saja bersamaku"

Joong melirik, wajahnya sedikit canggung, namun akhirnya tersenyum kecil dan mengangguk "okay, aku akan meminumnya, terima kasih yah..."

Keduanya terkekeh pelan, siswa-siswa lain berlalu lalang di sekitaran koridor. Mereka masih sibuk dengan berbagai macam obrolan, masih saja terus tertawa dan menertawai banyak hal random. Hingga tak sadar keduanya telah mendengar bel masuk berbunyi.

Mereka jalan beriringan memasuki ruangan, menempati tempat duduk yang sama. Sejak kemarin sudah menentukan tempat duduk paling kanan, entah bagaimana Joong berharap bisa bertahan dengan lelaki manis itu hingga kelulusan. Perasaan nyaman di dekat Dunk tak bisa membuat nya berbohong.

"Joong..."

"hum..?"

Senyum menggemaskan itu sangat manis, Joong terkesima, matanya tak beralih dari Dunk "nanti aku ikut Joong lagi yah sepulang sekolah"

"tak usah, kau harus pulang istirahat"

"tapi aku mau ikut"

"jangan Dunk... terlalu melelahkan, disana juga ribut.."

"aku suka melihat Joong bekerja, aku akan membantu Joong juga"

Lelaki tegap itu menggeleng brutal, tak enak juga harus keterusan begini. Dia tak mau membuat lelaki manis itu kelelahan "kapan-kapan saja"

"tidak nyaman yah saat aku menunggumu waktu bekerja"

"bukan begitu, tapi coba pikirkan baik-baik, waktu istirahatmu akan hilang. Jangan repot kan dirimu Dunk.."

"aku suka saja, yang terpenting bersama Joong.."

"istirahat saja nanti, kita bisa bertemu besok hari di sekolah"

"Joong... aku mau ikut, serius"

"hustt.. diam, fokus belajar"

.
.
.
.
.

Mondar-mandir Joong berkeliling menawarkan jasanya, tak lupa beberapa kali lelaki itu menunduk sopan saat ada yang meminta bantuan. Lelaki itu akan berjalan masuk ke dalam pasar, kemudian keluar dengan sekarung penuh di punggungnya.

Kepalanya menoleh kanan-kiri, dia meletakkan barang-barang dari punggung ke atas sebuah mobil. Hingga seorang wanita paruh baya menghampiri, memberikan upah yang sesuai dengan jasanya. "terima kasih.."

Dia tersenyum lebar, masuk dalam pasar lagi berharap ada yang membutuhkan tenaga nya,

"Joong.."  

Panggilan itu membuatnya terperangah, Dunk muncul di dekat sana. Menenteng sebuah kotak bekal dan air minum "Dunk.. kenapa disini?"

 "Joong sudah makan siang?" Dia menggeleng, lalu lelaki manis itu tersenyum lebar. "aku membawakan ini untuk Joong.. ayo makan dulu"

 Peduli sekali, Joong tak bisa berkata-kata, bagaimana bisa lelaki itu sangat memperhatikan nya?, Akhirnya mereka memutuskan untuk menepi di pinggir sebuah toko,

 Dunk membuka kotak bekal untuk Joong, berisi nasi dan beberapa lauk yang di masak ibunya dari rumah tadi. "maaf yah kalau makanannya tidak enak..."

 "Ini enak sekali tau.." jelas sekali, bahkan Joong dengan tak sabaran menyuapkan makanan ke mulut "Dunk yang memasaknya?"

 "Ibu ku.. aku hanya sedikit membantu saja"

 "Hum, ini menjadi lebih enak karena kau ikut campur tangan dalam pembuatannya"

 "Hahaha.. kau menggodaku.."

 "Pede sekali.."

 "Akhh.. Joong,"

 "Ini enak serius,... Tapi tak usah melakukannya lagi yah, aku punya uang untuk membeli makanan"

 Dunk mengangguk, dia membereskan kotak bekal itu. Kemudian menyodorkan botol air minum "tapi jika aku membawakannya lebih sering, tak apa?"

 "Tak usah yah.."

Lagi, matanya memperhatikan lelaki itu, tubuh tegap dengan bahu yang lebar. Sekuat apa kira-kira tenaga yang harus Joong keluar kan setiap hari?, Namun Pergelangan kaki yang membiru membuat perhatian nya teralihkan. "Joong.. kaki nya kenapa?"

"Tidak kenapa-kenapa, hanya terkilir."

"Di obati dulu.."

"Tak apa, aku sudah biasa..." Joong berdiri dari duduk, mengusak rambutnya kemudian menghilang di balik kerumunan orang-orang "terima kasih yah.. aku akan kembali bekerja"

Dunk mengangguk, dia duduk manis menunggu Joong muncul dari dalam lorong besar jalan masuk pasar. Entah lelaki itu akan memikul barang sebesar apa, Dunk tetap menunggu untuk menyaksikan nya.

.
.
.
.
.

"aku memberikan semuanya"

 "Anak sialan.. kau tidak berguna.., jangan berbohong padaku"

 Meja kayu terdorong menghentakkan lelaki tegap itu ke sudut ruangan, Joong menundukkan kepala. Pandangannya sendu seakan memohon "tolong izinkan aku membawa beberapa lembar uang ke sekolah, aku malu pada temanku tak bisa ikut jajan"

 "Memangnya siapa yang mengizinkanmu sekolah?, Bodoh.."

 "Aku mohon..."

 Sebuah balok di seret oleh ayahnya dari pekarangan, dia kembali bungkam. "berhenti sekolah.. kau menghancurkan hidupku.."

 "Maafkan aku.. maafkan aku" Joong mendudukkan diri sembunyi di balik meja, hatinya meronta ingin berlari dari keadaan ini. Namun besok dia harus membawa uang jajan, terserahlah, pukuli saja sepuasnya, Joong tak ingin Dunk tau dia tak membawa uang saku.

 Meja itu di geser menimbulkan suara ribut, perasaannya mulai tak enak. Sang ayah menarik tangannya kuat, dia merasa matanya mulai memanas. Tak terelakkan lagi tamparan kuat nyaris membuatnya tersungkur "mati saja.. jangan pernah muncul di hadapanku"

 Tak ada sahutan apapun, Joong masih berusaha mengimbangi jalannya. Tubuh itu agak linglung, dia berusaha menghindar dari tendangan sang ayah berkali-kali namun percuma. Kepalanya pening luar biasa, tak ada yang dia makan kecuali pemberian Dunk tadi siang, dia tau meski meronta dan memohon ampun tak akan ada tanggapan, sang ayah memukul punggungnya dengan balok membabi buta.

 Nafas itu tercekat, dia berusaha melepaskan cekikan di lehernya, tubuh Joong terhempas kuat menabrak dinding kayu. Dia meringkuk dari posisinya berusaha menghampiri meja, hingga kembali pria di sana menginjak tangannya memutar kuat. "kau bencana untukku, kembali kan istri ku, kembalikan.."

"Maafkan aku..." Joong berteriak, nafasnya tak kuat lagi, suara itu serak. Hampir kehabisan tenaga dia memeluk kaki ayahnya "mohon izinkan aku untuk membawa saku, ayah aku mohon"

Pintu di banting dengan kasar, Joong menjatuhkan tubuh di atas permukaan lantai kayu. Matanya tertutup sejenak, nafasnya mulai lega.

Nyeri terasa di sekujur tubuhnya, dia tertawa kecil. Menyentuh kantong celana, memastikan beberapa lembar uang masih utuh di dalam sana. "tenang Dunk.. besok kita akan membeli minuman yang sama persis dengan milikmu"
.
.
.
.
.
.

To be continued

Karena libur panjang, kita up gila-gilaan😆

Jangan lupa tinggalin jejak kak, maaf masih berantakan, makasih udh mampir 🙏🏻😄

Our Little World [Joongdunk] [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang